Reveal

13.9K 1.1K 27
                                    

Bella... entah mengapa nama itu terus mengusikku.

Wanita itu- tidak heran jika Thorn terlihat menggilainya. Betapa parasnya yang begitu cantik seakan menjadi magnet tersendiri bagi kaum adam.

"Nona Layla,"

Tetapi.... isteri adik Thorn?! Bagaimana mungkin.

"Nona-"

"OUCH!"

Astaga. "Maaf, maafkan aku. Anda baik-baik saja?" Sial, kenapa aku sampai bisa tidak fokus seperti ini.

"Tidak, aku tidak apa-apa." Wanita berambut pirang yang tanpa sengaja kutabrak itu membetulkan kembali penampilannya. "Hei, kau... kalau tidak salah kau bersama Thorn saat pesta di dubai kan?"

Aku menoleh pada Arnera yang berdiri disebelahku. "Y-ya, apa anda mengenalku?"

Wanita pirang itu tertawa. "Tentu saja!" Serunya. "Wow, tidak kusangka, tidak heran jika Thorn begitu percaya diri membawamu ke pesta itu." Ujarnya lagi.

Aku masih saling bertatapan dengan Arnera. Sebenarnya siapa wanita ini. "Maaf tapi- apakah kita pernah bertemu?"

"Ah ya, tentu saja kau tidak mengenalku. Kenalkan-" wanita itu mengulurkan tangannya. "Aku Vancessa, sahabat sekaligus mantan tunangan Thorn." Ujarnya mantap.

Aku nyaris ternganga. Sungguh kebetulan yang tidak disangka. Tidak sia-sia aku mengikuti Arnera untuk berbelanja di tempat ini. Pusat kota lebih tepatnya.

"Aku Layla, ist- rekan dari Thorn," Aku tidak tahu harus menyebut diriku dengan apa kini.

"Nona Layla adalah isteri Tuan Thorn." Arnera meralat ucapanku.

Bola mata Vancessa nyaris keluar saat mendengarnya. "Benarkah?! Kau dan Adams.... WOW! Ini benar-benar berita yang mengejutkan. Bagaimana mungkin kau bisa menaklukkan buaya itu."

Buaya?? Nyaris aku terbahak mendengarnya. Pria sedingin es seperti Thorn disebutnya buaya?!

Vancessa mendekatkan wajahnya padaku. Menatapku dari jarak sedekat yang mungkin bahkan ia bisa melihat betapa besarnya pori-pori diwajahku.

"Matamu indah sekali Layla." Pujinya.

Aku hanya bisa tersenyum. Yeah setidaknya ia memujiku. "Kau bilang tadi.... mantan tunangan?" Tanyaku.

Vancessa mengangguk. Ia lantas melihat Arnera. "Tanya saja wanita tua itu."

Aku menoleh pada Arnera tetapi wanita tua itu tiba-tiba lenyap entah kemana.

Dengan ini, aku mulai memahami kebiasaan Arnera.

"Kemana wanita tua itu! Apa dia melarikan diri. Baru saja dia ada disebelahmu bukan." Vancessa terus saja mengoceh.

Tapi aku tidak perduli. Kuraih tangan wanita itu dan menggenggamnya erat. "Maaf, maukah kau bicara sebentar denganku. Aku- ada yang ingin kutanyakan padamu." Ya, aku ingin tahu. Segalanya, tentang Thorn.

Tentang keanehan pada kepribadian pria itu, tentang tatapan sendu yang tanpa sengaja ia perlihatkan, tentang Bella.

Kuputuskan untuk terjerumus di dalamnya. Aku ingin membalas jasa pria itu. Meski mungkin tidak akan berarti apa-apa, tapi mungkin saja akan bisa membantunya.

. . .

Syukurlah Vancessa bersedia meluangkan waktunya.

Kami memutuskan untuk berbicara di sebuah cafe. Segelas kopi dingin sepertinya tepat untuk cuaca seperti ini.

"Jadi, apa yang ingin kau ketahui tentang Thorn?" Vancessa menatapku dari balik cangkirnya.

Oh betapa memalukannya. Wanita ini bahkan dengan mudah menebak apa yang kuinginkan.

Thorn Mc AdamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang