ARJUNA
Kalau dipikir-pikir apasih istimewanya cowok itu ? “Cuma menang Putih !” Amel sepupuku mulai bersuara. “Coba kamu liat Wi, mataya biasa aja, sipit malah. Idungnya juga ga mancung-mancung amat, ya paling nggak kalo sama ka Haykal jauh lebih mancung ka Haykal sih”
“Eh, gue belom komen bodynya kan ?” Dewi reflek mengangguk, “Terlalu kurus. Kurang proporsional. Malah kaya kurang gizi, badannya sendiri aja ga diurus apalagi orang lain.” PLETAK! Pensil 2B yang sedari tadi asyik digenggamanku melayang begitu saja ketika gadis mancung ini mulai berkomentar so Asyik tentang Arjuna. Masalahnya, aku yang sedari umur lima sampai sekarang mau dua lima kenal sama dia aja ga pernah jelekin dia sedikitpun, ya kecuali dihadapan fans-fansnya. Itu juga baru beberapa kali, bisa dihitung jari malah.
“Udahlah, lagian kenapa sih lo masih ngarep sama dia ? padahal dari awal gue jadi sepupu lo, gue tahu yang mau sama elo tuh banyak wi” Mulai lagi kan ? kenapa harus Amel sih yang jadi sepupuku ? kenapa nggak Nikita Willy aja ? seenggaknya dia lebih cantik, bisa nyanyi lagi. “lagian yah,di dunia ini gak ada sepasang cewek-cowok yang beneran sahabat. A guy and a girl can be just a friends. But at one point or another, they will fall for each other. Maybe temporary, maybe at the wrong time, maybe too late, or maybe forever” Mmm, berat-__-
“sebenernya, gue udah curiga soal ini sejak kita masih jadi anak SMP. Lo inget waktu Arjuna bela-belain pindah kelas Cuma karena gak ada yang mau sebangku sama lo wi ?”
Ya, aku ingat ! waktu itu kita, maksudku aku dan Arjuna masih dua belas tahun, setelah tujuh tahun bersama, akhirnya ditahun kedelapan kami sama-sama menjadi siswa di sekolah yang sama, lagi. Awalnya, hanya sekolah kami yang kebetulan sama. Sampai akhirnya, setelah gosip murahan yang tersebar ke seluruh penjuru sekola perihal tak ada siswi yang mau duduk sebelah denganku karena kebiasaanku tertidur di kelas sampai ditelinga si jangkung Arjuna. Aku ingat jelas,hari itu senin kedua di bulan Oktober, sehabis Upacara bendera Arjuna lari tunggang-langgang dari Lapangan upacara menuju kelas VII B di lantai 2 sekolah kami, mengaburkan konsentrasi siswanya kepada materi bilangan bulat yang baru dibahas empat menit oleh Pak Wahyu saat itu.
“Saya Arjuna pak, siswa VII C ingin pindah ke kelas ini” ucapnya mantap. Setelah hari itu, tiada seharipun yang ku lewati tanpa omelan Arjuna. Paling tidak sampai masa putih-biru kami berakhir.
Dua tahun setelahnya aku dan Arjuna bisa saja tak lagi sama-sama, kami punya mimpi yang berbeda. Kala itu, Arjuna kekeh dengan cita-citanya sebagai Pilot, sedang aku bermimpi menjadi Guru SD yang entah mengapa Arjuna remaja selalu meremehkan cita-citaku, “cita-citanya yang tinggian ke, jadi model ke, pramugari ke, atau presiden sekalian Wi. Masa jadi Guru SD ? bakal susah ketemu dong kita” katanya.
Entah saat itu takdir, atau hanya kebetulan yang berulang. Aku dan Arjuna lagi-lagi diterima di Sekolah yang sama, Lagi. Seminggu sebelum ujian semester lima, Arjuna yang waktu itu ketua Osis di SMP kami selalu membanggakan dirinya yang diterima di SMA Favorit di Kota Bandung, entah keberuntungan atau Ia benar-benar pintar sampai bisa diterima di SMA Favorit seperti itu, yang pasti nilai rapotnya tak lebih baik dariku yang notabenya siswi teladan, sombong ? tapi begitulah kenyataannya. Kemudian, entah angin apa yang membawanya justru meninggalkan SMA Favorit yang selalu Ia banggakan dan malah mendaftar di SMA yang sama denganku.
Awalnya Arjuna-lah yang selalu semangat mengajakku untuk sekolah di SMA yang sama, paling tidak sampai dia tahu bahwa aku mendapat beasiswa dari salah satu SMA yang tak kalah bergengsi dari yang SMA yang selalu dia elukan.
Singkat cerita, kami kembali bersekolah di tempat yang sama. Aku bahkan hampir muak melihat wajah chinesnya setiap hari sejak TK. Rasanya, kemanapun aku melangkah selalu dibayangi oleh manusia ini.
Yang terparah, selama tujuh belas tahun aku hidup di dunia dan dua belas tahun mengenal Arjuna, membuatku tak pernah didekati oleh lelaki lain selain dia. Pernah beberapa kali watu SMA kakak kelasku mencoba mendekati, tetapi sifat overprotektifnya yang berlaku seolah-olah hanya dia yang boleh ada dikehidupanku membuat mereka yang sedang memperjuangkanku dipaksa mundur perlahan. Bahkan sampai aku hendak lulus dari SMA, aku belum pernah berpacaran. Sialan! Bahkan dia saja sering gonta-ganti pacar. “ingat, kamu perempuan wi ! jangan ngejar-ngejar lelaki. Jangan mau jadi mainannya lelaki. Lelaki yang masih sekolah emang bisa ngebahagian kamu ? pokoknya sekolah aja yang bener, jangan mikirin dulu pacar-pacaranlah. Kalo kamu kesepian,kan ada aku.” Mmm, Kenapa kadang manusia sulit untuk berkaca sih ? Ingin rasanya aku membalikan semua perkataannya kala itu.
“Malah ngelamun ! kalo menurut gue sih yah, udah aja lo terima Ka Haykal Wi. Jangan kelamaan mikir nanti ditikung temen baru tau rasa,” Ish nyebelin !
“gue lagi serius wi. Lo mau nunggu arjuna sampai kapan ? sekarang aja lo gatau kan hubungan lo sama dia gimana ?”
“Gue bersedia nunggu ko, sampai gue gak punya waktu buat nunggu lagi. Gue kenal sama dia sejak umur gue lima tahun, sampai kita mau dua puluh lima kita selalu bareng-bareng. Mungkin, emang udah takdirnya bareng, lagian gak ada yang namanya kebetulan di dunia ini”
Ya, terlalu banyak hal yang sudah aku dan Arjuna lakukan bersama. Kita sama-sama belajar mengosok gigi dengan benar, kita sama-sama pergi ke sekolah bersama tanpa Ibu. Kita sama-sama tumbuh dan dewasa.
Dalam hidunya, akulah yang menjadi wanita pertama setelah Ibunya yang melihat dia menangis, saat itu umurnya masih enam tahun, giginya tanggal untuk pertama kali dan diledek temen-temen kami, lucu. Dalam hidupku, Dialah lelaki pertama selain Ayah yang melihatku menangis karena kelinci kesayanganku meninggal, cengeng ? Memang.
Rasanya,kita terlalu banyak punya kenangan, terlalu banyak menghabiskan waktu bersama. Bagaimana mungkin bisa tidak ada cinta ? Kami saling menjadi saksi atas kehidupan masing-masing, aku selalu menjadi orang pertama yang ia datangi ketika ia hendak menyatakan cinta kepada teman wanitanya. Dia selalu menjadi orang pertama yang bertanya, ‘kamu pulang jam berapa ? dengan siapa ?’ hampir disetiap hari setelah kami sama-sama disibukan dengan kuliah di tempat yang berbeda, ya paling tidak karena itulah kami tidak bertemu setiap hari, pertama kalinya setelah hampir tiga belas tahun bersama.
Katanya mereka yang beruntung adalah mereka yang bisa menikahi sahabatnya sendiri, apa bisa kita menjadi bagian dari mereka yang beruntung itu ?
**
“Halo wi. Kamu sudah pulang ?”
“Sudah Jun,”
“Diantar siapa ?”
“Sendirilah, memangnya aku anak SD yang harus diantar untuk pulang, huh”
“Oh. Apa kau fikir aku bisa menjemputmu setiap kau beres mengajar di SD nanti ?”
“Tidak mungkin Pak Polisi”
“Apa aku jadi guru SD sepertimu saja ya Wi ? agar kita bisa pulang bersama, seperti zaman SD dulu”
“Dulu aja kerjaannya ngeledekin aku gara-gara kepengen jadi Guru. Sekarang malah pengen jadi Guru. Ha, lucu kamu Jun!”
“Kalau tahu jadi Guru SD kaya kamu bisa buat kita sering ketemu, aku pasti bakal milih jadi Guru. Kalau dengan jadi Guru kita masih bisa pulang sama-sama, dari dulu aku pasti ingin jadi Guru juga. Kaya kamu”
“Mmm. Kalo Cuma mau pulang bareng kan gak harus punya profesi sama juga bisa kali Jun,Ibu sama Ayah aku aja masih bisa pulang bareng kalo pulang kerja”
“Yakan mereka rumahnya sama Wi. Apa kita punya rumah yang sama aja Wi ? Biar tujuan kita sama”
“Ya gak bisa gitu dong Jun, lagian masa serumah sama Temen sih, cowok lagi. Apa kata suamiku nantinya”
“Jadi gamau nih serumah sama aku ? Ibu Dewi ?”
“Mmmm...”
“Kalau aku mintanya bukan sebagai temen gimana ?”
“Maksudnya ?”
“Bisa bukain pintu dulu gak ? di luar dingin Wi”
“hah ? diluar ? sebentar”
“hai,” sapanya ketika ku bukakan gerbang kostan Pertiwi. Poni rambutnya sudah semakin panjang dari terakhir aku lihat. Matanya sayu, entah kurang tidur atau kurang makan sayur.
“Ngapain Jun ? nggak tugas ?” dia menggaruk tengkuknya yang kupastikan tidak gatal sama sekali.
“Mmm, Wi kamu yakin gak mau pulang ke rumah yang sama kaya aku ?”
“Kenapa malah balik nanya coba ? kenapa juga harus nanya itu sih ? kamu sakit ? atau kenapa ?”
“Tugas kamu sekarang cuma dengerin aku, jangan nanya apalagi protes” Dia kembali melanjutkan ocehannya, dua detik setelah aku menganggukan kepala,
“aku pernah bilang, supaya kamu jangan ngejar-ngejar lelaki. Jangan mau jadi mainannya lelaki. Kamu tahu kenapa ? karena kalau kamu mau dikejar lelaki lain, aku belum tentu ada digaris pertama buat ngejar kamu. Aku juga pernah bilang supaya kamu jangan mau pacaran sama lelaki yang masih sekola, Lelaki yang masih sekolah mana bisa ngebahagian kamu. Sekarang, aku udah kerja Wi. Aku udah bisa bahagian kamu lahir batin. Dan, Kalo kamu kesepian,kan ada aku. Selalu.”
“Wi, I choose you to be your friend, but falling in love with you was out of my control,” Detik itu juga detak jantungku sudah tak ku rasakan. Semuanya terasa seperti dalam drama korea yang selalu diputar Amel, seperti kebahagiaan yang tak nyata. Arjuna, jatuh cinta padaku ?
“Jangan pikir kau sedang beruntung, karena disini akulah yang beruntung Wi. Jauh jadi sangat beruntung jika kau juga mau jatuh cinta bersamaku” Segera ku peluk lelaki dihadapanku ini, tak perduli dengan apa yang telah dan akan ia bicarakan. Yang pasti aku bahagia.
“Arjunaku, kau yang paling tahu. Bahagiaku selalu sederhana. Teruslah ada dan jangan kemana-mana”
***Ide : Instagram @falafu. Dalam cerita ini saya sertakan beberapa caption yang luar biasa dari akun instagram @Falafu. Terimakasih k fa, telah menginspirasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARJUNA
RomanceArjuna dan Dewi telah bersahabag sejak usia lima tahun. Bersama selama 13 tahun, tapi Tuhan tidak bosan membuat mereka tetap bersama.