Prolog

1 0 0
                                    

Hujan di sore hari ini sungguh deras. Dibalik kaca kafe, aku duduk termenung. Sesekali aku menyeruput kopi hitam yang ada di depan aku. Pahit rasanya. Kata orang kopi hitam itu pahit. Tidak, itu tak berlaku bagiku. Kopi hitam selalu mengingatkanku kepada temanku, Enola.

Di sudut kafe aku terus duduk menunggu seseorang. Tak begitu spesial. Namun aku hanya ingin menagih janjinya. Ia pernah berkata kepadaku ia akan datang hari ini, di tempat dan waktu yang sama di saat kami berkencan—mungkin bisa dibilang begitu, untuk pertama kalinya.

Hujan semakin deras. Jam menunjukan pukul 8 malam. Sudah satu jam lebih aku menunggu dari waktu yang di tentukan. Kemana ia? Mengapa ia tak kunjung datang? Apa ia lupa tentang janjinya? Entahlah aku tidak mendapatkan kabar sedikitpun darinya.

Jarum jam terus bergulir. Aku tak bisa sering melihat Handphone-ku yang baterainya sudah semakin sedikit. Terakhir kali aku membuka Handphone-ku sekitar lima belas menit yang lalu. Oh ya, cara terbaik untuk menghemat baterai adalah dengan menggunakan mode silent dengan fitur getar yang dimatikan. Selain itu, matikan koneksi internet. Walaupun resikonya kamu akan terputus dengan informasi terbaru di Handphone-mu.

Aku terus menanti kehadirannya hingga kantuk menghinggapiku. Mata terasa berat. Hujan pun sudah tidak terlalu berat. Apa aku harus terus menunggu? Apa aku tinggalkan saja dia? Ah sudahlah, aku tinggalkan saja, lagi pula aku sudah terlalu lama berada di kafe ini. Tidak enak dengan pekerja di sini, memesan segelas kopi namun duduk untuk waktu yang cukup lama.

Walaupun sudah tidak hujan deras, aku tetap membuka payung hitam. Gerimis masih menghinggapi malam ini. Aku coba untuk menghubunginya, walaupun aku tahu dia akan marah kepadaku. Dia bilang kepadaku sedang tak mau diganggu.

1 pesan baru.

Tertuliskan nama Enola sebagai pengirim pesan itu.

Temui aku di tempat pertama kali kamu menyapaku.

Aku terdiam membaca pesan itu. Seakan semua ingatanku dipaksa untuk naik ke permukaan.

Kamu kenapa Enola? Kamu baik-baik saja kan?

Pikiranku kacau. Semua dipenuhi semua hal tentang dia. Tanpa aku sadari dadaku terasa sesak karna panik. Supir taksi yang akan kunaiki pun terkena imbas kepanikanku. Dalam taksi aku tak bisa diam. Terus menggerutu sambil meminta supir untuk mempercepat laju kendaraan.

Tunggu aku. Disitu. Di tempat dua jenis air dari sumber yang berbeda itu. Aku datang. Untukmu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 15, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EnolaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang