"Iya, gue email ke lo hasil gue meeting sama Pak Rivan ya," suara wanita bernama Emma dengan rambut hitam sebahunya memasuki Analog dengan handphone yang ia sempilkan di sela-sela bahu dan kupingnya.
Emma selalu datang di jam makan siang, ketika dirinya baru menyelesaikan meeting. Biasanya pekerja lain menghabiskan makan siang di tempat makan, Emma lebih memilih kopi dan sepotong red velvet cake sebagai santapan makan siangnya.
"Hai Tas, minta latte satu ya, yang ice, Jakarta panas banget," seru Emma kepada Tasya.
"Sibuk banget mba, client ngadat lagi?" tanya Tasya.
"iya nih, mateng gue kelar meeting, dari pagi. Untung aja meeting deket rumah gue, jadi bete gue nggak plus plus ditambah macet," keluh Emma.
"Ice latte buat mba Emma yang tampil cantik sama dress biru hari ini," seru Andre, dengan mengedipkan mata.
"Centil lo! Makasih ya Tas," tutur Emma dan segera pergi menuju kursi di luar cafe, dan langsung mengelurkan bungkus rokok miliknya.
Tasya pun langsung tertawa melihat kelakuan sahabatnya itu yang selalu menggoda Emma kala sang wanita karir itu datang ke cafe-nya.
"sukurin, mangkanya jangan centil mulu lo sama mba Emma, lo nggak ngaca apa, selera dia bukan lo," tutur Tasya sambil melempar kain di dekat meja kasirnya. "ye, biarin aja sih, dia single ini. Eh tapi Tas, bingung nggak sih, cewe secantik dia belum punya pacar juga," sahut Andre.
"dia pemilih kali, nyari yang terbaik, nggak kaya lo, siapa aja di sosor, kambing dibedakin aja lo doyan," kata Tasya.
"eh kampret, nggak gitu juga," kali ini, Andre yang melempar Tasya dengan kain dan langsung diiringi tawa mereka berdua.
Tawa mereka pun terhenti kala seorang lelaki dengan setelan jas memasuki Analog dan langsung memotong keseruan dua sahabat itu di balik meja kasir.
"Seru banget kayanya," ujar Robby yang tiba-tiba sudah berada di depan meja kasir.
"Eh mas Robby, pesan apa mas?" kali ini, Tasya yang bertingkah laku layaknya anak SMP, malu-malu.
"Hai Tas, udah lama ya aku nggak kesini, aku mau espresso aja satu sama red velvet cake-nya," ujar Robby.
Tasya dan Andre pun bengong melihat pesanan pelanggannya yang satu ini. Tidak biasanya mas Robby pesan red velvet cake, ujar Tasya dalam hati.
"Espresso," ujar Andre. "Thanks Dre," ucap Robby.
"Jadi lima puluh dua ribu mas dan ini cake-nya," kata Tasya yang langsung menerima uang enam puluh ribu dari Robby. "Kembaliannya ambil aja," kata Robby sambil berlalu.
Andre, yang dari tadi memperhatikan langsung berbicara kepada Tasya.
"tumben si mas Robby pesen cake, bukannya dia paling anti ya sama makanan begitu," tutur Andre.
Tasya, yang tidak melepaskan tatapannya dari Robby, tiba-tiba berkata, "eh tunggu Dre, sejak kapan mba Emma sama mas Robby deket?"
"serius lo? Oh, jadi cake itu buat mba Emma? Pantes aja dia pesen ice latte doang," ujar Andre.
"..."
"eh tapi iya juga Tas, sejak kapan ya mereka dekat? Tapi emang mas Robby dan mba Emma kan satu kantor, ya wajarlah mereka dekat, ya kan Tas? Woy Tas!" kata Andre yang menarik rambut Tasya.
"sakit sih Dre, iya emang sekantor, cuman nggak tau deh, eh eh liat kok tapi kaya yang nggak akur ya," kata Tasya.
"apanya yang nggak akur dah Tas," sahut Andre yang mencoba untuk mengacuhkan Tasya.
YOU ARE READING
She & Him
RomanceDalam satu Cafe, memiliki seribu cerita. "Selamat datang di Analog Cafe."