Gagal Move On

32 7 6
                                    


Menyedihkan.
Ini tentang kita, kau dan aku. Kita berdua. Begitu seharusnya, tetapi tidak juga. Ternyata ada campur tangan takdir yang tidak bisa kita tentang. Bagaimanapun caranya, kita tetap akan kalah. Kau menyerah mempertahankan aku dan aku pun mundur memperjuangkanmu. Aku memang tak pantas untukmu. Aku bukan siapa-siapa dan tertalu buruk untuk seorang gadis yang teramat rupawan sepertimu.
andai saja dia tidak pernah mengenalkan kamu padaku, mungkin aku tak akan pernah melihatmu. Tak jatuh cinta pada seorang Puteri yang pernah hidup di dunia ini…
perkenalan pertama kita saat badai kecil datang. Bagiku itu badai cinta. Yang indahnya kerasa di dada tetapi tak bisa ku hidupkan lagi. Kau sudah pergi.
Lebih tepatnya kau yang sengaja pergi, meninggalkanku hanya karena aku tak mampu. Padahal aku mampu, asal kau memberiku waktu sedikit lagi untuk mengusahakan apa saja… aku ingin menghidupimu, Fani. Bukan dengan harta, bukan dengan gelar sarjanaku yang harganya sangat mahal. Bukan pula dengan air mata atau ledakan tawa kita. Tetapi dengan kesungguhan yang datang dari dalam jiwa. Kau itu untukku, sesungguhnya bila kau bersabar sedikit lagi, aku bisa membawamu pergi. Aku bisa menarikmu ke dalam duniaku yang sangat sederhana.
Aku sakit hati Fani. Kenapa jarak memisahkan kita ? kenapa candaan bisa  mengahapus kasih sayang dan menukarkannya dengan kepalsuan? Lalu, kenapa pernah ada cinta di antara kita bila akhirnya berpisah. Ya, ini mungkin saja. Ini takdir kita.
“Sejujurnya aku tidak suka membicarakan banyak hal dengan orang yang tidak aku suka, apalagi orang yang baru kukenal. Aku bukan orang yang terbuka dan… yah, aku agak tertutup, sebenarnya.” ada jeda. “jangan salah paham kalau aku bilang begitu.”
Dan akhirnya aku berkata terlalu jujur , “berarti kamu menyukaiku ?” perasaanmu sudah tertebak sejak pertama kali kita bicara. Kau terlalu jujur, Fani. Dan saking jujurnya kau itu menyakitkan untuk ku ingat kembali.
Untuk menjauhkan dari prasangka burukmu terhadapku akhirnya kukatakan bahwa aku bukan Tuhan, tetapi aku tahu kalau kamu mulai meyukaiku.
Kau malah diam, fani.
“Karena kamu tertalu nyaman membicarakan dirimu padaku, fani.” Aku gigih. Aku ingin mengatakan banyak hal tentang hatiku yang mulai aneh sejak bersamamu menunggu badai itu reda. Tetapi mulutku keburu kekunci, kau yang menggemboknya dengan satu kalimat aneh.( tanda kamu terjebak hubungan tidak jelas )
“Karena kamu orang baik.” Matamu menyipit ketika senyum itu melebar, dan senyum itu mengundang hasrat untuk memilikimu selamanya. Detik itu aku mematri dirimu di benakku, kemanapun aku pergi kau selalu ku ingat. Walaupun aku tahu itu dosa, fani..  Tetapi demi kau… aku sudah mendekatkan diriku ke neraka. Dan, hampir saja aku jatuh ke dalamnya.
Tuhan, ampuni aku. Aku sekarang menyesal. Aku sudah berdosa padamu.
Aku terlalu mencintai seorang gadis hingga lupa padaMu. Aku memang durhaka padaMu. Ampuni aku, Tuhan.
Aku sudah melakukan banyak kesalahan dalam hidupku. Ada penyesalan, ada pula kedengkian pada diriku sendiri. Aku harus bagaimana? Aku merasa sangat berdosa. Rasanya tangisanku ini tak cukup untuk menghapus dosa-dosaku. Terlalu banyak dan terlalu besar dosa yang ku tanggung.
Sumpah demi apapun, aku tidak siap jika harus mati hari ini. Aku tak siap.
Dan meskipun begitu, aku masih menyimpan nama Fani.. di benakku. Aku marah pada cinta yang sudah melumpuhkan akal sehatku, naluriku dan menyakiti batinku. Aku masih marah

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 27, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gagal Move OnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang