39

15.3K 1.2K 17
                                    

"Yakin masuk kantor?" tanya Vino saat memperhatikan Jihan mengenakan sepatu bertali-tali banyak. Gladiator shoes katanya.

"Iya. I'm already fine. Lagian kalau gue pingsan, ntar lo yang samber gue kan?"

"Jangan pingsan deh kalau gitu. Berat,"

"Haaah?"

"Iya 2 hari lo tiduran di paha gue, ini paha langsung kram lho,"

"Ish ke laut aja lo Vin," Jihan mencebik, berjalan keluar sambil mengabaikan Vino.

Vino tertawa-tawa. "Jangan ngambek ah. Jelek banget,"

"Bodo," Jihan mencibir tapi tetap menerima uluran tangan Vino.

Sesampainya di Marina Bay Business District, mereka langsung melihat Evan. Berdiri menyambut Vino dan Jihan dengan membawa bunga.

"Selamat pagi," sapa Evan lembut dan ceria.

Wajah Vino langsung mengkerut tidak suka. Sementara Jihan diam saja.

"Buat kamu," Evan mengulurkan bunga tersebut langsung ke hadapan Jihan. Vino hampir menggantikan Jihan menerima bunga itu tapi Jihan bergerak lebih cepat. Ia terima bunga itu.

"Terima kasih," kata Jihan pelan.

"Ya, semoga kamu suka dengan bunganya,"

Evan sengaja kah? Bunga ini sama dengan bunga yang Evan berikan saat dia tidak bisa datang sidang tesis Jihan dulu. Mawar kombinasi merah putih dan jingga.

"Terima kasih juga untuk menjagaku saat aku sakit," Jihan melanjutkan. Evan terkejut, dia menatap Vino dan Vino hanya melengos.

"Ah," Evan menunduk salah tingkah. "Itu...kamu sudah sehat?"

"Ya," jawab Jihan singkat.

"Udah jam masuk kerja nih," Vino berdeham. Dengan posesif ia meraih tangan Jihan dan sedikit menyeret Jihan ke dalam.

"Sampai ketemu lagi!" seru Evan.

Jihan tidak menjawab, hanya Vino melambaikan tangan tak sabaran.

***

Jihan menoleh ke kanan dan ke kiri. Sudah pukul 7 dan Vino belum juga sampai disini. Ditelepon pun tak diangkat.

"Jihan?"

Jihan mendongak. Evan berdiri di depannya. Tersenyum. Jihan mendadak salah tingkah, ia mundur sedikit, menoleh ke kanan dan ke kiri, bingung.

"Ya,"

"Menunggu Vino?"

"Iya," kata Jihan lagi.

"Mau kutemani?"

"Eh?" Kali ini Jihan menatap Evan secara langsung.

"Daripada menunggu sendirian," Evan melambaikan tangan ke sekeliling mereka.

Jihan tak menjawab. Mereka hanya berdiri bersisian tanpa bicara apapun.

"Kamu dan Vino betul berpacaran?" Evan memecahkan keheningan.

"Ya,"

"Baiklah," ujar Evan.

Mereka saling diam lagi.

"Aku bertemu Amy, beberapa pekan lalu,"

"Oh ya? Dimana?"

"Di Jakarta. Ada lomba foto bayi yang dimenangkan Marshella, keponakanku dan Gavin,"

"Begitu. Dan Amy bilang apa?"

"Dia cerita tentang kamu. Kamu yang mencari aku. Kenapa kamu menduakan aku. Sampai kamu yang...begini,"

Evan mendengus tertawa. "Aku gak perlu repot-repot menjelaskan kalau begitu ya,"

Jihan terdiam lagi. Evan juga.

"Dan aku baru membaca surat-suratmu. Aku gak pernah tahu ada surat dan hadiah yang kamu kirimkan ke aku setelah kita putus,"

Evan terkejut kali ini. "Kamu gak tahu?"

Jihan menggeleng, menatap Evan. "Baru setelah kamu menyebut tentang surat di Tokyo, aku pulang dan mencari tahu. Mama menunjukkan semuanya. Mama yang menyimpan semuanya dengan rapi. Katanya agar aku bisa benar-benar melupakan kamu,"

Jihan mulai terisak. Ingin rasanya Evan memeluk Jihan sekarang juga.

"Aku tahu semuanya, Evan. Aku tahu," ujar Jihan di sela-sela tangisannya.

"Jihan, sayang," bisik Evan. Ia mengulurkan tangannya untuk membelai wajah Jihan.

"Hei," seruan Vino mengagetkan keduanya. Jihan cepat-cepat menghapus air matanya dan Evan menurunkan tangannya.

"Kenapa ini?" Vino sampai di antara keduanya. Menatap Evan dan Jihan bergantian. "Lo gak apa-apa?"

"Nggak. Tadi kelilipan. Malah dikucek, jadi matanya berair," kata Jihan, mengerjapkan matanya.

"Iya dan gue bantu tiupin,"

Vino sebenarnya tidak percaya. Tapi ia diam saja.

"Maaf telat. Tadi HP gue mati pas udah di jalan jadi ga sempet ngabarin," Vino memutuskan tak melanjutkan topik tadi.

"Iya gak apa-apa. Baru turun juga kok," Jihan tersenyum.

"Ya udah. Ayo pulang," Vino mengulurkan tangannya dan disambut Jihan. Melihat itu hati Evan rasanya teriris. Ingin dia tepiskan pegangan tangan itu agar mereka tak bersentuhan.

Tak ada kata berpamitan dari Vino ataupun Jihan. Mereka mengabaikan Evan yang berdiri termenung sendirian.

***

Rain on My Parade - END (GOOGLE PLAY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang