Bab. 1

13K 132 2
                                    

Bukit Sian Hoa-san dalam bilangan Propinsi Phu-kang, disebut pula bukit Siau Koh-san

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bukit Sian Hoa-san dalam bilangan Propinsi Phu-kang, disebut pula bukit Siau Koh-san. Di atas puncak bukit terdapat sebidang tanah datar yang amat luas.

Memandang jauh ke depan, hanya bukit yang saling bersambung-sambungan dengan hutan yang lebat, sungai Phu-yang-kang bagaikan sebuah rantai putih memanjang di sepanjang kaki bukit.

Malam ini adalah malam Tiong-ciu, udaranya bersih, rembulan bersinar purnama dengan sangat terangnya.

Seorang manusia berbaju putih, berdiri di tanah lapang pada puncak bukit Sian-hoa-san dengan sikap yang gagah.

Orang itu berperawakan jangkung dengan alis mata yang tajam, dia berusaha tiga puluh tahunan, sebatang pedang berpita putih tersoreng di pinggangnya hingga menambah kegagahan orang itu.

Mendaki bukit dimalam Tiong-ciu, tampaknya orang itu sengaja datang untuk menikmati keindahan malam bulan purnama.

Namun sepasang matanya justru memandang ke tempat jauh seakan-akan bukan datang untuk menikmati keindahan malam bulan purnama, melainkan sedang menunggu kedatangan seseorang.

"Sreet" bunyi lirih seperti daun kering yang rontok terhembus angin bergema di belakang tubuhnya.

Seperti merasakan sesuatu, secepat kilat orang berbaju putih itu membalikkan badannya, kemudian sambil menatap tajam asal suara itu, dia membentak berat-berat. "Siapa di situ ?"

Gelak tertawa nyaring berkumandang dari balik hutan dihadapannya, kemudian sesosok tubuh manusia pelan-pelan menampakkan diri.

Orang inipun berbaju putih dengan perawakan jangkung, alis matanya lentik dan dengan sepasang mata tajam, usianya antara tiga puluh tahunan, sebilah pedang berpita putih tersoren pula dipinggangnya.

Berbincang soal wajah, potongan badan dandanan sikap serta yang dipakai, orang ini mempunyai segala-galanya persis seperti orang berbaju putih pertama tadi.

Andaikata kau membawa sebuah cermin besar dan menjajarkan kedua orang itu jadi satu, maka akan terasa bahwa kedua orang itu ibaratnya pinang dibelah dua.

Orang berbaju putih yang datang lebih duluan itu nampak agak tertegun lalu dengan wajah serius tegurnya: "Sobat, siapakah kau?"

Orang berbaju putih yang datang belakangan itu berkerut kening, lalu tertawa nyaring.

"Haaahh... haaahhh... haaahhh... sobat, kau toh dapat berdandan seperti aku, masa kau bertanya lagi siapakah aku? Kebetulan pada malam ini aku punya janji dengan seorang teman untuk bertemu di sini, maka turutilah nasehatku, cepat-cepatlah kau tinggalkan tempat ini."

Mencorong sinar tajam dari balik mata orang berbaju putih yang pertama kemudian tertawa seram.

"Sobat, tahukah siapa yang telah berjanji dengan siaute untuk berjumpa di sini malam ini?"

"Haaahhh... haaahh... haaahh... siaute bisa datang kemari untuk memenuhi janji, tentu saja mengetahui pula siapa orang itu, maka siaute anjurkan kepadamu cepatlah kau tinggalkan tempat ini."

Pedang Karat Pena Beraksara - Qin HongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang