21. Bicara

2.2K 106 0
                                    

HOF - 21 :: Bicara

***

Maudy bangun pukul enam pagi dan bergegas mandi. Ia tidur nyenyak malam tadi. Entah karena ia memang sedang mengantuk atau karena ia sudah bisa bersikap santai dengan El.

Maudy tersenyum sambil menyisir rambut panjangnya. Rasanya beban di pundaknya mulai hilang satu per satu. Matthew sudah kembali menjadi sahabatnya yang paling absurd, Langit masih tetap menjadi Kakak kelas yang ia segani, dan El - Maudy belum bisa menyebut hubungannya dengan El itu apa -- tapi nanti ia akan mulai berbicara baik-baik dengan El.

Ketukan di pintu menghentikan kegiataan Maudy, gadis itu berjalan membukakan pintu.

“Hai”

Maudy kembali tersenyum.

“Mama udah siapin sarapan di bawah. Ayo sarapan.” ucap El tanpa bisa menutupi kebahagiaannya hari ini. Cowok itu banyak tersenyum pagi ini.

El segera berbalik untuk berjalan terlebih dahulu namun Maudy memegang jemari El perlahan.

“Kamu mau ninggalin aku, harusnya tuh aku dulu yang jalan. Itu pun kalau kamu gentle. Pernah denger ladies first kan.” ucap Maudy.

El tersenyum kikuk sambil menggaruk kepalanya. “Ayo sarapan.” ucap El, kali ini ia menggenggam tangan Maudy sambil menuruni anak tangga.

“Happy Birthday, El.” ucap Maudy lirih.

“Makasih Maudy.”

Hening. Hanya ketukan sepatu Maudy yang terdengar hingga sapaan Mama El menyadarkan jika pikiran keduanya terlalu lama berkelana entah kemana.

“Gimana tidur kamu tadi malam, sayang?” tanya Mama El.

Maudy tersenyum tipis. “Nyenyak, Tante. Zoe masih ada di kamar itu, bikin tidur aku makin nyaman deh.”

Zoe itu boneka beruang besar yang diberikan El. Maudy memang menyimpannya disini, Zoe bisa membuat tidur Maudy selalu nyaman. Entah itu teori darimana.

“Tante seneng dengernya. Ayo sarapan dulu.” ucap perempuan paruh baya berparas cantik itu.

Maudy duduk dan menikmati sarapan paginya dengan keheningan tanpa sebuah obrolan. Memang seperti ini suasana sarapan di rumah El. Papa El sangat melarang keras keluarganya berbicara saat makan.

Maudy membantu mencuci piring ketika semua sudah selesai sarapan. Dia masih tahu sopan santun, coba kalau di rumah mana mungkin Maudy mau capek-capek cuci piring.

***

“Mau ngomong apa?” tanya Maudy yang kini sudah duduk di samping El.

Mereka ada di taman belakang rumah, disini sepi atau mungkin Mamanya El memang sengaja memberi keduanya waktu untuk berbicara.

“Aku mau menjelaskan semua.” ucap El.

Maudy menoleh ke arah El, ia menatap cowok itu dengan lekat.

“Oke. Aku bakal dengerin.”

El tersenyum. Ia lega bisa mengajak Maudy ngobrol santai lagi dan Maudy sudah kembali beraku kamu kembali.

“Aku akui awalnya aku sama sekali nggak tertarik sama kamu. Kita beda. Kamu tahu dulu kamu berandal banget dan aku paling benci sama tipe orang kayak gitu. Sialnya waktu itu malah beberapa guru menyuruh aku mendekati kamu, mereka nyuruh aku merubah sikap kamu karena mereka tahu kamu suka aku. Aku menolak habis-habisan ide gila mereka. Pacaran sama kamu nggak pernah ada dalam rencana aku, kamu tahu sendiri kan waktu itu aku suka Angel. Dia pintar dan nggak pernah bermasalah di sekolah. Tapi pada akhirnya aku nggak bisa nolak, setiap ketemu aku semua guru meminta bantuan aku buat merubah sikap kamu. Hingga akhirnya aku menyetujui dan sebulan berikutnya kita jadian. Aku akui Maudy, di awal kisah kita aku lakuin dengan terpaksa. Tapi--” ada jeda yang diberikan El.

Hearts On FireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang