GADIS yang berada di belakangnya mendengus dingin, lalu berseru: "Hm, kau masih menyebutnya sebagai Ting Toako? orang lain sudah menotok jalan darah kematianmu, sedari tadipun sudah kabur. Hmmm ... tapi ia tak bakal terlepas, sekarang kau jangan banyak bicara dahulu."
Sementara pembicaraan sedang berlangsung Wi Tiong-hong merasa pelan-pelan ada seseorang sedang menempelkan telapak tangannya ke atas jalan darah Leng-tay-hiat di atas ulu hatinya, berbareng itu juga muncul segulung hawa hangat yang menembus jalan darahnya dan menerobos masuk ke dalam tubuhnya.
Dia segera menurut dan memusatkan seluruh perhatiannya untuk mengatur pernapasan.
Kurang lebih sepenanak nasi kemudian, dia telah selesai mengatur pernapasannya.
Terasa gadis itu menarik kembali telapak tangannya sembari berkata: "Sudah cukup, asal kau beristirahat tiga-lima hari lagi, maka segala sesuatunya akan pulih kembali menjadi sedia kala, sekarang aku akan menyusul untuk mengambil kembali benda milikmu itu."
Begitu selesai berkata, tampak sesosok bayangan manusia yang kecil mungil menyelinap lewat dari sisi tubuhnya dan melayang ke luar lewat jendela belakang.
Buru-buru Wi Tiong-hong melompat bangun sambil berteriak: "Nona, harap tunggu sebentar."
Waktu itu, sebenarnya bayangan kecil mungil tadi sudah berada di depan jendela, mendadak ia berhenti dan berpaling seraya berkata. "Aku hendak mengejar Ting Ci-kang."
Menanti dia berpaling, Wi Tiong-hong baru dapat melihat jelas kalau nona yang telah menyelamatkan jiwanya ialah nona bermuka jelek yang pernah dijumpai sewaktu berada di tempat tinggal Heng-san Gisu tempo hari.
Tanpa terasa dia menjadi tertegun, buru-buru katanya sembari menjura. "Sudah dua kali nona menyelamatkan jiwaku, untuk itu aku merasa berterima kasih sekali, aku harap nona jangan melakukan pengejaran."
"Mengapa? Masa kau biarkan barang milikmu itu dirampas olehnya dengan begitu saja?"
Wi Tiong-hong baru pertama kali ini terjun ke dalam dunia persilatan, sejak berkenalan dengan Ting Ci-kang, dia selalu menganggapnya sebagai seorang sahabat sejati.
Siapa sangka hanya dikarenakan sebatang pena kemala, sahabat yang dianggapnya sebagai saudara sendiri itu begitu tega untuk turun tangan keji terhadap dirinya, dari sini dapat diketahui kalau manusia dalam dunia persilatan sukar diduga hatinya, tahu orangnya, tahu wajahnya belum tentu mengetahui hatinya.
Berpikir sampai di sini, dia menjadi murung, sambil menggelengkan kepalanya, katanya lirih. "Pena kemala itu yang aku dapatkan tanpa sengaja, sekali-pun diperoleh kembali juga tak akan bermanfaat bagiku, kalau toh sudah diambil olehnya, biarkan saja dia ambil, memang akulah yang telah salah memilih teman, tapi dengan bekal pengalaman ini aku berharap di kemudian hari peristiwa semacam ini tak akan terulang kembali."
Gadis bermuka jelek itu tertawa cekikikan. "Waah, kau memang seorang yang berjiwa besar, Lou-bun-si merupakan benda mestika dari dunia persilatan, setiap orang berharap bisa memperoleh mestika tersebut, betulkah kau sudah tidak mau lagi?"
"Sekali-pun pena beraksara Lou-bun-si merupakan benda mestika yang tiada taranya di dunia ini, namun benda mana tak lebih hanya merupakan benda sampingan. Bagi diriku, yang paling berharga di dunia ini adalah suatu persahabatan, orang kuno bilang: 'Bila mempunyai seorang teman yang sehati, sekali-pun harus mati juga tak perlu menyesal.'"
Sebetulnya perkataan itu diutarakan oleh Wi Tiong-hong karena selama ini dia selalu menganggap Ting Ci-kang sebagai toakonya, akan tetapi Ting Ci-kang telah menghianati persahabatan itu hanya dikarenakan sebuah benda sampingan, karena kesal, maka ucapan mana baru diutarakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pedang Karat Pena Beraksara - Qin Hong
AkcjaKonon puluhan tahun yang lalu, Ban Kiam-hwee cu dengan mengandalkan ilmu pedangnya malang melintang dalam dunia persilatan tanpa tandingan. Ternyata di perguruan Lam Hay terdapat sebutir mutiara mestika yang dinamakan Ing-Kiam-Cu (mutiara pemancing...