Bab. 11

4.7K 58 1
                                    

PELAYAN ITU BERPALING, LALU SAHUTNYA dengan suara rendah. "Tidak, dia berdiam di kamar nomor lima di serambi timur. Oh ya ... tamu wanita itu berparas lumayan, berbaju hitam dan berusianya dua puluh empat tahunan, mukanya berpotongan kwaci, beralis mata panjang dan matanya jeli, bibir kecil, hidungnya mancung dengan potongan badan tinggi semampai ..."

Dia seperti belum habis berbicara ketika dari kamar sebelah terdengar ada orang memanggil pelayan, terpaksa dia ke luar dengan langkah tergesa-gesa.

Wi Tiong-hong mengira tamu perempuan itu adalah teman akrab Ting toako, maka dia-pun tidak bertanya lebih lanjut, setelah mengambil secawan air teh, dia kembali ke kursinya dan pelan-pelan meneguknya.

Tak selang beberapa saat kemudian, pelayan datang menghidangkan sayur dan arak, kebetulan Ting Ci-kang juga telah balik kembali ke dalam kamar.

Pelayan itu segera tertawa ke arah Wi Tiong-hong dan mengundurkan diri sambil menutup pintu.

Kedua orang itu-pun bersantap di dalam kamar, selesai bersantap. Wi Tiong-hong mendongakkan kepalanya seraya berkata: "Ting Toako, menurut pelayan, katanya sore tadi ada orang datang mencarimu."

"Apakah kau telah bertanya kepadanya, manusia macam apakah itu? " tanya Ting Ci-kang dengan gelisah.

"Konon dia adalah seorang tamu perempuan yang berdiam di kamar nomor lima bilik sebelah timur."

Sekujur tubuh Ting Ci-kang bergetar keras, wajahnya menunjukkan perasaan heran, kemudian sambil tertawa hambar dia berseru: "Tamu perempuan? Aaah, mana mungkin ada tamu perempuan yang datang mencari siau heng? Selain itu, banyak ragam manusia yang tinggal di dalam rumah penginapan, yang she Ting juga bukan hanya aku seorang, mungkin dia salah mencari orang."

Ketika Wi Tiong-hong menyaksikan cara berbicaranya agak terbata-bata dan sangsi, timbul perasaan curiga di dalam hati kecilnya, cuma dia merasa segan untuk banyak bicara.

Selesai bersantap malam, tiba-tiba Ting Ci-kang berbisik dengan suara lirih. "Saudara Wi, mari kita beristirahat dulu, sebentar malam masih ada urusan lagi."

"Urusan apa?" tanya Wi Tiong-hong heran.

"Sekarang masih terlampau awal, selewatnya kentongan kedua nanti, kita akan berangkat ke An-wan piaukiok."

"Apakah dalam perusahaan An-wan piaukiok bakal terjadi suatu peristiwa." tanya Wi Tiong-hong terperanjat.

"Bukan begitu, perusahaan An-wan piaukiok milik Beng loko sudah dibubarkan, sedang gedungnya juga telah berganti pemilik."

Makin didengar Wi Tiong-hong merasa semakin keheranan, dengan cepat ia bertanya: "Kalau memang begitu, buat apa kita mesti kesana?"

"Barusan aku ke luar tak lain disebabkan persoalan itu, cuma sampai sekarang keadaannya masih kurang jelas, jadi kita harus sampai ke situ dulu barulah duduknya persoalan menjadi terang."

Wi Tiong-hong tidak tahu keadaan macam apakah yang hendak dilihat olehnya? Cuma dia yakin Ting toakonya ini pasti sudah mengetahui akan sesuatu, hanya saja enggan untuk menerangkan kepadanya.

Tanpa terasa dia lantas berpikir: "Aku toh akan pergi bersamamu, sekali-pun tidak kau ucapkan sekarang, akhirnya aku toh akan tahu dengan sendirinya."

Berpikir sampai di situ, dia lantas manggut-manggut. "Kalau memang demikian, siaute akan mengikuti toako untuk melihat-lihat keadaan."

Ting Ci-kang tersenyum dan tidak berbicara lagi, dia segera memadamkan lentera dan kembali ke pembaringan masing-masing untuk bersemedi mengatur pernapasan. Ketika kentongan kedua sudah makin dekat.

Ting Ci-kang segera melompat turun dari atas pembaringan dan berkata dengan suara lirih: "Saudara Wi, waktunya sudah tiba."

Wi Tiong-hong mengiakan dan segera melompat turun dari atas pembaringan. Pelan-pelan Ting Ci-kang membuka jendela belakang dan melompat ke luar dengan cekatan, menanti Wi Tiong-hong sudah ke luar dari jendela, dia baru menutup kembali daun jendela itu dan melompat menuju ke arah sebelah timur.

Pedang Karat Pena Beraksara - Qin HongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang