5.

9.5K 367 0
                                    

     "Mama-papa?" tanya Lira sambil menatap Dafa dengan senyum yang dipaksakan.

Cowok itu menganguk, "iya kok gue gak liat"

Lira menghela nafas "orang tua aku udah meninggal Daf" ucapnya lirih membuat Dafa membeku seketika.

Meninggal?

Rasa bersalah langsung melingkupinya saat itu juga. Tak seharusnya Dafa bertanya seperti itu. Lira pasti sedih.

"Orang tua lo meninggal kare--"

"Kecelakaan pesawat, dua tahun lalu" tukas Lira cepat dengan mata memerah.

"Ra, so--rry, gua gak--"

"Iya, gak papa kok lagian udah lama" tukas Lira cepat dengan senyum tipis yang terkesan dipaksakan, dan hal itu malah semakin membuatnya terlihat menyedihkan dimata Dafa.

Bahkan Dafa bisa melihat genangan di pelupuk mata gadis itu membuat Dafa semakin merasa bersalah.

Dan entah mendapat keberanian dari mana Dafa memeluk Lira saat gadis itu mulai terisak.
Membuat Lira terkejut bukan main.

"Daf--?" gadis itu berontak, merasa bukan posisi yang seharusnya.

"Gak papa, lo bisa nangis di pundak gue" ucap Dafa yang malah mengeratkan pelukannya pada Lira, dan entah kenapa Lira mulai menikmatinya.

"Hks...hks.... Aku kangen papa-mama, Daf...hks"

"Aku bahkan belum ketemu mereka lagi semenjak mereka ada urusan bisnis ke jerman selama empat tahun, Me--mereka hks... Udah janji mau pulang dan ngerayain ulangtahun aku di Indo tapi--" gadis itu meremas kemeja kotak-kotak yang Dafa kenakan, Menumpahkan segala emosi yang selama ini ditahannya dan tak pernah sekalipun ia perlihatkan. Bahkan pada Arfa, tapi mungkinkah cowok yang sedang memeluknya adalah pengecualian?

"Hush, lo kuat gue yakin karena lo bukan cewek yang lemah, kalau lo terus nangis kayak gini sama aja dengan lo gak ngerelain kepergian mereka" Bisik Dafa pelan membuat isak tangis Lira berubah menjadi sesenggukan kecil.

"Te-terus aku harus gimana?"
Tanya gadis itu menatap Dafa yang tersenyum tulus, Senyum yang hanya baru ia tunjukan kepada gadis didepannya.

"Relain kepergian mereka bukan berarti lo ngelupain mereka, tapi dengan cara lo bahagia gue yakin mereka bakal tersenyum diatas sana"
Ucap Dafa sambil menghapus air mata Lira yang menetes.

"Tapi--"

"Ssst.. Gue juga tahu apa yang lo rasain sekarang karena gue juga pernah ngalamin"

"Oh ya?"

"Hemm"

"Mama-papa kamu?"

"No!, my grandma" kata cowok itu lirih.

"Nenek kamu?"

"Ya, dari tujuh tahun lalu. Disaat umur gue yang baru nginjek sembilan tahun grandma meninggal. Padahal saat itu gue cuma punya grandma, gue gak punya siapa-siapa sekarang juga sih"

"Mama-papa kamu?"

"Bahkan sampai sekarang gue juga gak tahu gue punya orangtua apa enggak. Mereka terlalu sibuk sama pekerjaan mereka, gak pernah sekalipun mereka mikirin gimana keadaan gue"
Ucap Dafa dengan senyuman tipis padahal Lira tahu cowok itu pasti merasa sedih.

"Oh jadi karena itu kamu jadi anak bandel?" tanya Lira polos membuat Dafa tertawa, mengacak rambut gadis itu dengan gemas.

"Maybe, tapi sebagian besar karena gue merasa gue anak tunggal, gak punya temen, dan suatu saat nanti bakal dibebanin sama yang namanya perusahaan. Jadi gue mikir gak ada salahnya kan kalau gue nikmatain dulu masa remaja gue" jelas Dafa.

"Seneng-seneng dulu gitu?"

"Yaa, gitu lah"
Sahut Dafa, Lira mengangukan kepalanya singkat.

"Terus kenapa lo polos banget?" tanya Dafa membuat Lira mengerutkan alisnya bingung.

Kenapa Lira polos katanya?

"Emang aku polos yah?"

"Iyap. Tapi lucu juga sih"kata Dafa yang sempat membuat pipi Lira memerah, walau samar.

"Enggak juga, aku cuma takut di judge orang jelek. Aku takut ngecewain abang yang udah mati-matian perjuangin aku. Aku juga takut--"

"Jangan takut, mulai sekarang gue yang bakal selalu ada buat lo" ucap Dafa mantap membuat Lira terdiam seketika.

Entahlah. Yang pasti udara malam ini terasa dingin, berlawanan dengan hati keduanya yang malah terasa hangat.

                            ***

      "Ara, Ara. wake up" Bisikan-bisikan kecil itu membuat Lira tersentak dari tidurnya yang nyenyak.

"Astaga, abaaaang!!!!" pekik gadis itu saat dilihatnya Arfa sedang menatapnya dengan kedua mata melotot dan lidah yang melelet.

Oh my,

Lira hampir menangis karena kekagetannya, tapi Arfa? dengan tidak berdosanya ia malah terbahak. Membuat Lira benar-benar mengeluarkan tangisnya.

"HUAAAAAAA!!!!" tangis gadis itu dengan suara yang melengking membuat Arfa kaget dan membekap mulut gadis itu secara paksa.

"Hmmmpppttt ..."

"Ara, diem nanti orang kira kamu diapa-apain sama abang" ucap Arfa sambil melirik sekilas jam yang terparkir manis diatas meja belajar Lira.

02:45.

Akhirnya Lira diam, tapi tetap menatap Arfa dengan tajam.

"Ara marah sama abang" kata gadis itu sambil memalingkan wajah.

"Abang kan cuma becanda,Ra "

"Gak ada becanda-becandaan abang, Ara pokoknya marah sama abang" kata Lira keukeuh membuat Arfa tersenyum miring.

"Yakin masih mau marah sama abang setelah abang beliin ini buat kamu?" sambil mengacungkan sekotak ice cream yang membuat mata gadis dihadapannya berbinar.

"For me?"

"Yeah, but abang punya satu syarat buat Ara"

"Apa?"

"Ara makannya harus besok yah jangan sekarang"
Ucap Arfa membuat Lira merengut seketika.

"Yaaah, kenapa?"

"Astaga, please my princess Lira. Ini tuh tengah malam masa kamu mau makan es krim sih"

"Iya deh. btw ini bukan tengah malem abang, tapi menjelang pagi"

"Nah itu kamu tahu. Ngomong-ngomong abang nemuin jaket cowok diruang tamu, punya siapa?"
Tanya Arfa dengan pandangan menyelidik membuat Lira terdiam seketika.

Astaga, itu pasti punya Dafa yang ketinggalan.

Dan alasan apa yang harus Lira katakan pada abang tersayang nya sekarang?

                           ***

Alhamdulillah, selesai juga ini part 5.
Jangan lupa vot dan comment ya guys

My Baby GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang