Sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan sedang berhenti tepat di depan sebuah rumah besar yang terkesan klasik. Keluarlah seorang wanita cantik berambut sebahu, diikuti oleh seorang pria dan dua orang anak perempuan.
"Wah, rumah nenek bagus ya", seru anak perempuan berambut panjang yang tengah memeluk boneka, bernama Zarra.
Wanita yang merupakan ibu dari dari anak itu hanya tersenyum seraya mengelus lembut kepalanya.
Mereka berempat pun berjalan menuju pintu rumah. Sang ayah mengeluarkan sebuah kunci dari sakunya dan memasukannya ke lubang kunci, memutarnya perlahan hingga terdengar suara 'klik', dan membuka pintu besar dari kayu jati itu menghasilkan suara deret pintu yang sedikit memilukan.
Di dalam sana nampak banyak perabotan rumah seperti sofa dan meja yang ditutupi oleh kain putih. Kedua anak perempuan yang merupakan kakak beradik itu langsung berlari ke dalam rumah dan menaiki tangga.
"Aku ingin kamar yang besar!"
Teriak anak perempuan yang lebih tinggi dari Zarra, bernama Sarah. Zarra yang tak mau kalah dengan kakaknya pun ikut berlari mengekorinya.
"Tidak! Kamarku yang harus besar! Tunggu aku kak!"
"Jangan berlarian di tangga, berbahaya!", ucap sang ibu memperingati namun sepertinya tak dihiraukan oleh kedua anaknya.
Sang ayah melihat ke sekeliling rumah. "Hmm, sepertinya kita harus segera membenahi barang-barang kita"
Wanita cantik bersurai sebahu itu mendekati sang suami yang bernama Alfie itu, membelai pipinya, dan menatapnya. "Kau yakin? Apakah kau tidak lelah, sayang?"
Alfie menggenggam tangan Laila yang membelai pipinya dan membalas tatapannya. Tangannya yang satu lagi mendorong punggung sang isteri agar lebih merapat pada tubuhnya. Dada bidangnya yang kini bersentuhan dengan payudara Laila yang lembut, menghasilkan sensasi tersendiri baginya.
Laila tersentak kaget ketika tiba-tiba suaminya itu mencium bibirnya, dan melumatnya perlahan. Laila membalas ciumannya dengan kedua tangannya beralih memeluk leher sang suami.
Tangan Alfie tak diam begitu saja, tangannya bergerak turun menuju pantat sintal sang isteri.
Sementara itu Zarra dan Sarah yang tengah mencari kamar mereka di lantai dua menemukan sebuah pintu yang entah kenapa menarik perhatian mereka berdua.
"Ini ruangan apa?", tanya Sarah seraya menyentuh permukaan pintu yang sedikit berdebu itu.
Mata sang adik tiba-tiba berbinar sumringah, "apa jangan-jangan ini ruangan rahasia yang di dalamnya ada harta karun?"
Sang kakak yang berumur 8 tahun tentu saja tak percaya dengan perkataan adiknya yang berumur 5 tahun itu. "Hah? Mana mungkin"
Zarra tetap teguh dengan perkataannya dan mencoba memutar knop pintu yang ternyata tidak dikunci itu. Pintu itu pun terbuka, dan menampakan sebuah ruangan yang gelap.
"Ayo kak, kita masuk!"
Sarah tiba-tiba saja merasakan dingin di sekujur tubuhnya ketika pintu itu dibuka. Lantas ia memiliki firasat buruk jika ia dan adiknya masuk ke sana.
"Jangan masuk Zarra! Ayo kita bicara dulu pada ayah dan ibu!"
Zarra menatap kakaknya itu dengan tatapan mengejek, "eeeeh?? Kau kenapa? Jangan-jangan kau takut yaa??"
Sarah tak mengakuinya. Karena merasa gengsi terhadap adiknya akhirnya ia pun berpura-pura untuk jadi seorang kakak yang pemberani, "mana mungkin aku takut!"
Zarra kemudian menarik paksa tangan kakaknya itu untuk mengikutinya masuk. "Kalau begitu ayo masuk"
Ketika mereka berdua telah memasuki ruangan gelap itu, tiba-tiba saja pintu di belakang Sarah tertutup sendiri dengan keras. Lantas mereka berdua berteriak ketakutan seraya memukul-mukul pintu kayu itu.
"Ibu!! Ayah! Buka pintunyaa!!"
Berkali-kali mereka berteriak namun tak ada yang menyahut dari luar. Zarra pun menangis ketakutan. Sarah yang merupakan anak tertua, tentunya merasa harus melakukan sesuatu.
"Tenang Zarra, jangan menangis. Ayah dan ibu pasti akan segera membukakan pintu untuk kita"
Mereka berdua tak bisa melihat apapun di dalam sana. Karena itu Sarah memegang tangan Zarra dengan erat seraya mengelus punggungnya yang gemetaran.
Sarah tertegun ketika merasakan deru nafas seseorang tepat di lehernya. Ia merasa di ruangan ini ada orang lain selain mereka berdua.
Ia buang jauh-jauh fikiran negatif itu dan berasumsi bahwa itu hanyalah angin. Namun deru nafas itu mulai terasa berat, dan samar-samar ia mendengar suara seorang perempuan di telinganya.
Suara yang membisikan sesuatu. "Keluar.... Keluar...."
Kini Sarah mulai merasa sangat takut. Ia terus berharap kedua orang tuanya segera membukakan pintu itu.
Bruk!
Mereka berdua tersentak kaget mendengar suara seperti benda jatuh di depan sana, yang tentunya tak dapat mereka lihat apa itu.
Tap
Tap
Tap
Kemudian kini mereka mendengar suara langkah kaki di depan sana. Langkah yang pelan, dan menyeret sesuatu. Lantas kakak beradik itu pun merasa sangat ketakutan ketika langkah itu perlahan menuju tempat mereka kini.
Dapat mereka rasakan seseorang tengah berdiri tepat di depan mereka berdua.
"Kyaaaa!!!! Ibuuuu!!!", Zarra menjerit sekencang yang ia bisa.
Alfie dan Laila yang mendengar hal itu langsung bergegas menuju lantai dua. Mereka berdua mencari ke setiap kamar yang ada, namun tak menemukan anak mereka.
"Zarra!! Sarah!! Kalian dimana?", sang ayah berteriak memanggil nama mereka berdua.
Mereka sampai ke ujung lorong dan menemukan sebuah pintu paling berbeda dari pintu yang lain. Dan pintu itu terkunci.
"Sarah! Zarra! Apa kalian ada di dalam?!", teriak Laila seraya berusaha memutar-mutar knop pintu, berharap pintu itu terbuka.
Kemudian terdengar suara jeritan Sarah yang langsung membuat sang ayah segera mencoba mendobrak pintu. "Menjauhlah Laila"
Brak! Brak! Brak!
Pintu itu pun akhirnya bisa terbuka. Kemudia Sarah berlari keluar dan memeluk sang ayah sambil menangis tersedu-sedu.
"Mana Zarra, sayang?", tanya sang ibu seraya mengelus rambut putrinya itu.
Dengan tangan bergetar, Sarah menunjuk ruangan yang gelap itu. Sang ibu dan sang ayah mengerutkan kedua alisnya. Apa maksudnya? Apakah Zarra berada di dalam ruangan gelap itu?
Namun dengan cepat sang ibu mengambil senter dan menyerahkannya kepada Alfie. Kemudian Sarah mendekati ibunya dan memeluknya erat dengan tubuh bergetar ketakutan.
Alfie menyalakan senter dan berjalan dengan hati-hati ke dalam ruangan itu. Ia mengarahkan senter ke sekeliling ruangan yang gelap, guna mencari putri kecilnya.
Di ruangan gelap itu nampak sangat berantakan dan kotor, seperti gudang yang sudah tak diurus bertahun-tahun. Cahaya senternya berhenti tepat di sudut sana, tepat dimana terdapat sebuah cermin besar yang lusuh dengan bingkai berkarat.
Alfie menatap bayangan dirinya sendiri. Cermin itu seakan menghipnotisnya supaya terus terpaku pada pantulan bayangannya. Ia terus terpaku hingga suara Laila menyadarkannya.
"Sayang, apa kau baik saja?"
Alfie menoleh ke belakang sebentar, "aku baik-baik saja", dan kembali menoleh ke depan.
Namun kini ia tersentak ketika kedua matanya melihat sang putri kini tengah meringkuk tak sadarkan diri di depan cermin itu. Padahal ia yakin tadi di sana tak ada apapun selain cermin yang menunjukan pantulan bayangannya.
Alfie segera menghampiri putrinya dan menggendongnya ke luar.
Alfie dan keluarganya tak tahu jika mereka telah salah karena sudah membuka pintu terlarang itu. Pintu yang sengaja dikunci selama bertahun-tahun demi mengurung sebuah kutukan di dalamnya. Ya, kutukan dari cermin itu.
Alfie, kau telah melihatnya. Melihat cermin itu. Karenamu 'ia' pun tersenyum menyeringai dengan mata berwarna merah menyala.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Look At The Mirror
HorrorJangan lihat cermin itu atau kau akan terkena kutukan