Seminggu berlalu tanpa kejadian yang berarti. Ujian kenaikan kelas juga berhasil dilalui dengan lancar. Kedekatan Dito dengan Alta pun semakin intens. Setiap hari mereka berdua berangkat dan pulang sekolah bersama-sama.
Terkadang, mereka juga menikmati waktu istirahat berdua di taman belakang sekolah yang ditumbuhi pohon mangga. Mereka memanjatnya seperti bocah kecil. Tak jarang, Dito dan Alta juga terlibat obrolan seru saat jam istirahat di kantin bersama Verly juga Ines.
Clara sendiri, selama seminggu tidak terlihat menunjukkan aksi yang berlebihan terkait dengan pengambilan video yang dilakukannya bersama Dito.
Selama seminggu itu pula tanpa Dito sadari, diam-diam Clara terus mengawasi gerak-geriknya dan juga Alta. Hal itu menambah kebencian Clara pada Alta semakin dalam. Kecurigaannya pun semakin kuat, jika Alta memang menyukai Dito.
Dito sendiri tak terlalu menggubris Clara semenjak kejadian tempo hari. Dia malah terkesan masa bodoh. Padahal, saat itu Clara sedang sibuk mencari tahu tentang hubungan Alta dan Dito yang sebenarnya.
Dan hari ini, seusai mengikuti ujian hari terakhir, Clara dan geng centilnya sedang sibuk membahas foto-foto Alta dan Dito di acara car free day minggu lalu.
Kebetulan, saat itu Rena dan Feby juga ikut di acara yang sama. Mereka tidak disadari oleh Dito juga Alta jika kedua anak perempuan itu menguntitnya selama acara car free day.
"Ra, gimana? Lo udah lihat foto yang gue kirim? Menurut lo, mereka berdua aneh nggak sih?" tanya Rena dengan kening berkerut dalam. Mereka berempat sedang mengobrol di dalam kelas, seusai ujian. Kebetulan kelas sudah kosong dan hanya tertinggal mereka berempat.
"Menurut gue sih nggak aneh. Itu foto kan cuma gandengan tangan doang," sahut Cindy.
"Tapi, itu mereka pake acara peluk-pelukan loh, pas jatuh. Mereka pandang-pandangannya juga lamaaaa banget. Ada deh satu menitan gitu. Posisi mereka juga saling nindih," jawab Rena.
Feby mengangguk setuju. "Iya. Kami berdua lihat sendiri, kok, gimana mereka jatuh," katanya membenarkan.
"Gue yakin banget kalau si Alta itu homo. Soalnya, gelagatnya itu aneh tiap kali mandang Dito. Gue selalu merhatiin cara Alta natap Dito itu beda banget," balas Clara.
"Lebay deh, Ra, sampai mikir begitu. Setahu gue, mereka itu sekarang sahabatan karena satu tim. Dan Alta juga pernah nolongin Dito waktu dia mau dicelakain tim lawan pas tanding basket dulu. Lagian juga, itu Alta nggak sengaja jatuh terus nubruk Dito. Iya kan, Ren?" tanya Cindy masih tak percaya dengan argumen teman-temannya.
Clara memutar bola matanya mendengar komentar Cindy yang menurutnya terlalu polos itu.
"Lo terlalu naif, Cindy. Mana ada cowok sama cowok pandang-pandangan mesra kayak adegan film India gitu?" tanya Clara jengah.
"Ya, tapi nggak mungkin lah kalau Alta itu homo. Dia nggak ngondek kayak banci, kok!" sanggah Cindy sekali lagi. Dia tak ingin memercayai ucapan Clara dan teman-temannya.
Cindy tahu, meskipun Alta sudah menolak cintanya, bukan berarti alasannya karena Alta tidak suka dengan perempuan. Bisa saja karena dia bukanlah tipe perempuan yang diinginkan oleh Alta. Begitu pikir Cindy.
Clara mendecakkan lidahnya kesal, membuat Cindy tersadar dari lamunan singkatnya mengenai ucapan Clara sebelumnya.
"Eh, Cin. Gue kasih tahu, ya. Yang namanya homo itu nggak harus selalu ngondek kayak banci. Yang penampilan sama gayanya macho juga belum tentu dia cowok straight!" ujar Clara kemudian. Rena dan Feby mengangguk setuju dengan kata-kata Clara.
KAMU SEDANG MEMBACA
BETWEEN YOU & US
Художественная проза[COMPLETED] __________________________ Altavian Danish, tak pernah membayangkan jika ia akan dipertemukan lagi pada satu kesempatan dengan sosok laki-laki tampan yang dicintainya itu setelah sekian tahun. Anindito Mahawira, c...