#1

1 1 0
                                    

"Eeh, makan kaki nya turunin!" perintah suci tegas, dari arah dapur ia meneriaki Gitta anaknya, yang tengah makan dengan kaki diatas bangku.

sedangkan yang di tegur memutar bola mata jengah
'Ribet ah jadi cewek!'

"Kan udah papa bilangin git, sebentar lagi mama mu pasti bakal khotbah, bukan cuma kamu yang kena, tapi papa." Rutuk Hendra selaku ayah dari Gitta, suami Suci, setengah berbisik.

"Harus berapa kali mama bilang, makan kakinya turunin, pake tangan kanan, gausah 'nyiplak, sudah lebih dari sekian puluh-puluh kali!" Tegur Suci masih dengan sodet dan celemek yang digunakan.

"Ya kan gitta lupa mah," ujar Gitta membela diri.

"Alasan! itu kenapa masih pake topi? terus juga rambut kenapa berantakan gitu, ngapain pake di cat segala gitu? urakan!" Cerocos Yuri lagi, sambil menunjuk-nunjuk atribut yang digunakan putrinya dengan sodet.

Gitta menatap Hendra, meminta pertolongan.

Seakan peka dengan signal yang diberikan putrinya,Hendra mencoba berbicara dengan Suci, istrinya. "Mah, biarin anak kita gitu, namanya juga proses kan. Dulu Renata juga gitu, tapi sekarang mama liat, udah berubah jauh kan?"

"Nah bener mah, kak Ren kan sekarang udah berhijab. Terus, udah jadi duta iklan majalah muslimah, padahal mah dulunya mirip aku kan, siapa tau nanti gitta berubah seperti kak Ren."

Suci memutar bola mata jengah, anaknya ini sepertinya sudah ber kompromi dengan suaminya.

"Nah ... mama tau jelas bagaimana Renata, dia baik dan ga urakan sewaktu remaja. Beda jauh lah sama kamu!" Mama masih tetap konsisten dengan pendirianya.

Saat gitta ingin membuka mulut untuk merespon perkataan Suci, Hendra cepat cepat menyelak. "Sudah, mending ganti topik jangan Renata, kasian dia nanti dia keselek kita omongin." hanya Hendra orang yang bisa membuat kedua perempuan ini nurut dan berhenti adu mulut.

"Tau ah, anak sama papa sama aja. Sama sama ngeselin!" Suci melenggang pergi menuntaskan masakanya di dapur.

"Kamu sih! Mama mu jadi marah kan ke papa. Bisa bisa papa gak dibukain pintu." Ucap Hendra menyalahkan Gitta, yang disalahkan hanya tertawa

"Tenang tenang, nanti mama aku beliin kue cubit green tea. Kan mama maniak tuh,"

"Nah itu kamu, papa?"

"hmmm" gitta tampa berpikir mengetuk ngetuk dagunya dengan jari telunjuk, "Gitta tau pah, nanti sore kita janjian di mall deket sekolah gitta, gimana?" usul Gitta, meminta persetujuan papanya.

Hendra tampak berpikir, dirinya bimbang. Pasalnya dia akan menghadiri meeting dengan client pada sore hari, dan mungkin akan selesai malam, tapi jika dia tidak melakukanya ia akan bermalam dengan nyamuk nyamuk nakal.

Hendra sibuk dengan pikiran nya sementara Gitta menunggu jawaban dari papanya.

"Papa ... Papa denger Gitta gak sih!" Gertak Gitta yang tidak mendapat respon dari papanya.

Sontak Hendra tersadar dari lamunanya, "Ia gitta, papa denger. Gak usah teriak."

"Heheh, maaf pah maaf. Jadi gimana ini?"

Hendra menghela nafas panjang,"Papa sendiri bingung, sore ini ada janji, dan kemungkinan baru selesai malam."

"Papa udah siap tidur di luar belum?"

Hendra menggeleng cepat, Gitta berdiri dari duduknya seraya merapikan topinya, berjalan kearah papanya dan membisikan sesuatu, "pikirin baik baik pa" lalu mengecup pipi papanya

"Mah, Gitta berangkat!" Serunya kepada sang mama di arah dapur

"Hati hati Gitta, jangan keluyuran langsung pulang!" Seru suci balik dari arah dapur

'Tau aja mah, kalo gitu mau keluyuran'

Setelah berpamitan gitta langsung pergi, mengendarai motor matic nya.

⚫⚫⚫

A/n: yay or nay? kenapa gue masukin suasana pagi di ruang keluarga. Karena tiba-tiba gue kangen itu wks. Mungkin karena gue kepengen telur mata sapi setengah mateng ama segelas susu milo anget kali wk. pokoknya stay tuned with my lapak😂

Tengskieee
                     
                                           -Mouzar-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 09, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AbstracTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang