Bab. 28

3.7K 52 0
                                    

SEBELUM hari menjadi gelap, Soat-ji muncul di kamar Wi Tiong-hong sambil menghidangkan hidangan malam, katanya kemudian:

"Tadi nona Cho telah berpesan, sebelum malam tiba nanti mungkin ada kejadian di sini, harap siangkong selekasnya bersantap dulu !"

Tampaknya ia sibuk sekali, setelah meletakkan baki itu ke meja, ia segera mengundurkan diri.

Seorang diri Wi Tiong hong menyantap hidangan malamnya, kemudian baru mengambil pedang dari bawah pembaringan tampak pada gagang pedang tersebut terdapat pita berwarna merah.

"Bagus sekali." ia segera berpikir, "tak nyana kalau aku bakal menjadi jago pedang berpita merahnya !"

Mendadak tergerak hatinya, dia berpikir: "Sudah tentu Cho Kiu moay tak akan memasang pita merah pada gagang pedangku bila tanpa sebab musabab tertentu, ini berarti perbuatannya pasti mempunyai maksud-maksud tertentu." Berpikir demikian, ia lantas meletakkan pedang itu ke atas pembaringan, kemudian duduk sambil bersandar.

Cuaca makin lama semakin bertambah gelap, suasana remang-remang sudah menyelimuti seluruh jagad.

Di tengah remang-remangnya cuaca inilah, tampak sesosok bayangan manusia dengan gerakan tubuh yang paling cepat meluncur ke arah rumah gubuk tersebut.

Gerakan tubuh orang itu cepat sekali, dalam waktu singkat ia sudah tiba di depan rumah gubuk itu, mendadak kakinya menjadi lemas kemudian roboh terjengkang ke atas tanah.

Waktu itu Soat-ji sedang mencuci mangkuk di dalam dapur, ketika mendengar suara benturan keras itu, tergopoh-gopoh dia lari keluar begitu menyaksikan orang itu tergeletak di tanah, dengan terkejut segera serunya:

"Kenapa dengan orang ini? Koko, kalian cepat datang kemari !"

Wi Tiong hong yang mendengar suara itu segera membuka pintu siap beranjak keluar.

Tapi sebelum dia melangkah keluar, terdengar Soat ji telah berseru dengan nada gelisah.

"Siangkong, kau jangan turut keluar, bila kau keluar maka urusan akan menjadi terbengkalai!"

Karena mendengar perkataan itu terpaksa Wi Tiong hong harus mengundurkan diri ke dalam ruangan lagi.

Dari balik bilik nomor satu di sebelah kanan rumah gubuk tampak ada dua orang lelaki sedang berjalan pulang sambil membawa cangkul, ketika mendengar teriakan dari adiknya, mereka segera mempercepat langkahnya memburu datang.

Soat-ji segera memeriksa dengusan napas orang itu, kemudian sambil mendongakkan kepalanya dia berseru:

"Dia masih bisa bernapas, ia belum mati."

Ketika dua orang itu tiba di depan rumah, Soat ji berseru kembali:

"Koko kalian cepat menggotongnya masuk ke rumah, aku akan mengambil semangkuk kuah."

Selesai berkata dia lantas masuk ke dalam rumah dengan cepat. Ketika melewati depan pintu ruangan Wi Tiong hong, mendadak bisiknya dengan suara lirih:

"Siangkong, cepat kau tutup pintu kamarmu, bila aku tidak memanggilmu, harap kau jangan keluar."

Wi Tiong hong tahu kalau perempuan ini sangat cerdas dan cekatan, mendengar perkataan tersebut, dia segera menutup pintu kamarnya rapat-rapat.

Dua orang lelaki petani itu segera meletakkan cangkulnya yang kemudian menggotong orang itu masuk ke ruang tamu dan membaringkannya ke atas lantai, setelah itu memasang lentera.

Agaknya ke dua orang itu agak gelagapan dan gugup, yang seorang memeriksa dadanya sedangkan yang lain menguruti otot kakinya, namun orang itu tetap tergeletak tak sadarkan diri.

Pedang Karat Pena Beraksara - Qin HongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang