Aya pov.
Aku menatap jam dinding. 19.00, jarum jam menunjukkan 19.00.
Tik..
Tok..
Tik..
Tok..
Dalam kesunyian hanya terdengar jarum jam yang bergerak. Ya aku akui aku bosan sekali, menatap jarum jam bergerak tanpa hentinya. Daripada hanya menatap jam, lebih baik cari angin di luar.
Aku menuju ke halaman rumah dan tanpa aku sengaja, aku menatap bintang di langit malam. Bintang yang berkelap-kelip menghiasi langit malam, membuatku teringat masa laluku.
"Apa kau masih ingat janji kita dulu? Janjimu akan kembali lagi, janjimu akan seperti bintang. Sepertinya kau banyak berjanji dan pasti kau mengingkarinya ya, seharusnya aku tidak pernah percaya denganmu.", aku tersenyum miris.
Aku mengangkat tanganku keatas, dan mengarahkannya ke bintang-bintang. Berusaha menggapai bintang, nyatanya mustahil bisa menggapai yang jauh dari kita, ya mustahil. Itu sama sepertimu Hali.
"Sepertinya aku mendengar kata 'Hali' deh."
Aku langsung menoleh ke asal suara, yap suara Hali Pradipta. Hali sedang bertopang dagu di jendela kamarnya yang ada di lantai 2. Ok aku harus menjawab apa?
"Aku tidak menyebut namamu, geer banget."
"Yakin?."
"Yakin."
"Hmm, aku boleh kerumahmu?.", Hali terlihat salah tingkah.
"Boleh boleh aja. Kenapa gak?."
Hali langsung turun menuju lantai 1 rumahnya dan secepat kilat sudah sampai di depan rumahku.
"Kenapa kesini hah?.", tanyaku ketus.
"Berkunjung doang kok, ya sudah jika kedatanganku tidak diharapkan."
Hali langsung membalikkan badannya, tanganku langsung menahan tangan Hali, entah kemauanku atau tanganku yang bergerak sendiri.
"A... jangan pergi."
Hali menatapku lama
"Jangan salah paham, aku hanya bertanya saja tadi. Kamu malah ngambek gitu.", aku menundukkan kepalaku.
'Pluk'
Hali mengelus kepalaku
"Hei princess, angkat kepalamu. Nanti mahkotamu jatuh."
Astaga, Hali mengapa bisa sekali mengatakan kata-kata seperti itu. Dia tidak tahu apa, jika wajahku rasanya memanas.
"A-..apaan.. sih, jangan ngegombal.", aku mulai salah tingkah.
"He, gitu saja sudah salah tingkah. Kau lucu."
"Ok basa-basinya sudah cukup. Jadinya kau mau berkunjung kerumahku atau tidak?."
"Jadi."
Aku mengajak Hali ke halaman rumahku. Aneh tidak ya aku mengajak dia melihat bintang-bintang? Dia kan cowo pasti aneh.
"Aku maunya disini saja, melihat bintang."
Aku menatap Hali lama, dia bisa baca pikiranku?
"Kenapa? Aneh?."
"Tidak-tidak, tidak aneh kok."
Suasana canggung pun terjadi. Aku kan tidak pandai mencari topik pembicaraan. Semoga saja Hali peka.
"Gimana tadi pas main hujan-hujanan? Gak sakitkan?.", Hali membuka topik pembicaraan.
Dan alhamdulillah Hali peka, apa dia bisa membaca pikiranku?.
"Gak kok hahaha. Kau sendiri?."
"Seperti yang kau lihatkan? Aku tidak sakit."
"Yah kembang gulanya sama es krimnya ga jadi."
"Dan aku tidak jadi menjitakmu, padahal tanganku sudah gatal untuk menjitakmu."
Yap, kesunyian melanda lagi diantara aku dan Hali. Nah aku mengatakan 2 kali, jika aku tidak pandai mencari topik pembicaraan, semoga Hali peka (lagi).
"Em... apa kau suka bintang?.", tanya Hali terlihat agak gugup.
Yap Hali peka lagi.
"Bintang? Aku suka sekali. Kau?."
"Aku gak suka, tapi lebih tepatnya kagum."
"Kagum? Kagumnya kenapa emangnya?."
Hali membuang nafasnya secara paksa, mungkin dia berat mengatakan alasan dia kagum dengan bintang.
"Aku kagum karena... bintang walaupun kecil tapi dia bisa bersinar dengan kekuatannya sendiri."
Kata-kata itu... kata-kata yang kusampaikan Hali teman masa kecilku. Apa benar itu Hali yang ada di depanku sekarang ini adalah teman masa kecilku?
Hali menyentil jidatku sangat kencang, sehingga membangunkanku dari alam melamunanku.
"Kenapa kau melamun, hah?."
"Ish ganggu aja, lagi asik melamun juga. Lanjutkan alasanmu suka ama bintang."
"Aku terkadang suka benci melihat orang-orang menggangap bintang itu kecil bintang itu kecil.", Hali melempar batu ke arah pagar rumahku.
"Kenapa emangnya?."
"Mereka bodoh pelajaran IPA ya, bintang itu jauh dari bumi, semakin jauh dari bumi semakin kecil ukuran bintang. Aslinya bintang itu berukuran besar. Matahari itu termasuk bintang juga lho."
"Yayayayayayaya Hali, kau membuatku kesal saja. Jika membahas tentang pelajaran, semakin bodoh diriku."
Tiba-tiba kepala Hali menyender dibahuku.
"Ada apa Hali?.", aku berbisik ditelinga Hali.
"Kumohon sebentar saja."
Ya aku baru ingat, Hali adalah manusia biasa. Walaupun Hali kasar, dingin, tempramental, tapi dia punya hati. Hatinya suatu saat akan rapuh, ya sekarang hatinya sedang rapuh. Butuh seseorang untuk memperbaiki hatinya dengan cara melampiaskan kekecewaannya sekarang, seseorangnya itu adalah aku.
Aku merasa ada yang membasahi bahuku, Hali apa kau menangis? Masalah apa yang membuatmu menangis? Seberat itukah masalahmu sehingga kau tidak tau cara melampiaskannya?
"Masalah apa yang kau hadapi? Kau bisa ceritakan padaku.", aku mengelus rambut Hali lembut.
Hali tidak merespon pertanyaanku. Biarkanlah dia menyender dibahuku hingga perasaannya sudah benar-benar lega. Aku mer
"Cih, aku tidak apa-apa. Kumohon lupakan kejadian yang tadi.", Hali langsung menjaga jarak dariku.
"Ahh~ tidak, aku tidak akan melupakan kejadian yang tadi."
Hali menjitakku, rasanya benar-benar sakit sekali.
"Akukan bercanda doang. Segitunya.", aku mengelus kepalaku.
"Huh aku mau pulang saja. Udah gak mood."
"Yauda pulang sono."
Hali keluar dari gerbang rumahku tanpa mengucapkan salam. Semarah itukah Hali hanya gara-gara aku mengejeknya?
Aku menuju ke kamar, dan membuka jendela kamarku. Tujuannya adalah melihat bintang (lagi).
Banyak yang mengagumi bintang, hanya karena bersinar indah gak kurang gak lebih hanya dipandang seperti itu saja, gak ada yang mandang bintang dari sisi yang lain. Sama saja seperti perempuan dikagumi hanya karena dari fisiknya saja. Jika bintang tidak bersinar dan benar-benar tidak akan pernah bersinar lagi, apa akan ada orang-orang yang mengagumi bintang?
Gak akan ada..
TBC..
Maaf yaaa lama update, biasa banyak tugas di sekolah :v (bilang aja males ngelanjutin:v), aku usahain selalu update kilatt, tapi ga janji :v.
Ok tanpa basa basi lagi. Klik bintang yang ada dipojok kiri bawah. See you..
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise
Teen FictionKau tahu rasanya ditinggal teman masa kecilmu?, rasanya sangat sakit, karena dia sangat berarti untukku. Dia berjanji padaku akan bertemu denganku 8 tahun kemudian. Rasa percaya dan tidak percaya selalu menghantui diriku, tapi takdir yang akan menj...