Bolos

75 13 9
                                    

Aldan tetap duduk di kursinya, tidak berniat melihat Sania yang 'katanya' pingsan di depan kelas. Namun matanya melirik kesana-kemari, Aldan akui ia merasa gelisah saat mendengar 'cewe bego'nya pingsan. Ia ingin kesana, namun apa kata teman-temannya nanti? Aldan malu, sungguh malu.

"Kesana aja Dan, ga usah malu." Kata Ali seolah tahu apa yang Aldan rasakan, dan Aldan tersenyum lebar, seakan-akan tak terkendali.

Sekarang dirinya berjalan menuju kelas 10.5, namun saat diambang pintu kelasnya, kerumunan itu berjalan menuju ruang UKS, terlihat sekilas Sania yang terpejam dengan wajah yang mengenaskan diangkat oleh beberapa anak PMR.

Aldan PoV

Wajah itu yang selama ini selalu terlihat cerah, secerah sinar matahari pagi jika tidak mendung. Bibirnya yang kini pucat adalah bibir yang selalu tersenyum manis di depanku, mata yang terpejam rapat tadi adalah mata yang selalu menatapku dengan begitu tenangnya. Kumohon jangan mati sekarang San.

Author PoV

Aldan berjalan mengikuti kerumunan, berusaha mendapat jalan untuk melihat Sania dan akhirnya bisa. Dan dia berbicara pada anak PMR yang sedang menggendong Sania.

"Biar saya aja ka." Tangan Aldan siap mengambil alih tubuh Sania yang terkulai lemas. Tanpa ba-bi-bu lagi, mereka mempersilahkan Aldan menggendong Sania. Aldan tersenyum kepada mereka, kini kerumunan teman-teman Sania sudah kembali ke kelasnya. Dan sekarang Sania berada begitu dekat dengan Aldan.

Aldan berjalan menggendong Sania, diikuti oleh anak PMR yang akan siap memberi obat pada Sania. Aldan sesekali menatap wajah Sania, berbisik lirih pada 'cewe bego'nya.

"Sorry." Kata Aldan mendekatkan wajahnya pada wajah Sania, berharap Sania mendengar dan bangun.

Mereka sampai di UKS, Aldan membaringkan tubuh Sania ke kasur dengan perlahan, beranjak menuju anak PMR yang berdiri mencari obat di lemari sebelah dispenser. Anak PMR itu memberinya segelas minum dan obat maag, lalu permisi pergi meninggalkannya.

Aldan menerimanya, lalu berjalan menuju salah satu tempat tidur dimana Sania terbaring. Ia duduk di samping tempat tidur, terus menatap lamat wajah yang masih tak sadarkan diri, ia tidak tahu harus berbuat apa kepada orang yang sedang pingsan.

Aldan menepuk pelan kepala Sania, menyuruhnya bangun secara tidak langsung. Namun Sania tetap terpejam, Aldan beralih menepuk pipi Sania dan hasilnya tetap saja.

"Ayo lah bangun, ini bukan waktunya tidur siang nona." Kata Aldan sambil membaringkan kepalanya di kasur, merasa bosan menunggu Sania bangun. Mungkin ia juga bisa ikut tidur.

Namun saat Aldan ingin tidur, Sania berdeham menandakan bahwa ia sudah sadar. Aldan mengangkat kepala menatap Sania. Mata Sania masih terpejam, perlahan Sania membuka matanya, mengerjap-ngerjap dan menengok ke kanan-kiri. Bibirnya masih pucat, dahinya juga masih dipenuhi keringat dingin.

Aldan menatapnya, ingin sekali ia tersenyum namun ia urungkan. Sania berusaha duduk, Aldan dengan sigap membantunya. Aldan menyerahkan segelas minum tadi pada Sania.

"Nih minum, muka lo kaya mayat." Aldan menyerahkan segelas air putih.

"Thanks Dan." Kata Sania pelan, sambil meminum segelas air. Sania yang sekarang bukan Sania yang Aldan kenal. Sekarang Sania terlihat begitu lemah tak berdaya.

"Lo belum makan?" Tanya Aldan pelan.

"Kan belum makan siang sama lo." Jawab Sania sambil menaruh gelas di meja samping tempat tidur.

"Kenapa?" Tanya Aldan.

"Gue kan udah bilang, gue bakal nunggu lo sampe lo dateng. Lo ga dateng ya otomatis gue belum makan." Kata Sania tersenyum menatap Aldan, Aldan yang ditatapnya langsung mengalihkan pandangannya.

"Ga usah nunggu kalau nunggu bikin lo sakit."

"Hati gue bilang 'tunggu'. Gue ga bisa ngelak Dan." Seru Sania sambil mengelus pundak Aldan.

"Sorry." Sungguh Aldan merasa bersalah.

"Gapapa. Udah biasa ko." Sania menepuk pelan pundak Aldan.

"Lo mau makan apa?" Tanya Aldan yang tidak ingin terus-terusan bersikap egois pada Sania saat ini.

"Makan temen deh. Cabenya tiga dibungkus kasih krupuk." Seru Sania sambil memasang wajah polosnya.

"Serius Saaan." Seru Aldan yang saat ini sedang tidak ingin bercanda.

"Gue mau makan, menunya terserah lo dan lo harus ikut makan." Seru Sania sambil menunjuk Aldan.

Bel masuk berbunyi, siswa-siswi berhamburan masuk ke kelas masing-masing takut terlambat absen pelajaran. Sania yang masih bersama Aldan menoleh ke arah pintu UKS.

"Gue bisa ijin jam pelajaran sampe lo sembuh." Kata Aldan yang beranjak meninggalkan Sania.

"Eh? Thanks Dan, sorry ngerepotin." Sania agak gugup namun hatinya merasa bahagia.

"Menunya terserah gue kan? Nasi kuning aja ya?" Tanya Aldan diambang pintu.

"Nasi kuning campur, kasih ayam goreng sama sambelnya dua sendok jangan lupa, dipiring yaa." Seru Sania.

"Ga boleh makan sambel, perut lo kosong, ntar meledak kepanasan makan sambel." Jawab Aldan tidak terima.

"Serah!" Sania berbalik badan kesal karena Aldan.

Aldan terkekeh mendengar Sania menjawab dengan jawaban yang biasa ia gunakan. Hatinya cukup senang bisa berbincang-bincang damai dengan Sania.

***

Aldan berjalan menuju kantin, sebelum ke kantin ia masuk ke kelasnya. Disana sudah ada guru yang mengisi pelajaran. Aldan masuk meminta ijin.

"Permisi pak, Aldan ijin pelajaran bapak ya, nanti kalau ada tugas Aldan kumpulinnya besok." Aldan berusaha tersenyum manis.

"Emang ada apa?" Tanya gurunya itu.

"Temen saya lagi di UKS, saya jagain dia." Jawab Aldan sedikit ragu takut gurunya itu marah.

"Oh siapa? Di kelas ini hanya kamu yang belum masuk." Kata pak Suki memeriksa absen.

"Anak kelas 10.5 pak, Sania Pradana Kusuma."

"Oh bapak tau, oh anak itu toh yang sakit, bilang ya cepet sembuh dan ini kasih dia ini." Pak Suki memberi Aldan sebatang coklat.

"Iya pak nanti saya kasih ke dia, permisi ya pak. Mari paak." Aldan permisi meninggalkan kelas.

With You Babe❤Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang