Ditatapnya lekat-lekat gadis cantik yang kini duduk bersebrangan dengannya. Disamping gadis itu duduk ayahnya, Om Rayan yang merupakan sahabat dari orangtuanya. Gadis itu tak memperhatikan apa yang sedang orangtua mereka perbincangkan, Al sendiri pun tidak terlalu tertarik pada obrolan itu. Justru sikap diam gadis ini yang mencuri perhatiannya. Duduk diam, dengan pandangan menerawang dengan sesekali tersenyum ke arah orang tua mereka seakan ikut menanggapi dan mengikuti obrolan itu , padahal jelas-jelas pikiran nya tidak ada disini , di ruangan ini. Alodia , begitu tadi gadis itu memperkenalkan dirinya, terlihat sangat tenang, ramah , pendiam , dan tidak suka keramaian. Sepertinya yang gadis ini sukai adalah kesendirian dan ketenangan. Rambut hitam panjang dengan belahan tepat di tengah kepalanya, membagi dua bagian poninya menjuntai ke bahu. Mata coklat nya terlihat kosong, hampa, tak bercahaya. Kulitnya putih, sepucat susu. Apakah kamu masih orang yang sama, Alodia?
****
“Mas Galen, Aloy kepengen main ke danau yang disana itu. Ayo anterin Aloy” gadis cilik itu menarik-menarik lengan kaos yang dikenakan Al.
“Iya, mas Galen anterin. Gausah narik-narik baju mas Galen gitu dong.”Jawab Al pura-pura kesal.
“Abis mas Galen nya gitu sih. Udah Aloy teriakin dari tadi tapi mas Galen nya malah nge-gambar mulu. Gak nyaut-nyaut.”
“Kan nanggung Aloy, yaudah yuk. Maafin mas Galen ya.”Aloy berjalan kegirangan , dengan tangan yang menggandeng tangan Al. Aloy sangat suka danau itu. Tempat yang akan selalu ia kunjungi ketika orangtua nya berkunjung ke rumah om Adri, papa Al. Dengan Al yang selalu mengantarnya.
Ketika sampai di danau yang jauhnya hanya sekitar 400 meter dari halaman belakang rumah Al, Aloy berlari menghampiri danau seraya melepaskan pegangan tangannya pada Al. Al tersenyum melihat tingkahlaku bocah yang usianya 5 tahun lebih muda darinya itu. Sejak kecil sekali , ia sudah terbiasa bermain dengan gadis itu, bahkan sejak kecil juga perasaan harus menjaganya sudah ada. Entah karena papa nya berkata begitu atau karena rasa sayang nya yang ia tak mengerti.
Aloy melempar batu kerikil kecil , yang membuat permukaan danau beriak-riak. Dia berlari-lari di tepi danau itu. Memetik bunga dandelion yang bertebaran di pinggir danau. Ketika tangan mungil Aloy mencoba meraih dandelion yang sudah mekar , kupu-kupu biru hinggap disana. Menghentikan gerakan tangan mungil itu untuk memetiknya. Momen indah yang Al lihat itu terjadi beberapa detik namun terasa bagai selamanya. Al meraih kamera polaroid hadiah dari ayahnya di ulang tahunnya yang ke-13, bulan lalu. Mengabadikan momen itu. Aloy melihat ke arah nya , tersenyum bak malaikat. Berbicara tanpa suara dan berkata pada Al bahwa ada kupu-kupu biru. Lagi-lagi Al menggunakan kameranya, mengabadikan senyum malaikat kecil itu.
Aloy bermain dengan dandelion-dandelion itu sampai senja , sedangkan Al melanjutkan gambarnya. Ia tahu, mengajak gadis itu pulang ke rumah ketika gadis itu masih ingin bermain tak akan berhasil, maka ia membiarkanya hingga gadis itu yang mengajaknya pulang. Tak lama, Aloy menghampirinya , mengambil pensil yang sedari tadi ia gunakan lalu menutup buku gambarnya. Sambil menyerahkan dua benda itu pada Al , Aloy menggenggam sebelah tangan Al yang bebas.
“Yuk pulang mas, Aloy udah cape.” Selalu seenaknya, sangat khas Aloy. Mereka berjalan kembali ke rumah.
“Mas , tadi liat kan kupu-kupu biru nya? Cantik banget ya mas, Aloy baru pertama liat yang kayak gitu.” Kupu-kupu biru, ia jadi teringat sesuatu. Ia mengapit buku gambar dan pensil nya dengan lengannya, lalu merogoh saku celana nya dan mengeluarkan dua lembar foto. Menjepit satu foto dengan bibirnya dan memasukan yang satu lagi kembali ke sakunya.
“ Nih , mas punya hadiah buat Aloy.” Al memberikan selembar foto pada Aloy.
Dengan antusias Aloy mengambil foto itu dari tangan Al, memperhatikannya sebentar dan langsung menghentikan langkahnya.
“ Loh ko fotonya udah ada mas? Aloy kira harus dicetak dulu kaya kamera papa.” Inikan polaroid Aloy, batin Al.
“Kameranya mas Galen kan pinter , bisa nyetak foto sendiri.”
“ Nanti Aloy mau minta papa juga ah biar dibelikan kamera pintar.”
Rumah nya sudah semakin dekat, dan orangtua mereka sedang duduk di taman belakang.
“Mas mas, masa Tashia bilang dia punya pacar. Pacarnya itu Ken. Mas tau kan Ken yang pacarnya barbie itu? Padahal aku juga suka sama dia. Tapi kata Tashia Ken udah jadi pacarnya, jadi dia gak boleh jadi pacar Aloy. Nah karena mas Galen selalu baik sama Aloy, mas Galen aja ya yang jadi pacar Aloy. Terus nanti kalau Aloy sudah besar, mas Galen jadi suami Aloy deh.”
Al mendengarnya dengan geli. Iya meng-iyakannya dengan anggukan.