Different

23 1 1
                                    

Teriknya mentari dan merdunya kicauan burung tak mengurungkan niatku untuk melanjutkan mimpiku yang sempat terganggu. Hey, Namaku Zac. Entahlah, mungkin karena memang aku terlahir sebagai anak tunggal, aku terbiasa sendiri, dan lebih nyaman untuk menyendiri dan memilih untuk tertutup dari dunia luar. Aku tak suka terlalu banyak berbicara, aku lebih suka diam, hanya memperhatikan, dan....yeah, tidak dianggap. Woohoo, tidak dianggap, hal yang..."sangat keren" bukan ? Aku sangat merasa seperti itu sejak Ayah ku bekerja diluar kota dan jarang pulang, dan juga Ibu ku yang sering pulang malam karena pekerjaannya dan jarang mengobrol denganku. Dengan keadaan seperti ini, aku tumbuh berbeda. Dan sekarang, aku terbaring di kamarku, berusaha kembali melanjutkan mimpiku.
Bisingnya pagi membuatku menyerah untuk melanjutkan tidurku. Dengan langkah yang diseret dan tatapan mengantuk, kulangkahkan kakiku memasuki kamar mandi. Aku siap berkecimpung dengan dunia airku. Beberapa saat kemudian, kulangkahkan kakiku memasuki kamar dengan senyum tipis, ya....bisa dibilang datar sih, sangat datar dan terlalu datar untuk disebut senyum. Tak butuh waktu lama bagiku untuk bersiap dan bergegas melangkahkan kakiku keluar rumah. Siap untuk menjalani hari yang....biasa biasa saja. Terus berjalan tanpa arah, tanpa aku sadari, aku sudah berada di tengah taman. Alunan lembut menyergapku, membuatku terikat erat tanpa bisa bergerak sedikit pun. Badanku mematung dan mataku terpaku, tanpa kedip. Dia tepat didepanku. Dia ? bolehkah aku menyebutnya....malaikat ? Malaikat yang hadir dalam hidupku dengan tiba tiba.
Rambut panjangnya tergerai dengan bebas. Matanya terpejam dengan seulas senyum menghiasi bibirnya. Ia terus memainkan biolanya, dengan alunan dan melodi yang dapat membuat hati siapapun yang mendengarnya tenang. Aku terbuai, dan semakin terbuai dengan musik yang ia tawarkan, tanpa aku sadari, permainnya telah berakhir dan kini ia berdiri tepat dihadapanku dengan senyum manisnya.
"Hey, Zac kan ? Aku Zoe, kita se fakultas, tapi ini pertama kalinya kita bertemu langsung kan ? Salam kenal" ujarnya dengan senyum khas nya. Seketika aku menyadari, hidupku tak kan sama lagi.
Pertemuan pertama kami membuahkan banyak pertemuan lainnya. Ia mengajariku berbagai hal. Musik, perasaan, ketulusan, kesepian, kebahagiaan, dan banyak hal lainnya, namun dia tak pernah mengajariku apa itu rasa sakit. Disuatu hari yang cerah, aku merasa ini terlalu terburu buru, dan suasananya kurang pas. Kami baru saja selesai bermain piano bersama, dan aku memberanikan diri untuk mengutarakan maksudku. Yup, kami memutuskan untuk berkomitmen. Aku cinta dia dan aku mau berkomitmen, aku berkomitmen karena aku tak bisa melepasnya. Bukankah berkomitmen ketika belum siap hanya akan merusak hubungan ? Aku tau pengungkapan perasaan tak selalu berakhir menyenangkan, tapi aku merasa sangat senang. Dengan ketulusan dan perasaan yang semakin bertambah dan menguat seiring berjalannya waktu. Sebaik baiknya menjalin hubungan, pasti akan diselingi dengan perselisihan. Dengan rasa sayang kami, ingin tetap bersama dan menjaga satu sama lain, kami dapat melalui hal itu. Kemantapan hati, kejujuran, dan rasa sayang yang tulus sangat diperlukan untuk menjaga hubungan dengan baik. Kami melewatkan banyak kenangan bersama. Kenangan yang sangat membuatku bahagia. Akankah semuanya berjalan seperti ini ? Apa tidak akan ada yang berubah ? Akankah baik baik saja ? Aku harap akan berjalan terus seperti ini. Sampai suatu hari, aku berharap hari itu tidak pernah terjadi.
Hujan tak menyurutkan niat kami untuk merayakan tiga tahun lebih kami menjalin hubungan. Cafe tempat kami biasa bertemu tetap ramai seperti biasanya. Walaupun hanya dengan dua buah cupcake dan dua minuman dingin, kami sangat bahagia. Sekian lama kami menghabiskan waktu di cafe, tiba saatnya bagi kami untuk berpisah. Seharusnya aku mengantar Zoe pulang, namun aku harus menjemput Ibu ku. Diluar rencana kan ? tapi ya....mau bagaimana lagi. Tak ingin mengakhiri hari, namun kami terpaksa berpisah. Sepanjang perjalanan, perasaanku sangak tidak enak. Aku tak bisa fokus mengendarai sepeda motorku. Aku berusaa menenangkan diriku. Sesampainya di rumah teman Ibu ku, ponselku berdering. Aku sangat hafal dengan bunyi nada dering untuk nomor ini, ini adalah nada dering nomor Zoe. Permainan biola dan pianonya yang sempat kurekam dan kujadikan nada dering mampu membuatku tenang. Aku rasa Zoe sudah sampai di rumah. Dengan senyum mengembang kuangkat telefon darinya.
Perlahan senyumku memudar. Raut wajahku mengeruh. Aku berusaha menahan tangis dan bergegas menghampiri tempat yang dibicarakan ditelefon. Tak peduli hujan semakin deras. Langit menangis seakan mengerti. Dinginnya udara yang menusuk kulit tak ku hiraukan. Petir menjerit menggantikanku yang tercekat. Kupacu sepeda motorku seiring detak antungku yang berdebar semakin kencang.
Saat hujan berhenti, kulangkahkan kakiku memasuki gedung dengan aroma obat yang khas. Dengan panik aku mencari instalasi gawat darurat. Langkahku terhenti saat melihat Ibu Zoe, sosok yang sudah kuanggap seperti Ibu ku sendiri. Tak kuasa aku membendung tangisku. Hancur. Iya semuanya hancur. Aku menangis sejadi jadinya. Sedih. Kesedihan yang sangat mendalam. Sakit. Inikah yang namanya rasa sakit ? Terima kasih sudah mengajariku rasa sakit ini.
Tiga hari setelah pemakaman. Aku terus mengurung diri didalam kamar. Masih terngiang penjelasan Ibu Zoe. Zoe kecelakaan dan kehilangan banyak darah. Zoe meninggal dalam perjalanan. Tak kuasa aku menahan air mata. Sesak. Aku tak daoat bernapas. Panas. Mataku terasa panas dan terus mengucurkan air mata. Aku tak bisa melupakanmu.
Waktu terus berlalu dengan cepat. Perlahan aku mulai bisa menerima semua in. Aku yakin Zoe tak mau aku terus terpuruk. Zoe mau aku terus berjuang. Zoe mau aku terus hidup. Zoe mau aku terus semangat. Namun aku telah kehilangan musikku. Aku telah kehilangan dia. Bibirku tak dapat lagi tersenyum seperti dulu. Rasanya tak setulus dulu. Rasabya tak sekaya dulu. Mungkin aku kembali seperti dulu. Atau mungkin lebih buruk daripada dulu ? Semuanya tidak sama lagi. Rasanya....berbeda.

-FIN-

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang