"Kim Jisoo."
Pria tinggi kekar yang jadi pujaan hampir seluruh gadis di sekolah itu muncul menghalangi pandangan Jisoo dari beberapa siswa yang asyik berjoget seperti segerombolan orang gila. Ia mendongak dan segera mengatupkan bibirnya yang baru ia sadari menganga sejak lama akibat tingkah aneh beberapa siswi di meja pojok kantin.
"Aish Kang Minhyuk, bikin kaget saja. Tiba-tiba muncul seperti setan. Ups lupa, memang oppa, kan, setan."
Jisoo menoleh sejenak ke belakang setelah mendengar kehebohan beberapa siswi karena kemunculan guru muda pujaan mereka. Ia geleng-geleng, "Ya ampun, berisiknya! Coba mereka tahu kelakuan aslinya. Dasar anak-anak kebanyakan hormon!" cibirnya dalam hati.
"Yah! Setan, setan." Minhyuk menarik nafas, hampir saja kelepasan bicara kotor. Ia menampilkan senyum setelahnya, berusaha untuk sabar.
Meski hanya guru magang dan baru tiga bulan di sini, ia merasa punya imej pangeran yang perlu dijaganya. Dan itu semua bisa saja hancur kalau Jisoo memancingnya untuk bertengkar.
"Ini di sekolah, Jisoo." katanya kemudian dengan nada tenang.
"Aku kira di kuburan. Ada setan, sih."
Minhyuk tersenyum, meski kali ini nampak sekali kalau dipaksakan. "Kim Jisoo, tolong bicara yang sopan. Tidak baik bicara seperti itu. Lagipula kau seharusnya—"
"—memanggilku Kang songsaenim." potong Jisoo yang sudah muak karena terlalu sering mendengarnya.
Bukan ia ingin genit atau sok akrab dengan memanggil Minhyuk hanya dengan nama atau "oppa". Ia hanya sudah terbiasa memanggil Minhyuk seperti itu karena mereka memang sudah saling mengenal sejak lama.
Minhyuk adalah sahabat karib kakak sulungnya, Kim Woobin, sejak keduanya masih SMA, jadi tak heran kalau ia sering lupa tentang posisi mereka di sekolah karena terlalu akrabnya. Lagipula, tak terbersit di benaknya untuk genit dengan seorang Minhyuk. Untuk kurang ajar mungkin iya.
"Kenapa opp—ssaem mencariku?" ralat Jisoo cepat-cepat saat Minhyuk sudah mendelik padanya.
Bukan apa-apa, ia hanya tak mau dihukum membersihkan gudang lagi. Pernah ia seenaknya memanggil Minhyuk tanpa sapaan "ssaem", pria itu mengadukannya pada wali kelasnya. Ia dulu sempat tak percaya karena Minhyuk bisa seenak hati memanfaatkan ibu wali kelasnya yang sudah kepala empat tapi belum menikah itu hanya untuk mengerjainya.
"Ada yang penting?" Jisoo menyeruput teh botolnya, memperhatikan guru tampan yang kemudian sibuk menggali isi mapnya.
"Ini."
Jisoo mengerling sekian detik, takjub pada lembar kertas berwarna biru muda yang tengah disodorkan Minhyuk ke hadapan wajahnya. Ada gambar siluet beberapa orang memegang macam-macam alat musik di pojok kanan atas.
Ia menelan ludah, mendapat firasat tak baik tentang apa yang akan didengarnya setelah ini. Terbata, ia bertanya, "Ini...apa...Ssaem?"
"Aku mau kau dan band-mu ikut lomba ini."
"H—ha? S—saem pasti bercanda, kan?"
"Tentu saja."
Jisoo sudah hampir mengambil nafas lega, sampai saat Minhyuk kembali bersuara.
"Tidak."
Jisoo mendelik sementara Minhyuk menyeringai kepadanya.
"Kau harus ikut, Kim Jisoo. Ini perintah."
"Sial! Ini artinya aku harus berurusan lagi dengan Hanbin dan Bobby!"
TBCAda yang mau lanjut? Kalau iya, tinggalkan komen dan vote, ya! 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Past Tense
FanfictionThere's no past tense in loving someone. It's either you always will or you never did. . . . Tidak, tidak. Cerita ini tidak seserius kelihatannya.