Bab. 17

4.7K 59 0
                                    

TAK SELANG BEBERAPA saat kemudian, dari bawah bukit situ kedengaran juga suara langkah kaki manusia yang berjalan makin mendekat, agaknya ada orang sedang berjalan sambil berbincang-bincang.

Tanpa terasa Lok Khi melongok keluar dan mengintip sekejap. kemudian tanyanya: "Engkoh Hong, menurut kau siapa yang telah datang? jangan mengintip, kau harus menebaknya"

Wi Tiong hong segera memasang telinga baik-baik, ia mendengar suara langkah kaki dari beberapa orang itu sudah berada tujuh delapan kaki dari hadapan mereka.

Tiba-tiba terdengar seseorang berkata dengan suara yang menyeramkan "Tentu saja mereka tak akan pernah menduga, setelah pinto dibebaskan kini pinto berani datang lagi, Chin tua seng tinggal di dalam sebuah rumah gubuk di tengah hutan sana." Orang yang lain segera tertawa tergelak.

"To-heng memang benar-benar hebat, kalau dibicarakan sebetulnya memalukan sekali, waktu itu sepasang mata pinceng ditutup juga dengan secarik kain, tapi secara diam-diam, aku telah menghapalkan jumlah langkah kakinya, siapa tahu setelah dihitung-hitung ternyata hanya sampai di tengah hutan Siong di bawah ciang-siu-nia sana, kalau dihitung dari sini paling tidak mencapai satu-dua lie lebih."

Pembicaraan yang mereka langsungkan tidak terlalu nyaring, namun dapat terdengar sangat jelas.

Wi Tiong-hong seperti membayangkan kembali pengalaman yang dialaminya tempo hari, waktu itu dia pun diajak dayang berbaju hijau itu berjalan jalan hingga sampai setengah harian lamanya, persis seperti apa yang dikatakan orang-orang itu, tanpa terasa dia tertawa geli.

Kepada Lok Khi katanya kemudian: "Mereka adalah Ma koan tojin serta Thi-lohan Khong beng hwesio..."

"Kau sudah mendengar suara pembicaraan mereka, tentu saja segera tahu, tidak bisa dihitung. ehm, ayo coba tebak siapa yang lainnya pembicara-pembicara itu?" Wi Tiong hong segera tertawa.

"Dua sudah tertebak jitu, kalau masih ada seorang lagi tentu sudah pasti dia adalah si naga tua berkepala botak To Sam seng."

Baru selesai dia berkata, sinaga tua berkepala botak telah berkata pula: "Sedari tadi siaute kan sudah bilang sudah pasti apa yang kita alami hanya merupakan jebakan musuh untuk membingungkan pikiran kita, padahal jalan untuk masuk dan keluar dari bukit ini cuma satu, menurut perhitungan Khong beng taysu, semuanya mencapai tiga tikungan dan sembilan puluh enam tanjakan, persis seperti jumlah hitungan yang siaute ingat, hal ini sudah membuktikan kalau perhitungan kita ini tak bakal salah."

"Andaikata saudara To itu harus memasuki lorong rahasia bawah tanah lagi, apakah kau masih dapat mengingatnya dengan jelas?" Naga tua berkepala botak segera tertawa.

"Soal lain siaute tak berani berbicara, tapi kalau cuma soal jalanan yang pernah siaute lewati, hampir semuanya tentu kutinggali kode rahasia."

Wi Tiong hong yang mendengar ucapan tadi itu diam-diam mengangguk, pikirnya:

"Bagaimana pun juga jahe memang semakin tua semakin pedas, mereka sudah lama disekap di sana, sebelum dibebaskan hanya tinggal di situ terus, kemudian waktu di bebaskan juga harus berjalan lebih dulu, memang tidak sulit untuk meninggalkan kode rahasia secara diam-diam."

"Asal kau sudah berbuat demikian, urusan akan lebih muda untuk diselesaikan," seru Khong beng hwesio kemudian.

"Apa bila kita sudah menemui pintu masuknya, biar To lo koko yang membawa jalan," kata Ma-koan tojin pula, "asal kita dapat membekuk Chin Toa-seng, sehebat-hebatnya jago pedang berpita hitam anak buahnya aku rasa tak perlu dikuatirkan lagi."

"Hek bun-kun Cho Kiu-moay tidak berada di sini, kalau cuma untuk menghadapi Chin Tay seng saja, dengan kemampuan toheng dan pinceng berdua pun aku rasa sudah cukup untuk menghadapinya," kata Khong beng hwesio kemudian.

Pedang Karat Pena Beraksara - Qin HongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang