Aku bermimpi kau sedang hangover
Pukul empat pagi dan aku harus meyakinkan diriku sendiri dengan tololnya bahwa aku memang tidak mabuk, sialan, menyentuh alkohol saja tidak. Lalu mengapa gadis ini –pukul empat pagi pula!- mengirimiku LINE seperti ini seakan-akan ia telah mengenal kebiasaanku.
Kami bahkan menonton film bersama teman-temannya dan itu bahkan tak bisa disebut kencan. Ini seperti ajakan biasa dari seorang kenalan, kuterima saja karena aku penasaran dengan wajahnya. Sayang jika aku harus melewatkan ajakan dari seorang gadis cantik, pun jika ia tidak cantik, aku setidaknya tidak membuang lebih banyak waktu untuk menyadari kebenarannya.
Bagaimana harus kudeskripsikan, tingginya lumayan sama denganku, kurus dengan pipi tirus dan mata yang terlalu besar. Hidungnya kecil dan bibirnya cukup menggoda sekalipun hanya menggunakan pelembap bibir, bukan tipeku. Maksudku, aku bergaul dengan banyak gadis cantik yang bahkan menjadi idola di sekolahku, hal yang lucu jika aku harus berpacaran dengan seseorang yang tidak seperti itu.
Aku hanya membalas pesan itu sewajarnya saja. Astaga.
Beberapa puluh menit kemudian baru gadis itu membalasnya dan tidak ada apa-apa lagi. Mungkin pesan itu adalah mimpinya, sekarang ia berteriak meratapi kebodohan dirinya yang selalu melakukan hal-hal gila saat tidur. Ia bisa saja mencoba untuk meminta maaf dan mengatakan bahwa ia tak sadar dan semua selesai, tetapi, ia terlalu takut untuk melakukannya.
Kami baru bertemu dua kali dan aku baru menyadarinya pada pertemuan kedua kami, sesuatu yang tidak menyenangkan untuk mengenal bagian menjengkelkan seseorang di awal-awal perkenalan. Kuabaikan saja balasanku yang sekedar di baca olehnya, kemudian kembali menyibukkan diri dengan membantu membuat properti acara.
Mungkin bekerja lembur seperti ini membuatku menjadi gila hingga orang yang baru saja kukenal juga dari jenis yang sama. Kurasa aku harus beristirahat, sebelum subuh datang dan kakakku yang sangat senang menjahiliku akan menghalangi tidurku. Aku pun tak ingin rejekiku diambil oleh orang lain.
"Mau tidur, Ja?"
Seperti rejeki yang satu ini, rembulan masih bersinar terang dan di bawah sini sebagian sinarnya tersenyum cantik kepadaku. Aku cengengesan menjawab pertanyaannya, hanya menganggukkan kepala sebelum beranjak ke lantai dua dan memilih salah satu sofa sebagai tempat tidurku.
Aku berjalan di siang hari tepat saat matahari baru saja memiringkan dirinya, tidak lagi berpijak tepat di atas kepalaku. Namun, sengatan panasnya masih saja terasa. Di seberang sana ku lihat gadis itu menatapku, sembari mengemut es kacang ijo yang telah dibekukan dalam plastik es batu berukuran kecil.
Mata bulatnya seperti anak kecil dengan dunianya yang polos, menatapku seakan memintaku datang kepadanya. Aku mendesah pelan, entah kehausan karena es kacang ijo atau karena merah bibirnya yang mengemut es kacang ijo.
Kulangkahkan saja kakiku menuju ke arahnya, meraih -dengan cara yang kuharapkan elegan seperti para aktor drama Korea- es kacang ijo dalam genggamannya dan menghisapnya dengan bibirku. Aku seperti menemukan keindahaan surgawi.
Hanya kedua matanya saja yang menatapku, selain itu ia tidak memberikan reaksi yang lain. Kuulurkan kembali es kacang ijo itu padanya, lagi, hanya kedua matanya yang bereaksi menatap es kacang ijo tersebut. Ia dengan seenaknya mengemut es itu tanpa repot-repot meraihnya, melainkan membiarkan tanganku yang memegangkan untuknya.
Begitu membelakkan mata, seekor kucing kecil dengan bulu putih dan jingga tengah memain-mainkan jemariku. Ia menjilatinya seakan-akan jari-jariku adalah susu yang—sial sekali, kurasakan beberapa bagian tubuhku terasa lengket.
"Mm, maafkan aku, tadi tak sengaja aku menumpahkan susu yang kubut untukmu."
Ah, gadis manit itu lagi. Kenapa bukan dia saja yang menjadi tokoh wanita di mimpiku melainkan gadis tak menarik itu? Jangan bawa-bawa alam bawah sadar atau sesuatu tentang yang selalu kau pikir-pikirkan untuk menjawabnya.
Sekalipun, aku memang terus-terusan memikirkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekalipun
Short StoryYah, aku harap itu bukan dia sekalipun aku terus saja memikirkannya.