15. Curiga

34.6K 1.9K 6
                                    

Satria menghela napasnya panjang. Ibunya sudah tidak sadarkan diri selama dua hari. Masih ia ingat ketika dokter mengatakan kalau ibunya sedang banyak pikiran. Tidak ia ketahui apa yang ada dipikiran ibunya itu. Sudah dua hari keduanya kembali bertemu Namun Satria belum mengetahui tujuan ibunya bertemu dengannya kembali. Satria memijat keningnya yang terasa begitu pusing. Ia tidak ingin melihat ibunya tidak sadarkan diri seperti itu. Bukankah keduanya baru saja bertemu kembali?

Dering telepon miliknya kembali berbunyi dengan nyaring. Diangkatlah telepon itu dengan segera.

"Hormat. Saya tidak bisa kesana. Ibu saya masuk rumah sakit."Ucap Satria dengan dingin. "Iya, saya mengerti. Besok atau lusa saya akan kembali bertugas. Tidak menentu. Sampai sekarang ia juga tidak membuka matanya."

Satria kembali membantah. "Aku akan kembali bertugas ketika keadaan membaik. Gantilahlah diriku sementara. Aku juga sudah memberitahu Letnan kolonel Purnomo akan hal ini."

Telepon itu berakhir. Satria kemudian menghela napas nya. Mencoba untuk memejamkan matanya menghilangkan segala pikiran yang menganggu.

Satria menyenderkan bahunya ke dinding rumah sakit. Memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang melalui dirinya. Hingga matanya menangkap objek yang jauh disana. Kinan juga berada di rumah sakit ini seorang diri. Tidak ada yang bersama dengan gadis itu. Satria kemudian menghampiri gadis itu untuk sekedar menyapa. Keduanya selalu saja dipertemukan disaat tidak diinginkan.

"Sendirian?"tanya Satria yang membuat Kinan menjadi terkejut.

Gadis itu terkesiap lalu memasukan kantong plastik putih ke dalam tas nya dengan buru-buru. Napasnya terdengar ngos-ngosan. "Satria, kenapa kamu ada disini?"

"Aku mengantarkan ibuku kerumah sakit. Sejak kemarin ia tidak sadarkan diri. Kau sendiri kenapa bisa ada disini?"

Kinan berpikir untuk mencari suatu jawaban yang logis. "Mengunjungi teman. Dia sakit."

"Biar aku antar ke kamar temanmu itu."ucap Satria yang membuat Kinan menjadi terdiam.

Kinan menggeleng dengan tertawa. "Tidak usah, aku bisa kesana sendirian. Lagipula kau menjaga ibumu saja."

Satria tersenyum dengan singkat. "Kenapa begitu?"

"Kau harus lebih menjaga ibumu. Aku tidak mau ketika ibumu tersadar nanti, kamu tidak ada disampingnya. Jadi sebaiknya kau menemani ibumu."Ucap Kinan dengan gugup.

Satria kemudian mendekati Kinan dengan menatapnya dalam. "Wajahmu lebih pucat dibandingkan kita bertemu. Kau kemari karena sakit?"

Kinan menggeleng. "Aku baik-baik saja. Ada yang aneh? Kurasa tidak."

Satria kemudian masih memperhatikan gadisnys itu dengan dekat. "Aku tidak bohong. Kau nampak pucat.'

Kinan menjauhkan tubuhnya itu. "Aku harus pulang."katanya dengan gugup.

Satria menatap langkah Kinan yang kini berbalik menjauhinya. Gadis itu terlihat menyembunyikan sesuatu. "Bukankah kau kemari untuk menjenguk temanmu? Kenapa sekarang berbalik arah?"

Kinan menghiraukan pertanyaan itu. Logikanya sekarang terisi dengan bagaimana ia menghindari Satria di rumah sakit ini. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya jika mereka akan bertemu dalam keadaan yang tidak tepat. Kinan menghembuskan napasnya lega. Dirinya benar-benar tidak tau harus menjawab apa jika suatu saat nanti ia akan bertemu dengan Satria di rumah sakit ini lagi.

***

.
Ratih terbangun dari ketidaksadaran nya. Dilihatnya ruangan serba putih menghiasi pandangannya. Selang infus menempel ditangan kanannya sebagai tanda kesehatannya yang tidak baik. Wanita paruh baya itu melihat sekelilingnya. Kosong. Tidak ada siapapun yang ada disana. Bersamaan dengan itu pintu terbuka. Satria yang melihat ibunya sudah sadar, kemudian menghampiri wanita paruh baya itu.

Ok, CAPTAIN! [selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang