Let Me Love You, My Brother

12.8K 119 9
                                    

            BAB 1

“Bel, tangkap bolanya!”

            BUK!

            Kepalaku terbentur bola, “Aduh..! Sakit!” rengekku.

            “Maaf Bella!” kata kakakku yang sekarang tengah mendiri disampingku, “Lagian kamu bengong terus sih! Mikirin siapa sih?” tanyanya. Tangannya yang kekar yang hentinya mengacak-acak rambutku lembut. Sungguh sempurna, lelaki yang kini berada disampingku, mempunyai badan yang atletis, otak yang encer dan sikap yang ramah kepada semua orang.

            “Hello....! ada orang engga disini?” tanyanya lagi, kali ini dia mengibaskan tangannya di depan wajahku yang masih terpaku akan dirinya.

            “Eh, ada kok kak. Heheh...” tawaku kecil.

            “Mikirin siapa sih, De? Kayaknya kok serius amat,” tanyanya lagi penasaran.

            “Rahasia dong,” jawabku sembari menjulurkan lidah. Doni, kakakku langsung mengambil air mineral yang berada di pasir putih itu dan menumpahkannya keatas kepalaku. Namun sayang, ketika kau ingin membalasnya, dia sudah berlari duluan.

            “Ih... kakak jahat!” rengekku.

            “Balas dong kalau berani,” teriaknya di kejauhan. Aku mengerjarnya, sungguh lelah namun sangat menyenangkan. Desir pasir di pantai lembut menyapu kedua kaki kecilku. Deburan ombak kecil senantiasa membahasi kaki yang membuatku kesulitan untuk melangkah. Sungguh lembayung sore yang indah bersama dirinya.

            Tapi sadarkah dirinya, akan apa yang kupikirkan sekarang? Aku memikirkan dia! Dia, kakakku sendiri. Bagaimana mungkin aku bsia mengakuinya sebagai kakak jika cinta yang ada dihatiku ini bukanlah cinta antara kakak dan adik, tapi cinta yang berbeda. Apakah dia juga merasakan hal yang sama? Apakah dia juga tahu akan perasaan itu? Kuharap tidak!

            Aku segera merebahkan diriku di atas pasir putih yang lembut. Kali ini aku menyerah mengejar kakak. Kakak adalah pelari nomor 1 di sekolahnya, jadi mana mungkin aku bisa mengejar kakak? Boro-boro untuk berlari cepat untuk berjalan cepat pun aku tidak terlalu bisa. Aku jarang menggerakkan tubuhku, itulah sebabnya tubuhku agak sedikit gemuk walaupun tidak gemuk seutuhnya.

            “Hei!” sapa kakak yang juga ikut-ikutan berbaring di sampingku. Memandang langit jingga. Sungguh indah!

            “Ya,” jawabku singkat.

            “Kamu kenapa sih?” Kami tetap terpaku paa pandangan kami masing-masing.

            “Engga apa-apa, Aku cuman capek aja ngejar kakak. Kakak kan larinya cepat banget,” jawabku santai.

            “Bukan! Bukan itu maksud kakak.” Kali ini kakak langsung duduk dan menghadapkan wajahnya ke wajahku yang masih terpaku melihat keatas. Pandangan yang sangat tajam, membuat hatiku berdenyut tidak karuan. Ingin rasanya aku berpaling melihat langit kembali, namun wajahnya mengahalangiku.

            “Lalu?” tanyaku. Aku pun segera mengangkat tubuhku dan duduk.

            “Sikap kamu itu loh?”

            “Yang mana?”

            “Pokoknya sikap kamu. Seperti, sekarang kok kamu lebih banyak bengong.”

            “Ah, biasa aja kok, cuman aku lagi banyak pikiran aja.”

            “Pikiran apa?” tanyanya serius, “Kasih tahu kakak dong, siapa tahu kakak bisa bantu.”

Let Me Love You, My BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang