Seperti Es Krim (lengkap)

44 5 4
                                    

 Holla semuaaa! Ini cerita pendek doang yg langsung ending.. Kayaknya cerita gua berbau es krim ya. Gapapa lah. Happy Reading!

:'( | :'( | :'(

               Gadis sepertiku merupakan gadis periang yang selalu tersenyum dan terkenal keramahannya. Sejak awal, aku bahagia dikaruniai orang tua dan kakak yang dengan segala kelebihannya dapat melengkapi kekuranganku. Banyak teman yang dekat denganku dan bahkan selalu datang ke rumahku serta bercanda tawa dengan orang tuaku. Yang mereka tau, aku selalu tersenyum dan canda tawa dengan mereka seakan-akan tak ada beban yang terselip dalam kehidupanku.
            Yang mereka tau, aku anak kedua dari dua bersaudara. Kakakku seorang mahasiswa di salah satu negara terkenal di eropa. Tapi, itu yang mereka tau. Bukan kenyataan yang sebenarnya sangat mengganjal hingga sekarang. Hebat sekali aku kan! Aku dapat menyembunyikan fakta bahwa kakakku selama ini terkurung di salah satu ruangan tersembunyi yang ada di rumahku. Kakakku sering tersenyum bukan pertanda ia ramah. Tapi, ia sering tersenyum sendiri pada benda-benda disekitarnya terlebih pada guling kesayangannya. Terkadang ia bisa marah sampai merobek gulingnya, ia bisa tersenyum dan bicara sendiri pada gulingnya. Beruntung ia masih ingat namaku, bahkan sering menanyakan aku sudah makan atau belum seperti saudara pada umumnya. Aku tidak tahu pasti jenis kelainan yang dideritanya, yang ku tahu hal tersebut dikarenakan ia kehilangan sahabat sedari kecilnya yang membuat jiwanya sedikit terganggu. Padahal, dulu kakak adalah orang yang paling kubanggakan dan tempatku berbagi kisah tentang apapun.
           Tidak ada yang tahu mengenai hal tersebut, bahkan sahabatku sekalipun. Yang tahu hanya sebatas hubungan keluarga yang akrab. Aku malu? Jelas. Siapa yang tidak malu punya kakak yang jiwanya terganggu? Awalnya, aku menganggap hal ini hanyalah musibah belaka yang masih bisa kuterima dengan ikhlas hati. Tapi, pendapatku berubah semenjak teman-teman SMP ku menertawaiku mempunyai kakak yang berkekurangan. Semenjak itu, aku tak mau ada satupun temanku yang tau. Aku tak mau masa putih abu-abu ku hancur sia-sia karena kakak. Meski ini bukan salah kakak sepenuhnya, tetap saja aku tak mau pertahanan yang sudah kubuat runtuh begitu saja untuk kedua kalinya.
            Sudahlah, sekarang aku mau menjalani hidupku seperti remaja pada umumnya. Belajar dan bercanda tawa seperti orang pada umumnya. Kalau ada teman yang datang ke rumah, aku tidak pernah mengijinkan mereka masuk ke ruangan terpencil itu. Selalu ku katakan kalau ruangan itu hanyalah gudang semata yang sangat kotor dan penuh debu.          
           Malam ini aku mengunjungi kamar tempat kakak berada. Air mataku mengalir begitu saja melihat kakak duduk di dekat jendela sambil memandang ke arah luar jendela. Entah apa yang dilihatnya, yang kulihat tatapannya kosong dan menyiratkan kesedihan yang mendalam. Aku ikut duduk di sebelah kakak dan menceritakan kegiatan ku sehari-hari di sekolah. Terlebih dua minggu lagi aku akan melaksanakan ujian nasional yang umumnya ditakuti oleh murid SMA.
            "Kak, dua minggu lagi aku ujian. Doain aku ya. Aku yakin, pasti doa kakak akan sangat manjur untuk kelulusanku. Kakak tenang aja, aku selalu berdoa kok sama Tuhan, agar kesehatan kakak selalu membaik tiap harinya."
             Siang ini, aku dan temanku sedang belajar bersama dirumahnya. Kupikir kalau aku ada teman akan lebih nyaman belajarnya. Karena dulu, kakaklah yang selalu menemaniku belajar dan menjadi guru yang sabar untukku. Tapi sekarang berbeda. Aku harus mencari guru sekaligus teman untukku yang bisa menemaniku belajar. Tiba-tiba datang anak kecil yang sepertinya kehilangan penglihatannya. Temanku pun langsung menuntun anak kecil itu agar dapat duduk disampingnya. Dan ternyata anak kecil itu adik dari temanku yang kehilangan penglihatannya sejak kecil. Ia bahkan tidak malu ketika menunjukkan bahwa laki-laki yang berusia kira-kira delapan tahun itu adalah adiknya. Ketika kutanya, ia malah menjawab pernyataan yang diluar dugaanku.
             "Aku tidak pernah malu punya adik seperti dia. Bagaimana pun keadaannya, dia tetap anugrah terindah yang pernah Tuhan berikan untukku dan keluarga."
              Air mataku pun mengalir mendengar kata-katanya yang sangat menyadarkanku dari kesalahan terbesar yang sudah kuperbuat. Aku teringat akan kakak. Dia saja tidak malu punya adik berkekurangan. Kenapa aku tidak bisa seperti dia yang justtu menganggap adiknya adalah anugrah terindah dari Tuhan?
           Aku langsung pamit dan segera bergegas pulang ke rumah. Tak peduli berapa banyak air mata yang kukeluarkan. Tak peduli dengan ponselku yang terus berbunyi menandakan ada yang mencoba menghubungiku. Aku harus segera meminta maaf pada kakak.
            Baru saja aku berpamitan, rupanya ayah sudah menjemputku dan langsung membawaku ke rumah sakit. Aku tidak mengerti kenapa ayah membawaku ke rumah sakit. Tetapi pikiran aneh terus membayang-bayangiku sepanjang perjalanan. Dan ternyata, di salah satu kamar di rumah sakit itu terdapat kakak yang dipenuhi alat medis di sekujur tubuhnya.
              Tangisku pun pecah melihat keadaan kakak yang sangat menyedihkan. Kudekati kakak dan kutatap matanya yang menatapku juga dengan pandangan yang lesu. Di hidungnya dipasang suatu alat yang berfungsi membantunya untuk bernafas. Dengan terbata-bata, ia mencoba mengeluarkan beberapa kata untukku. "Se-mo-gah ka-mu dapat me-gapai impian-muh. Doa ka-kak se-la-luh me-nye-ta-i muh."
               Seketika pertahanan yang sudah kubuat runtuh untuk kedua kalinya. Bukan karena maluku mengakuinya. Tapi karena menyaksikan langsung anugrah terindah yang Tuhan kasih untukku menghembuskan nafas terakhirnya dihadapanku sendiri. Aku langsung memeluk tubuh dinginnya untuk terakhir kalinya. Mencoba membangunkannya walau ku tahu itu semua hanya sia-sia. Ia takkan bisa lagi melihatku dengan pandangannya yang tenang. Tangan dan tubuh yang dulu memelukku dan membuatku merasa nyaman kini tak bisa membalas pelukan sayangku padanya. Kakak sudah lemah tak berdaya. Dosa-dosa dan perbuatan jahatku padanya terus membayangiku saat aku berusaha memeluk tubuhnya dan meminta maaf atas kesalahan yang sudah kubuat.
               Ayah dan ibu ikut menangis bersamaku meratapi kepergian orang yang sangat kami sayangi. Kakak yang dengan segala kelebihannya dapat melengkapi kehidupan keluargaku. Disela-sela tangisnya, ayah dengan tubuh yang sedikit bergetar menyerahkan selembar kertas padaku. Ku buka kertas itu yang berisi tulisan yang masih kukenali hingga sekarang. Goresan tinta-tinta pulpen yang kakak tulis menjadi rangkaian kalimat untukku.

             Hai adik tersayangnya kakak. Kamu tak perlu minta maaf sama kakak. Karena kakak akan selalu memaafkanmu jauh sebelum kamu memintanya. Harusnya kakak yang minta maaf sama little princess nya kakak. Maaf kalau tidak bisa menjadi kakak yang kamu inginkan. Maaf kalau kakak selama ini sudah buat kamu malu. Maaf karena kakak sudah buat hidupmu penuh dengan tangis. Maaf sudah buat senyum tulusmu menghilang. Dan maaf atas semua kesalahan kakak sama kamu.
             Kakak harus pergi gadis kecil. Kakak sudah tidak mampu lagi menahan penyakit yang terkadang membuat kakak seperti orang hilang akal. Semua bukan karena kakak kehilangan sahabat kecil kakak. Tetapi karena kakak mempunyai penyakit yang mengganggu fungsi otak kakak. Dan sekali lagi maaf sudah menyembunyikan ini semua dari kamu.
               Kamu inget kan, kakak gak suka liat kamu nangis. Jadi tolong, jangan menangis karena kakak. Terima kasih sudah menjadi gadis kecil yang hebat untuk kakak.
               Semoga kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan, ya. Doa kakak selalu menyertaimu gadis kecil.
              
              Tangisku semakin menjadi membaca tulisan tangan kakak. Kenapa kakak secepat itu pergi disaat aku baru menyadari kesalahanku sama kakak? Apa tidak ada dispensasi waktu sebentar saja agar aku bisa memberitahu kakak bahwa ia adalah anugrah terindah yang Tuhan kasih untukku? Aku tidak akan malu lagi mengakuinya sebagai kakak terhebatku karena kekurangannya telah menjadi pelengkap hidupku. Aku justru bangga mempunyai kakak seperti kakakku. Maaf atas semua kesalahanku sama kakak. Aku sayang kakak.
                  
 :'(    •    :'(      •     :'(     
        
Pendek yah? Sengaja langsung ending. 1000 kata lebih lah

Gua yang ngetik aja nangis lohh. Gak direncanain loh sebelumnya. Tiba-tiba ngalir aja.. Bermain dengan imajinasi. Pada nangis gak?

Nangis gak nangis tetep ya. Like + comment, please!

Thankiss dari Cia deh. Thanks + kiss. Byee 😘

Anugrah Terindah dari Tuhan [Oneshoot]Where stories live. Discover now