Oh Aldan

73 16 1
                                    

"Huuh untung ga kesiangan lagi gue. Kalau kesiangan bisa-bisa kena marah osis deh."

Iya ini pagi, pagi dimana Sania bangun lebih awal. Dia cukup takut terkena marah anggota osis jikalau dia telat. Maka dari itu, dia memasang alarm lebih cepat dari biasanya.

Diatas kasurnya ada laptop dengan headphone yang masih tersambung, remot tv, buku novel, pianika, dan kamus Bahasa Jepang yang tidak ia bereskan.

Ibunya sudah hafal bahwa kamar Sania lah yang paling berantakan, sudah berkali-kali ibunya memperingatkan bahwa setelah bangun tidur ia harus membereskan kasurnya. Namun Sania tetap saja lupa.

"Maaah aku berangkat yaa." Panggil Sania yang sudah siap di teras rumah. Ibunya pun keluar, memberi doa supaya anaknya tidak berulah macam-macam di sekolah.

"Hati-hati ya San. Jangan nakal di sekolahnya." Pesan ibunya sambil mengusap kepala putrinya.

"Aku bukan anak kecil mah." Kata Sania mencium punggung tangan ibunya.

"Berarti anak mamah udah gede gitu? Udah suka sama cowo dong ?" Tanya ibunya jahil.

"Mamaaah, udah lah mau berangkat. Daah." Kata Sania berjalan keluar.

"Daah." Ibunya melambaikan tangan.

Sania yang sedang berjalan menuju halte, teringat sesuatu bahwa ia harus memeriksa handphonenya. Takut-takut Seren menghubunginya dengan membawa kabar penting.

Meses Seren : Gue ketemu pacar lo nih. Muka dia lemes banget. Bangun tidur kali.
Sania: Gue ga punya pacar Ren.
Meses Seren : Ah lo mah, bukannya iya aja tuh. Itu tuh cowo kemaren yang nolongin lo dari osis sialan.
Sania : Sstt ah, gue mau naik bus dulu. Bay mak!
Meses Seren : Hati-hati cinta.
Sania : Geli!

Sania sampai di halte, terpasang senyum tipis di wajah Sania akibat ulah Seren di pesan singkatnya itu. Walau hanya membalas pesan. Dia bisa membayangkan wajah jelek sahabatnya.

Tak lama kemudian bus datang, Sania segera masuk dan duduk sambil menunggu perjalan. Saat sampai di depan sekolah, Sania membayar ke supir bus.

"Nih pak uangnya, maaf pak ga pake uang pas. Uang saya kebanyakan pak jadi gini nih." Canda Sania saat berbicara pada supir bus.

"Seperti biasa ya Sania, kamu selalu bisa membuat pria tua ini tersenyum di pagi hari." Seru pria tua itu sambil tersenyum senang memberi kembalian uang.

"Jangan gitu pak, awali hari dengan senyuman bukan ketercemberutan apalagi tangisan. Hehee saya duluan pak. Mari." Kata Sania yang melambaikan tangan sambil keluar dari bus.

"Mari."

* * *

Saat berbalik badan. Dirinya sudah disambut dengan tatapan tajam anggota osis yang berjaga di pintu gerbang.

"Misi kaa, jangan natap gue gitu dong. Ntar jatuh cinta kan gawat." Kata Sania yang berjalan sambil membungkukkan badannya.

"Apa sih!" Timpal mereka kesal dengan sikap Sania.

"Ih galak bener, senyum dong ka biar manis." Goda Sania sambil menjulurkan lidahnya.

"Pergi kamu!" Pekik salah satu dari mereka.

"Eh cie kakanya malu. Itu pipinya merah, dipegangin yaa takutnya meledak. Gue duluan ka, dah!" Sania pergi dari sana sambil melambaikan tangan suka cita.

Sania langsung menuju kantin. Dia tau sahabatnya pasti menunggunya di kantin. Dan benar saja dia melihat sahabatnya duduk sendirian sambil menikmati susu coklat.

With You Babe❤Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang