Mikha
Hari ini, seperti biasa, aku bolos jam pelajaran Matematika. Aku sedang tidak niat berkutat dengan semua rumus itu. Huh, bikin pusing saja. Dan seperti biasa lagi, aku akan memakai waktu bolos ini dengan bermain basket. Setahuku, lapangan saat ini dipakai oleh anak SMP. Yahh, aku bisa dengan mudah kok minta ijin sama mereka. Soalnya dengar-dengar hari ini guru olahraga mereka gak masuk, hihihi.
“Eh Kak Mikha? Ngapain di sini?” Tiba-tiba seorang anak SMP memanggilku. Aku menatapnya sejenak. Memangnya aku mengenalnya? Ah, mungkin saja dia yang mengenalku. Hoho, ternyata kepopuleranku sudah diketahui para adik kelas.
“Hehehe, boleh pinjem lapangannya sebentar gak?” tanyaku pada anak perempuan itu. Dia sempat menoleh sebentar berbicara pada teman-temannya dan kemudian mengangguk.
“Ya udah kak, pake aja.” ujarnya. Tanpa ba-bi-bu lagi, aku langsung mengambil bola basket yang ada di lapangan, yang entah milik siapa. Aku mainkan bola itu dengan lincah. Pura-pura di hadapanku ada lawan, hehe. Ini nih akibat dilarang masuk tim basket putri. Kata Pak Harris, nilaiku yang jeleknya gak ketulungan membuat kepsek kami melarangku bermain basket. Katanya kalau sekarang saja nilaiku anjlok begitu, gimana kalau nanti sibuk dengan basket, bisa-bisa gak naik kelas. Huh, padahal kan gak gitu juga.
“Dann… Sebentar lagi Mikha Gretsia yang bernomor punggung 8 akan melakukan three point…” gumamku sambil memfokuskan mata ke ring basket yang ada di hadapanku. Baru saja aku akan melemparkan bola basket itu, tiba-tiba terlintas 2 sosok yang mengalihkan perhatianku. Rian..? Dan cewek yang nembak Rian tadi siang. Wah, ada apa nih mereka. Aku memilih untuk diam saja memperhatikan mereka. Hm…
“Mikha? Lo bolos juga?” Rian yang ternyata melihatku berada di lapangan, segera menghampiriku. Ckck, tadi dia kabur nih pas aku menanyai bagaimana jawabannya dengan cewek itu. Ternyata oh ternyata.
“Iya, biasalahhh, kayak lo gak tau gue aja. Ngomong-ngomong ada yang ngutang penjelasan sama gue nih.” ujarku sambil melirik-lirik cewek yang ada di belakang Rian.
“Hah? Niken? Kenapa dia?”
“Heh, lo ini ya. Tadi pas gue tanya lo jawab apa buat pernyataan cinta dia lo malah kabur, eh sekarang malah berdua-duaan sama dia. Ckckck. Jadi Niken toh namanya? Lo gak kenalin ke gue nih parah.” Aku terus menyerocos tanpa peduli apa tanggapan Rian. Hihi, aku senang melihat mukanya yang agak kesal karena aku goda.
“Hai Niken! Nama gue Mikha!” Niken menanggapi perkenalan diriku dengan senyuman yang hmm bisa dibilang misterius(?) Ada arti dibalik senyumnya, tapi entah apa.
“Iya, aku udah tau. Temen masa kecilnya Kak Rian kan? Sohiban dari kecil barengan sama Kak Erick yang waketos SMA.” ujar Niken. Wah, aku terkenal juga ya hoho.
“Harusnya kalo misalnya lo tau dia pun, pura-pura gak tau aja, Ken. Jadi geer tuh dia, banyak yang kenal.” ujar Rian pada Niken sambil mengacak-acak rambutku. Ahhh! Rian rese ih! Baru saja tadi aku merapikan rambut, sudah diacak-acak saja.
“Enak aja lo. Gue kan emang eksis.” balasku sambil mengibaskan rambut tepat di depan muka Rian. Yah walaupun gak nyampe, jadi terpaksa jinjit. Masalah tinggi badanku ini memang tidak terpecahkan ya dari dulu. Ketika aku memerhatikan Niken baik-baik, ternyata dia tidak terlihat seperti seorang anak SMP. Badannya tinggi ideal, dan langsing. Ih aku juga ingin hiks.
“Rambut lo bau amat, Mik. Jangan kasih ke gue ah nanti gue ketularan kutunya.” Lagi-lagi Rian mengejekku. Benar-benar deh cowok satu itu, tapi aku sedang tidak berniat meladeninya.
“Hahaha, kalian berdua ini lucu banget sih. Grup kalian bertiga beken loh di sekolahan, ada 2 cowok keren sama 1 cewek yang gak kalah eksisnya. Aku ngeliat kalian gini jadi pengen masuk, hahaha.” ujar Niken. Mendengar coletahannya aku jadi mendapatkan ide nih. Hmm… Sebentar deh…. Ah!
“Kalo lo kepengen masuk, kenapa gak ikutan aja, Ken? Kebetulan gue kan kalo jalan-jalan bareng Erick sama Rian melulu. Mereka kan cowok, jadi kalo urusan cewek gak nyambung. Kalo ada lo, cewek selain gue, pasti jadinya asik tuh! Iya gak Rian???” usulku bersemangat sambil merangkul Niken dan Rian. Niken terlihat sedang berfikir.
“Beneran boleh, Kak? Aku gak enak loh tiba-tiba masuk di antara kalian bertiga.”
“Tenang aja, Ken. Gak masalah kok buat si kunyuk satu ini sama Erick. Erick biar gue urus, dia mah gampang. Hohoho.” ujarku lagi meyakinkan Niken. Biar saja Rian dan Erick, pokoknya sih mereka harus setuju-setuju aja. Abis tiap jalan-jalan aku selalu aja ikut kemauan mereka. Cuma nonton sama ke gramed doang yang bisa didatengin, hiks. Gak bisa shopping bareng ato ke salon huhuhu T^T
“Asal boleh sih gak pa-pa, Kak. Aku cuma takut dibilang SKSD aja sama kakak kelas.” Aku menangguk dengan begitu semangat.
“Tenang aja! Pokoknya lo kan gue yang undang masuk.” ujarku, lagi-lagi penuh semangat.
“Iya, Kak. Ngomong-ngomong kalo gitu, besok mau sekalian aku bikinin bekel gak, Kak? Sekalian aku bikinin buat Kak Rian, gimana?”
“Bekal? Buat apa, repot kali nanti mama lo.” Niken menggeleng membalas ucapanku.
“Mamaku udah gak ada, Kak.”
“Oh, sori gue gatau kalo—”
“Bukan, bukan meninggal. Mama pergi sama pria lain. Jadi santai aja, Kak. Besok aku bikinin ya, sekalian sama Kak Erick.” jelas Niken sambil cengengesan. Aku membalas cengengesannya dengan cengengesan pula.
“Ya udah ya, Kak Rian, Kak Mikha. Udah masuk pelajaran berikutnya nih, dahh!” ujar Niken sambil kemudian pergi meninggalkanku dan Rian. Kemudian setelah kepergian Niken, aku menatap Rian dengan tatapan penuh selidik.
“Lo belom cerita ya sama gue, jahat lo.” ujarku pada Rian dengan tatapan tajam.
“Cerita apaan sih???” tanya Rian dengan nada seolah tidak bersalah. Huh, dia ini benar-benar deh!
“Hubungan lo sama Niken itu sebenernya apa? Hayooo, ngakuuuu…”
“Gak ada apa-apa kali. Lo aja yang sotoy. Ngomong-ngomong si Erick yakin bakal suka kalo Niken bareng-bareng kita?” tanya Rian mengalihkan pembicaraan. Ini anak ya, ck.
“Pasti maulah. Kan gue yang minta. Cowok mana sih yang gak luluh sama gue???” ucapku dengan pede. Haha iya dong, pasti.
***
Erick
Si Mikha ini bener-bener deh. Main masukin orang ke lingkungan persahabatan kami, tanpa bilang-bilang sama gue dulu. Dari dulu gak pernah berubah, suka seenaknya sendiri. Asal itu ningkatin popularitasnya dia, pasti bakal dia dapetin dengan cara apapun. Waktu dia datengin gue dengan muka berbinar-binar, gue udah tau, ada sesuatu di balik matanya itu.
“Ga.” Dengan tegas gue jawab kayak gitu.
“Ahhhhh, Erickkkkk… Masa lo gituuuu sihhh..! Gue kan kalo jalan-jalan bareng lo berdua gak pernah ngerasain jadi cewek tulen. Ayolahhh, jangan gitulahhh…” rengek Mikha. Emangnya gue tipe cowok yang bakal luluh ngeliat dia gitu? Mungkin gue emang suka dia, naksir ato gimana lah terserah, tapi gue tetep pake logika dan akal sehat buat mikir.
“Ya lo terserah deket-deket dia. Tapi jangan harap gue anggep dia sedeket kalian berdua. Buat gue dia cuma temen biasa. Titik.” ujar gue akhirnya, karena Mikha berisik banget ngerengeknya. Gue gak mau terima orang lain yang masuk ke kehidupan pribadi gue, selain Mikha sama Rian. Udah cukup mereka.
“Ih gitu lo, apa-apaan. Rasis ya sekarang, huh.” ujar Mikha sambil merengut, kemudian dia pergi meninggalkan gue yang lagi sibuk ngurus berkas-berkas OSIS. Gue cuma bisa geleng-geleng kepala ngeliat kelakuannya.
**********************************************************************************
Please vote and comment ya! ^^ Thx for read this! Btw, di mulmed ada pictnya Mikha. Cast by Shiori Kutsuna. Gak bisa tulis di pick cast u,u ga ngerti gimana caranya hahaha :))
KAMU SEDANG MEMBACA
Bestfriend or..?
Teen FictionApa yang akan kalian pilih? Cinta? Sahabat? Status? Atau... "Aku ingin persahabatan kami langgeng sampai selama-lamanya. Kami bertiga. Seperti akhir di setiap cerita dongeng yang pernah kubaca, together, happily forever after." -Mikha "Menurut gue...