17. Retisalya

36.8K 3.1K 556
                                    

Kalau dunia bertanya padamu, manakah yang lebih penting antara mendapat sinar matahari atau menghirup oksigen, maka kau akan menjawab seperti apa? Bumi tanpa matahari akan dingin, beku lalu tak ada kehidupan. Manusia tanpa oksigen, tidak akan bisa bernapas kemudian mati. Lantas, bagaimana jika seseorang yang kau anggap oksigen bagi hidupmu, ternyata adalah karbon monoksida yang meracunmu tanpa ampun, atau sesuatu yang kau anggap matahari menghangatkan berubah menjadi matahari yang menjerangmu hingga kerontang?

Begitulah yang dirasakan Kejora. Dia tidak pernah menyangka akan mengalami hal seperti ini, bertemu wanita yang terlibat hubungan dengan suaminya. Mentalnya seperti dicelup dalam kawah panas. Terutama saat mendengar kehamilan Hye Jin. Dia tidak mampu menampung beban itu sendirian. Tidak bisa memutuskan pilihan yang akan diambil. Bersikap masa bodoh karena ini bukan urusannya lalu menyalahkan Hye Jin yang tidak bisa menjaga dirinya sendiri atau meninggalkan Jao karena pria itu benar-benar melampaui batas. Rasanya, baru kemarin dia bahagia karena Jao mau berubah, tapi..., lihatlah, betapa mudah pria itu menghancurkan dirinya, sehancur-hancurnya.

"Mau sampai kapan kau melamun? Ini sudah malam, kau tidak berniat pulang? Ponselmu sejak tadi bergetar terus, apa kau tidak ingin mengangkat panggilan itu? Siapa tahu penting." Sibad menatap iba. Jemarinya meremas-remas khawatir. Selama kenal, Kejora tidak pernah tampak sekacau ini, tidak punya ambisi dan muram, "aku antar pulang, ya...."

"Aku tidak punya tempat untuk pulang. Rumah yang kutinggali beberapa bulan ini tidak mampu memberiku satu alasan pun untuk bertahan."

"Ning...."

"Aku pernah berpikir akan menerima semua keadaannya, baik buruknya. Bukan masa lalunya yang kulihat, tapi ternyata hari ini adalah akibat dari kemarin. Mau melakukan apapun, aku tetap tidak bisa menghapus masa lalu Jao," suara itu didominasi pesimis dan rasa takut. Kejora menunduk, mengusap wajah kemudian menggumamkan istighfar.

"Oke..., Jao memang pernah memiliki hubungan spesial dengan Hye Jin. Tapi, belum tentu Jao menghamilinya," Sibad mencoba menguatkan.

"Belum tentu Jao menghamili Hye Jin? Kamu lupa, Ning. Allah saja pernah dia tinggalkan. Untuk kehidupan bebasnya, apakah ada norma yang bisa mengikatnya, aturan yang ia patuhi dan tidak dilanggar?" Kejora berusaha mati-matian untuk tidak meneteskan airmata lagi. Dia tidak mau menangis untuk pria yang tidak bertanggung jawab semacam Jao.

"Jangan gegabah menyimpulkan, Ning! Aku tidak suka kamu menghakimi Jao. Aku tahu dia pernah jauh dari Allah, tapi waktu selalu dinamis. Kamu juga harus meminta penjelasan darinya. Benar tidak Hye Jin hamil anaknya. Jangan hanya mendengar cerita dari satu pihak. Sekarang jawab pertanyaanku, apa kau sudah bertanya pada Jao?" Sibad menahan napas di dada. Lalu, ketika Kejora menjawab dengan gelengan lemah, dia kembali melanjutkan, "yang perlu kamu percayai pertama kali adalah suamimu, bukan Abraham atau Hye Jin. Jika memang itu anak hasil zina mereka, maka kamu baru boleh menangis. Tapi, selama Jao belum mengklarifikasi, jangan buang waktu dan kesedihanmu sia-sia."

Kejora mengedip, seluruh logikanya membenarkan ucapan Sibad. "Apa..., menurutmu apa yang harus kulakukan?"

"Jangan tanya padaku. Kamu lebih tahu jalan mana yang akan kau tuju. Menasehati adalah kewajibanku karena kamu adalah sahabatku, tapi mengenai pilihan..., itu adalah hakmu, Ning." Sebuah senyum simetris tersungging di bibir Sibad,

Kejora bisa merasakan energi positif mengalir dalam dirinya. Ia ikut tersenyum kemudian menggumamkan terima kasih. Sibad semakin melebarkan senyumannya, dari telinga ke telinga.

"Ayo, kuantar kamu pulang," lalu ditariknya pergelangan tangan Kejora.

***

Yang buru-buru menghampiri ketika Kejora datang adalah Berlian. Dia tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Tapi, setelah tahu kakak iparnya baik-baik saja, ia mendesahkan napas panjang. Lega. Prasangka buruknya musnah begitu disapa. Ia langsung memeluk Kejora.

Pria Gerhana Yang Membawa Cinta Untuk SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang