Part 10

5.1K 56 0
                                    

"BILA aku mempunyai cucu macam kau, sudah sedari dulu kubunuh dirimu....''

"Aaah... benar, benar, memang pantas dibunuh, memang pantas dibunuh!"

Hampir tertawa geli Thi Eng khi menyaksikan tindak tanduk orang yang menyebalkan itu, katanya :
"Kalau orang sampai memanggilnya sastrawan penyapu lantai, rasanya ucapan ini memang tepat sekali."

Dalam pada itu paras muka pengemis sakti bermata harimau kelihatan amat serius dan sedikitpun tiada senyuman yang menghiasi bibirnya dengan langkah lebar dia masuk keruang dalam sembari katanya :
"Lohu haus sekali!"

"Put ji telah menduga akan kedatangan pangcu berdua sejak tadi air teh wangi telah kupersiapkan."

Sambil miringkan badannya, dia mempersilahkan pengemis tua itu masuk lebih dulu keruangan dalam.

Thi Eng khi segera menyusul kebelakang pengemis sakti bermata harimau tapi baru saja akan melewati pintu ruangan, mendadak sastrawan penyapu lantai Lu Put ji, menghadang dihadapannya lalu dengan sikap yang angkuh katanya ketus :
"Liu tiap cay tidak akan menerima manusia yang tidak bernama!"

Sambil membusungkan dadanya Thi Eng khi segera berseru.

"Aku adalah ciangbunjin dari partai Thian liong pay!"

Dalam anggapannya, bila ia telah menyebutkan kedudukannya itu sudah pasti sastrawan penyapu lantai akan berubah sikap terhadapnya.

Siapa tahu sikap sastrawan penyapu lan¬tai Lu Put ji masih tetap angkuh dan ketus katanya.

"Tiga puluh tahun sungai timur tiga puluh tahun sungai barat, dalam dunia persilatan sudah tidak terdapat lagi nama partai Thian liong pay, liu tiap cai juga tak dapat melanggar kebiasaan dengan mempersilahkan kau masuk."

Mendengar perkataan itu, Thi Eng khi menjadi naik darah, dengan kening berkerut segera bentaknya :
"Kurangajar, kalau begitu aku tak akan sungkan sungkan lagi terhadap dirimu."

Sastrawan penyapu lantai Lu Put ji sama sekali tidak merubah sikapnya, sambil menggulung ujung bajunya dia berseru :
"Aku selamanya tidak takut rnenghadap orang yang sedang lewat, bila kau ingin beradu kepandaian diujung senjata, aku akan melayanimu dengan senang hati."

Paras muka Thi Eng khi waktu itu sudah dingin bagaikan salju agaknya ia telah bersiap siap untuk turun tangan.

Pengemis sakti bermata harimau Cu Goan po yang menyaksikan kejadian itu buru buru tertawa tergelak.

"Haaahh........ haaahh........ haaahhh....... Lu Put ji adalah seorang manusia yang amat memandang tinggi soal tingkat kedudukan," katanya, "saudara cilik, buat apa kau mesti ribut dengannya?"

Tiba tiba dia menarik muka, kemudian ujarnya kepada sastrawan penyapu lantai Lu Put ji :
"Thi ciangbunjin adalah saudaraku."

Sastrawan penyapu lantai Lu Put ji tak malu disebut sebagai manusia penjilat nomor wahid didunia ini, setelah mendengar perkataan itu, sikapnya segera berubah seratus delapan puluh derajat.

Belum lagi pengemis sakti bermata harimau menyelesaikan kata katanya, ia telah membungkukkan badannya sambil berkata :
"Saudara cilik, silahkan masuk!"

Selama hidup belum pernah Thi Eng khi menjumpai orang yang begini tak tahu ma¬lu seperti dia, ia benar benar dibikin menangis tak bisa tertawapun tak dapat.

"Aku tak jadi masuk!" katanya kemudi¬an.

Diam diam sastrawan penyapu lantai Lu Put ji segera menyumpah :
"Sialan kau, memangnya kau anggap lohu memandang sebelah mata kepada dirimu?"

Namun diluaran dia tetap menjura sambil berkata :
''Saudara cilik, bila kau masih saja marah, Put ji segera akan berlutut dihadapanmu, barusan Put ji tidak tahu kalau saudara cilik mempunyai hubungan yang erat dengan Cu pangcu, bila telah berbuat kelancangan, harap kau sudi memaafkannya."

Pukulan Naga Sakti - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang