Part 3 - 18th

10 1 0
                                    

"Wah wahh, anak ibu sudah besar ya. Selamat ulang tahun Kei. Ibu doakan kamu sukses trus, panjang umur, sehat selalu. Apapun yang terbaik ya," perkataan ibu tiba-tiba membangunkan ku dari mimpi semalam.

"Aaa ibu, terimakasih. Amin!"

"Ayah mu kirim kan ini sama ibu. Baca suratnya," ucap ibu sambil menyodorkan sebuah amplop surat.

Untuk Kei
Dari ayah

Kei nya ayah sudah besar. Ayah janji bakal pulang secepat mungkin. Doakan ayah disini ya Kei. Doa ayah untukmu yaitu, kamu sukses nak. Apapun yang kamu akan lakukan untuk masa depan kamu, lakukanlah yang terbaik Kei. Ayah dan ibu akan selalu mendukung mu, walaupun ayah sendiri tidak disana saat ini.

Disini ayah rindu sekali sama kamu, ibu, dan adik kamu Kei. Salam untuk semua ya.

     Ayah.

Dan ayah menyelipkan beberapa cetakan foto berukuran 2r. Foto-foto ayah benar-benar bagus dan tambah mengingatkan ku. Tidak terasa sambil membaca surat itu, air mata ku pun terjatuh. Ibu yang melihatku seketika langsung memelukku erat. Seakan ibu mengatakan bahwa bukan cuma kamu Kei yang rindu dengan ayah. Aku rindu ayah, semua tentangnya. Bagaimana tidak, ayah sudah bekerja untuk salah satu kantor yang berada di negeri German. Sangat jarang pulang, bahkan selama 6 tahun belakangan ini, apapun event nya, ayah tidak pulang. Tapi kami beberapa kali berkunjung kesana. Kami rindu pada ayah.

Hari ini, Sabtu. Untungnya sekolahan ku libur, kalian tau sendiri kan Jakarta kalau tidak diliburkan Sabtu akan trus ramai. Yaa sedikit bahagia lah untuk saat ini. Apalagi ditambah ayah mengirimkan surat untukku.

Rencananya aku tidak kemana-mana. Hanya dirumah, namun hp ku berbunyi. Ternyata ada pesan masuk.

Indie

Happy birthday!
Kei, hari ini temenin aku ya sebentar aja. Aku mau beli peralatan tulis, biasa pada ilang. Oke kei? Pokoknya aku jemput jam 2 siang.

Ternyata Indie, kukira siapa.

Keira

Oke!

Balasku singkat pada Indie. Lalu aku beres-beres kamar dan bersiap untuk pergi bersama Indie.

Sudah jam 14:20. Indie tak kunjung datang. Bukan Indie namanya kalau tidak mengaret. Ya, mengulur-ngulurkan waktu. Dari dulu kebiasaannya tidak berubah.

Tiba-tiba klakson mobil terdengar. Pasti Indie. Aku langsung berpamit pada ibu dan adikku.

"Lama bener sih," baru masuk mobil pun aku sudah memprotes Indie. Padahal sudah tau jawabannya apa.

"Iya biasa tadi tuh macet di pekarangan rumah." Indie langsung menoleh.

"Iya biasa tadi tuh macet di pekarangan rumah," ucapan Indie berbarengan denganku karena aku selalu tau pasti itu yang akan dia ucapkan. Lalu kami pun tertawa bersama.

Let him goTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang