Belum bisa...
Aku masih belum bisa membuka hati.
Mungkin akan lama...
Atau mungkin, akan sangat lama.
Aku tidak tahu.
Kata-kata itu terucap begitu saja dari mulutmu. Aku tidak tahu harus berkata apa?
Tidak perlu terburu-buru membuka hati. Aku mengerti apa yang kamu rasakan sekarang. Aku akan menunggumu. Jadi kamu tidak usah khawatir tidak ada yang menyayangimu. Lagi pula selama ini bukankah aku selalu menunggumu? Ingin sekali aku mengucapkan kalimat seperti itu padamu, tapi sayangnya, aku tetap tidak bisa berkata apa-apa saat ini. Kamu di hadapanku, dan kamu sedang patah hati. Malam ini aku hanya ingin menghiburmu. Jadi, aku akan bertingkah sedikit agak konyol.
"Jadi kayak apa wajah selingkuhan pacarmu itu?" tanyaku sambil senyum-senyum.
"Ih, udah bukan pacar lagi!" kamu mendengus kesal.
"Oh ya? Mantanmu itu deh?"
Kamu berpikir sebentar, "kayak Ayam sayur!"
Aku menekan hidungku ke atas dengan jari telunjuk, "kayak gini?"
"Iiih bukan! Itu mah Babi!!" kemudian kamu memukul lenganku dan tertawa. Aku juga ikut tertawa. Tertawa karena melihatmu tertawa. Kita tertawa. Aku tidak mengerti kenapa aku bisa begitu senang ketika melihatmu tertawa.
Malam ini aku dan kamu bertemu. Berbicara lagi di tempat ini. Di atas gedung yang telah lama kamu lupakan. Entah sudah berapa lama kamu tidak ke tempat ini. Entah sudah berapa lama kamu tidak mengisi tumpukan batu dan kayu yang kita susun sehingga menyerupai bangku panjang. Tidak terlalu panjang, cukup hanya untuk kita berdua.
Aku hanya ingat, sewaktu kita masih sama-sama sendiri, kita selalu menghabiskan waktu di sini. Bercerita tentang apapun yang kita mau. Tapi sejak kamu di kendalikan oleh orang yang kamu sebut 'kekasih' itu aku tidak pernah melihatmu lagi di sini. Aku tetap datang ke sini, kamu tidak. Setiap sore, aku sendirian.
Tempat ini adalah tempat bersejarah bagi kita. Kita? Ahh! Tentu saja tidak kita, hanya aku, tidak tahu kalau kamu bagaimana? Menganggapnya seperti apa? Aku tidak tahu. Mungkin kamu tidak ingin tahu. Tapi sebenarnya, aku sudah mencintai kamu sejak saat itu, sejak kita sering bertemu dan mulai bercerita, kadang tentang orang-orang yang pernah kita cintai, kadang tentang orang-orang yang kita benci, kadang tentang orang yang kita cinta yang kemudian kita benci. Tentu hanya mereka yang meninggalkan luka saja, dan ketika kita sama-sama merasakan sesuatu yang kamu sebut dengan 'kehilangan'. Sejak saat itu, ya, benar.
Tapi, malam ini aku sedikit jengkel, kamu datang tidak dengan rasa bahagia. Kamu datang dengan kesedihan. Kamu berkata semua lelaki sama saja. Kamu berkata lelaki tidak dapat dipercaya. Kamu berkata lelaki adalah makhluk paling egois yang pernah diciptakan Tuhan. Lalu kamu menangis. Aku masih belum mengerti kenapa kamu berkata seperti itu. Aku belum sempat bertanya banyak. Karena kamu datang, duduk di sebelahku, lalu menangis.
Aku ingin memelukmu saat ini. Tapi aku tidak berani. Aku bukan siapa-siapa. Aku hanya teman yang, sering kau lupakan, tapi aku, tidak pernah melupakanmu. Aku bukan siapa-siapa. Aku hanya teman yang, jika kau sedih, kita baru bisa bicara. Sebenarnya, aku tidak masalah dengan predikat semacam itu. Hanya saja, aku... entahlah.
"Kenapa?" tanyaku sedikit canggung.
"Aku gak nyangka dia bisa kayak gitu." Jawabmu.
"Kenapa?" aku bertanya hal yang sama dua kali.
"Iya... dia..." jawabmu sendu.
"Dia ngelakuin apa?"
Kamu diam sebentar, lalu menangis, "dia selingkuh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Jatuh Cinta Dulu [CERPEN]
KurzgeschichtenTidak perlu terburu-buru membuka hati. Aku mengerti apa yang kamu rasakan sekarang. Aku akan menunggumu. Jadi kamu tidak usah khawatir tidak ada yang menyayangimu. Lagi pula selama ini bukankah aku selalu menunggumu?