NOTHING

65 12 22
                                    

     "Hai, Rob. Tiba-tiba sekali kau datang ke rumah. Biasanya mengirim pesan dulu. Ada apa?" Kutemui sahabatku, Robby, di ruang tamu. Sore itu tidak biasa dia datang dengan tampang yang terlihat pilu.

     "Tidak apa-apa, aku hanya ingin bertemu denganmu. Beberapa minggu ini kita jarang bicara, karena aku terlalu sibuk dengan persiapan acara tunangan dan juga lamaran." Robby menyudahi kalimat dengan pandangan kosong pada meja di depannya. Aku mengamati wajah itu beberapa saat dan mulai bertanya-tanya.

     "Kenapa? Apa pertunangan ini membuatmu gugup? Santai kawan yang penting happy, semangat!" Kutepuk bahunya dengan pelan.

     "Eric, kau sudah tahu kalau aku menjalin hubungan dengan, Helen lebih dari tiga tahun. Uum ... apakah menurutmu, aku bisa membahagiakannya?"

     Pertanyaan itu membuatku termangu, cukup lama kupandangi wajah Robby dan kali ini kalimatnya memunculkan daftar pertanyaan di kepalaku.

     "Kau aneh Robby. Kenapa tiba-tiba bersikap seperti ini? Dengar, kau dan Helen akan bertunangan, tidak lama setelah itu kalian akan menikah, tapi kenapa kau bertanya bisa membahagiakan dia atau tidak? Hei, tunggu dulu! Apa kau benar-benar gugup untuk acara besok?" Dahiku berkerut tajam.

     Robby tidak menampakkan rasa ingin menjawab, dia hanya bereaksi dengan menutup rapat bibirnya. Aku makin tak mengerti dengan sikapnya sore itu, padahal sudah lebih dari lima tahun kami bersahabat, bahkan sudah seperti saudara, tapi apa mungkin sikapnya kali ini menunjukkan padaku kalau sebenarnya aku tidak lebih mengenalnya?

     "Robby, kau tidak akan membatalkan pertunangan dengan Helen, kan?" tanyaku dengan tatapan tajam. Berharap jawabannya tidak akan membuatku melepaskan tamparan di wajah tampan itu.

     "Tidak. Hanya saja, sekarang aku sedang bimbang tentang perasaanku pada, Helen."

     Untuk sesaat aku menarik napas lega mendengar jawabannya, tapi akhir dari kalimat itu malah membentuk sebuah kecemasan. "Ya ampun, kau semakin membuatku bingung. Tidak ingin batal, tapi memikirkan perasaanmu padanya, jadi apa artinya hubungan kalian selama ini?" Aku mulai kesal.

     "Ini karena aku sudah lama mencintai seseorang." Hanya itu yang keluar dari mulut, Robby. kalimat kebimbangan yang spontan membesarkan bola mataku. Dengan tatapan tak percaya, aku mengumpat hebat dalam hati. Sialan!! Kepalaku terasa mulai panas.

     "Robby, dengar! Kau sudah lama mencintai orang lain, tapi kenapa kau ingin bertunangan dengan Helen? Ini sama saja kau membohongi perasaanmu sendiri!!" Nada bicaraku mulai meninggi, kutahan emosi sambil mengepalkan tangan berharap tidak ada kejadian berdarah sore itu.

     "Aku tahu, tapi harus bagaimana lagi? Sudah lama aku mencintai orang ini, tapi tidak bisa mengatakan perasaanku padanya, karena aku tahu itu salah."

     Sesaat keningku berkerut lama. Apa kali ini aku siap memberikan pukulan telak di wajah sahabatku itu? Ya, Tuhan. Bantu aku menahannya.

     "Salah? Kau mencintai seseorang dan kau mengatakan perasaanmu padanya, di mana yang salah?" Aku tahu mendesak Robby dengan ragam pertanyaan akan membuatnya semakin susah memperbaiki kebimbangan. Tapi Helen adalah adikku. Besok acara itu akan diadakan dan tiba-tiba Robby datang ke rumah dengan membawa wajah keraguan. mengatakan kalau selama ini dia mencintai orang lain? Jadi adikku hanya menjadi topeng perasaan untuk menutupi sebuah perasaan?

     "Karena aku tahu hubungan kami tidak akan bisa. Kedatanganku ke sini tidak ada niat sedikit pun untuk buatmu marah. Aku menyayangi Helen, sungguh, tapi aku bingung dengan perasaanku sendiri." Suara Robby mulai terdengar bergetar. Dan hatiku kian tak karuan. Marah, jengkel, semua mendidih di kepala. Dengan suara tertahan aku bertanya padanya.

TOPENG SAHABATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang