IPS 2

2K 139 15
                                    

Apasih yang kalian pikirkan saat awal masuk ke SMA? Jadi junior lagi? Gak asik bukan? Yang dulunya menindas sekarang ditindas lagi.

Untungnya, saya masuk ke SMA yang tidak senioritas. Ya walaupun dulunya saya benar-benar tidak mau masuk ke SMA itu jika tidak dipaksa ayah saya.

Ah ya, saya anak IPS. Seperti harapan saya dari dulu, walaupun saya sempat merasa menyesal kalau saya masuk IPS.

Pernah saat saya ke SMP untuk mengambil ijasah, teman saya yang masuk SMA favorit menghina saya kalau saya masuk IPS.

Ini seperti iya lo masuk IPA gua masuk IPS. Gua pinternya pas-pas an elu pinternya pol-pol an. Tapi coba kalian bayangkan. Kalau semua orang masuk IPA,siapa yang buat rumah sakit? Siapa juga yang bakal jadi psikolog, belum tentu juga kejiwaan kalian normal bukan?

Oke, back to the topic Wulan! Selama 3 tahun saya akan berada di kelas IPS 2 yang berisi 36 siswa—entah berapa laki-lakinya dan berapa perempuannya saya benar-benar tidak pernah menghitungnya–dengan macam-macam sifat yang akan membuat kalian mengelus paha, eh maksud saya dada.

Waktu pertama kali saya masuk kelas saya. Sungguh saya benar-benar berteriak dalam hati.

"Woi gua masuk sekolah ini aja kepaksa malah dapet kelas yang muridnya ga asik-asik"

Tapi pemikiran saya berubah secara perlahan karena saya melalui hari-hari keras saya sebagai anak IPS bersama mereka.

Oh iya, kelas saya juga termasuk kelas yang mudah sekali bergaul. Bayangkan saja, tidak perlu waktu lama untuk kelas saya menjadi ramai seperti kelas saya waktu saya SMP kelas 9 dulu. Dalam waktu kurang dari seminggu saja kami bisa langsung akrab.

Ya akrab. Maksud akrab disini adalah, ya... Kalian pasti tau, hina sana hina sini. Ejek sana ejek sinim

Hm, saya jadi ingat kalau teman-teman saya benar-benar receh.

Pernah sekali teman saya mempost sebuah soal pe-er di grup. Dan saya dengan santainya meminta jawaban kepada—ah sebut saja–Naif sayangnya Naif benar-benar pelit. Dan karena emosi saya balas menjawab. "Pelit amat lo setan. Awas aja ntar lo kalo mati gua ga bakal layat," dan apa?

BOOM! satu kelas besok harinya mengucapkan itu bung.

Dan malah paginya mereka tertawa karena ceplosan saya yang mereka anggap lawak. Padahal mah biasa aja.

A/n
Saya republish dan saya ubah sedikit. Cerita ini saya jadikan satu dengan pengalaman-pengalaman di kelas dari kelas sepuluh sampai sekarang saya kelas sebelas. Mungkin endingnya juga akan terbuat saat saya kelas sebelas—ya kalau saya tidak malas sih–.

36 RASA 2 SEKELASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang