Bab. 8

4.1K 63 1
                                    

"Lencana Siu lo cin leng?" Wi Tiong hong membelalakkan matanya lebar-lebar, "lencana Siu lo cin leng..."

"Kau anggap membebaskan Ting Ci kang adalah suatu masalah kecil?" ujar Kam Liu cu dengan wajah bersungguh-sungguh, "bila lencana Siu lo cin leng tidak dikeluarkan, aku yakin pihak Ban kiam hwee pasti tidak akan melepaskan orang dengan begitu saja."

"Aku tidak tahu apa yang dimaksudkan saudara Kam dengan lencana Siu lo cin leng itu."

Kam Liu cu menjadi tertegun.

"Apakah lencana Siu lo cin leng tidak berada di sakumu?" tanyanya keheranan.

"Aku benar-benar tidak tahu."

"Aneh kalau begitu. Bukankah kau telah memperlihatkan lencana Siu lo cin leng kepada guruku waktu itu?"

Mendadak Wi Tiong hong teringat kembali akan lencana besi tersebut, buru-buru tanyanya:
"Apakah saudara Kam maksudkan lencana besi tersebut?"

"Betul, betul lencana Siu- Lo- cin-leng memang berupa lencana besi, benda itu merupakan tanda pengenal dari Siu-Lo cinkun di masa lalu, barang siapa memegang lencana tersebut dia merupakan utusan dari cinkun, bagaimana juga utusan dari Ban kiam-hwee pasti akan memberi muka kepadamu."

Wi Tiong hong sama sekali tidak menyangka kalau lencana besi rongsokan yang ditemukan dalam peti kayu milik paman yang tak di kenalnya itu mempunyai manfaat yang besar, tak heran kalau orang tua itu memberi pesan kepadanya agar menyimpannya baik-baik dan jangan sampai hilang.

Sekarang masalahnya sudah jelas, rupanya waktu itu Thian Sat-nio mengundurkan diri karena telah menyaksikan lencana besi tersebut.

Berpikir demikian buru-buru dia merogoh ke dalam sakunya dan mengeluarkan benda itu. "Saudara Kam, benda inikah yang kau maksudkan sebagai lencana Siu-Lo cin leng?"

Oleh karena lencana besi itu ia simpan di dalam baju bagian dalam, maka benda tersebut tak sampai didapatkan Thi Lohan.

Kam Liu cu memandang benda itu sekejap, kemudian mengangguk berulang kali.

"Benar, benar, memang benda itulah yang ku maksudkan. Baik, mari kita sekarang juga berangkat."

Selesai berkata, dia lantas membalikkan badan dan berjalan menuju kaki bukit.

"Saudara Kam, tadi aku masuk dari tengah hutan sana, apakah mereka tidak berada di sini?" Wi Tiong-hong segera berseru.

Tanpa berpaling Kam Liu cu tertawa terbahak-bahak. "Haaahh . . . haaahhh .... mereka sengaja bermain sembunyi dan berbuat setan untuk membohongimu, dia suruh aku tinggal di bawah tebing ciang su nia, paham mereka serombongan masih berada di depan sana."

Wi Tiong hong jadi teringat sewaktu ia digandeng oleh si dayung berbaju hijau tadi, jalanan yang ditempuh memang merupakan jalanan yang tinggi rendah tak menentu, hal mana persis seperti apa yang dilalui sekarang, maka diapun lantas mengikuti di belakang Kam Liu cu berjalan menelusuri kaki bukit.

Tak selang berapa saat kemudian mereka telah tiba di bawah kaki bukit berbatu itu, tanahnya tak terhitung tinggi namun batuan cadas berserakan di mana-mana, sebuah hutan telah menghadang jalan pergi mereka . . .

Baru saja Kam Liu cu menghentikan langkahnya, dari dalam hutan sudah kedengaran suara seseorang membentak keras. "Siapa di situ?"

Seorang lelaki berbaju hitam yang menyoren pedang dan bermata angkuh muncul dari dalam hutan dengan langkah lebar, sorot matanya yang tajam memperhatikan wajah kedua orang itu sekejap lalu berdiri tak bergerak di situ. Kam Liu cu buru buru menjura, katanya:

"Sobat, tolong beritahu ke dalam kalau Kam Liu cu dari Thian sat bun ingin berjumpa dengan Chin congkoan kalian."

Lelaki berbaju hitam itu tidak mengucapkan sepatah katapun, dia segera membalikkan badan dan menyelinap ke dalam hutan.

Pedang Karat Pena Beraksara - Qin HongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang