Author's POV
Gadis itu terus menundukkan kepalanya. Mencoba mengayunkan tubuhnya dengan pelan. Seiring tubuhnya yang terayun, air matanya pun setetes demi setetes berjatuhan. Sungguh malangnya gadis itu.
Dia tidak tersadar akan kehadiran seseorang yang mengawasinya. Seseorang dengan t-shirt tanpa lengan dengan tatapan penuh iba disana. Seseorang itu sudah berdiri cukup lama sejak Bella, gadis dalam ayunan itu terduduk sendirian. Dia hanya terpaku tanpa suara saat didapatinya Bella terus menunduk dalam diam.
Ingin sekali ia menghampiri gadis itu. Tapi ia tahu, bahwa gadis itu akan menolaknya. Kembali lah ia urungkan niatnya dan memutuskan untuk pergi dari sana. Entah mengapa, hatinya tiba-tiba terasa sesak saat melihat gadis itu menangis. Ia tak tahan dan cepat-cepat ia pergi.
"Apa ini gara-gara aku?" batin pria itu.
Bella terus mencoba mengayunkan ayunannya dengan sangat pelan. Berharap ada yang mendorong ayunannya dari belakang. Tapi, kenyataannya tidak. Tidak akan ada yang mendorongkan ayunannya dari belakang untuk hari ini, besok, dan seterusnya.
"Aku tak boleh terus terusan terlelap dalam masa laluku, aku akan bangkit. Dan melupakan semua penghiatan itu. aku harus kuat!" tegas Bella. Kedua tangannya menyeka habis bekas-bekas air matanya, dan kemudian ia bangkit seperti ada semangat tersendiri disana.
Dia berdiri dengan tegap dan mulai menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan.
"Lihatlah, Justin. Aku bisa hidup bersama atau pun tanpamu" lirihnya lagi.
Bella berjalan santai ke arah kamar kosong di dekat ruangan rekseasi. Ia mencari kopernya yang disimpan entah dimana oleh para body guard bodoh itu. Tapi, senyuman langsung ia lengkungkan saat beberapa koper berdiri apik di belakang lemari kayu besar di kamar itu.
Tanpa banyak basa-basi, Bella langsung melepas semua kain yang menempel pada tubuhnya. Lalu, menggantinya dengan bikini yang serasi dengan kulit putihnya. Ia bercermin menatap bayangannya disana. Sambil tersenyum manis, Bella melepaskan ikatan rambutnya dan membiarkan rambut brunette panjangnya itu tergerai indah menutupi punggungnya yang terbuka.
"Ready for beach? Hell....... yeah!" ujarnya sendiri pada bayangannya yang terpantul di cermin.
Setelah itu, cepat-cepat ia berlari kearah luar. Tepatnya halaman depan mansion itu yang merupakan pantai dengan pasir putih yang menakjubkan.
Ia terkekeh kecil saat melihat saudara tirinya yang berisik itu tertidur pulas di pasir pantai. Sepertinya angin pantai lah yang mampu membuatnya tertidur seperti bayi.
Lalu, ide jail pun mulai menghampiri Bella. Dengan iseng ia pun memuncratkan air laut ke wajah Avan yang sedang pulasnya tidur.
"Ouch! Banjir bandang..... Tidak, aku tidak mau tenggelam tuhan. Aku belum menikah...." ujar Avan ngawur. Lalu, wajahnya memerah seketika saat mendapati Bella-saudara tirinya- terkekeh di depan wajahnya.
"Be-to-the-la, Bellaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!" ujarnya spontan berteriak di depan wajah Bella.
"Hahaha... banjir bandang ya, Van?" gurau Bella dan langsung berancang-ancang menyiapkan jurus kaki seribu saat Avan mulai bangkit dan hendak mengejarnya.
"Dasar bodoh! aku kan tidak sadar......!" ujarnya dan benar saja langsung mengejar Bella. Gadis itu pun langsung berlari menjauhi Avan yang terlihat hendak menerkamnya.
Disisi lain, Louis pria bermata biru sebiru laut di pantai ini pun baru keluar dari pintu mansion dengan wajah yang ditekuk. T-shirt berwarna abu tanpa lengan yang ia pakai, membuat otot lengannya terlihat jelas. Rambut hitamnya yang berantakan melambai-lambai mengikuti arah angin di pantai ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miserab?ble!
Fanficseorang gadis anak dari seorang presiden yang terkena kutukan karena kesombongan ayahnya sendiri. dan kutukan itu bisa dihilangkan jika ia menikahi lima pria dari 'golongan biru'. apa yang harus dia lakukan saat ia telah memiliki kekasih yang sangat...