Bab. 18

4K 52 1
                                    

SEMENTARA itu Lu pan beracun telah berjalan balik dari pohon besar itu, dia menuding ke arah batuan cadas tersebut dengan penggaris besinya, kemudian berkata:

"Coba siapakah di antara kalian yang bersedia menyingkirkan batu- batu cadas itu, coba diperiksa apakah di dalamnya terdapat gelang besinya ?"

"Biar pinceng yang mencoba." Khong beng hwesio segera berseru dengan cepat.

Sambil berkata, dia berjongkok dan telapak tangannya pelan-pelan ditolak ke arah depan. Tenaga pukulannya memang hebat sekali, tampak batuan cadas yang besar kecil bertumpuk menjadi satu itu segera terdorong pergi dari posisinya semula oleh dorongan pukulan tangannya itu.

Dari atas permukaan tanah muncul pula batuan cadas lain dalam jumlah yang lebih banyak.

Sorot mata semua orang telah tertuju ke atas batu cadas tersebut, tapi kecuali batuan cadas, di situ tak ditemukan gelang besi macam apa pun. . .

Melihat hal itu, Lu pan beracun bergumam: "Masa keliru? seharusnya di sinilah letaknya."

Dengan mempergunakan penggaris besi itu dia melakukan pemeriksaan lagi disekitar batu cadas tersebut, tapi kemudian sambil menggelengkan kepalanya dia segera berlalu dan mendekati pohon besar tersebut.

Dengan penggaris besi, kembali dia mengetuk badan pohon tadi, kembali ujarnya: "Siapakah di antara kalian yang bersedia untuk mencabut pohon itu dan diperiksa bawahnya ?"

"Apakah di bawah pohon ada gelang besinya?" tanya si Naga tua berekor botak.

"Harus diperiksa dulu baru ketahuan."

"Baik, lohu akan mencabutnya untuk diperiksa."

Pohon besar itu tingginya mencapai berapa kaki, dengan sepasang tangan memeluk dahan pohon kencang kencang, dia segera menggoyangkannya beberapa kali, lalu sambil membentak:

"Naik!" Pohon besar itu berikut akar-akarnya segera tercabut keluar dari atas tanah.

Dengan penggaris besinya Lupan beracun menggali seputar tanah bekas pohon, tapi sesaat kemudian dia sudah berdiri, katanya sambil menggeleng gelengkan kepalanya: "Pintu masuk mereka tidak berada di sini."

Dengan amat kecewa Tok Hay ji berseru: "Tidak mungkin salah, tempo hari sudah jelas aku berjalan keluar dari rumah gubuk mereka."

"Rumah gubuk?" Lu pan beracun melototkan matanya, "di tempat ini ada sebuah rumah gubuknya ?"

"Yaa, benar Rumah gubuk itu berada disekitar sini, tapi sekarang sudah mereka bongkar dan tak ditemukan lagi bekas-bekasnya."

"Mengapa tidak kau katakan sedari tadi ?"

"Rumah gubuknya sudah dibongkar sehingga sama sekali tak ditemukan lagi bekas-bekasnya, sekalipun dibicarakan apalah gunanya ?"

"Tentu saja ada gunanya."

Begitu selesai berkata, dia mulai menghitung lagi dengan cermat, lalu sambil berkemak-kemik menghitung angka, dia berjalan masuk ke dalam hutan kecil di sisi bukit, di situlah dia berhenti.

Kemudian dari sakunya dia mengeluarkan sebuah kompas kecil yang diletakkan di tanah dan diamati setengah harian lamanya. Mendadak ia tertawa tergelak. serunya:

"Haah .. .haah. . . haah . .rumah gubuk itu seharusnya berada di sini Kalian segera turun tangan dan mencabut keluar dua baris pepohonan yang ada di deretan paling belakang."

Yang dimaksudkan dengan dua baris pepohonan itu, paling tidak berjumlah dua-tiga puluh batang pohon lebih. Tok Hay ji segera berseru. "Lo suko, kali ini kau tidak bakal salah menghitung ??"

Pedang Karat Pena Beraksara - Qin HongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang