6 : I Am A Senior! (Mikha)

426 11 0
                                    

Oke, post lagi hahaha! Please vote and comment ya ^^ Masih gak ngerti gimana nulis cast, jadinya nulis di a.n. aja ya wkwk Part sebelumnya udah post gbrnya Mikha, sekarang gw bakal post gbrnya Rian! Cast Rian by Shin Won Ho

*****************************************************************************************

2 tahun kemudian…

Mikha

            Yeeee! Sekarang aku, Erick, dan Rian adalah para senior di SMA Kasih. Yah, walaupun baru resmi hari ini sih, soalnya ini hari pertama tahun ajaran baru dimulai. Aku benar-benar senang sekali! Sekarang ini, aku sedang sibuk berebutan dengan para siswa untuk melihat kelas mana yang akan ditempati di papan pengumuman. Benar-benar deh. Padahal pagi ini aku baru saja keramas dan pakai parfum, pasti sebentar lagi akan berubah menjadi bau keringat. Badanku yang pendek ini benar-benar tidak mendukung untuk berebutan dengan anak-anak lain, secara badan mereka udah kayak tiang gitu. Susah juga ya jadi seorang Mikha, udah tahun terakhir di SMA masih aja badan kayak anak kelas 1 SMP. Padahal sebentar lagi akan jadi anak kuliahan loh, hiks, sedih.

“Wahahahha! Badan lo kekontetan ya neng? Sampe lompat-lompat gitu hahaha!” Tiba-tiba terdengar suara Rian di sampingku. Saat aku menoleh, benar saja. Dia memang senang sekali menjahiliku. Jahat dasar.

“Bawel lo, diem aja deh. Bantuin gue liatin dong gue di kelas mana, plissss…” pintaku pada Rian. Terpaksa nih. Kalau saja ada Erick, pasti Erick yang akan membantuku tanpa perlu mohon-mohon segala. Sayangnya saat ini ia sedang sibuk mengurus OSIS, maklumlah sekarang jabatannya adalah ketua OSIS. Biasanya si Rian kan iseng, kalau aku tidak memohon, maka jangan harap Rian akan membantu. Dia senang sekali tuh melihat aku sengsara.

“Males, Mik.” ujarnya kemudian sambil berlalu. Huuu, dasar. Akhirnya aku memutuskan untuk melihat sendiri dengan menunggu kerumunan tersebut sepi. Cukup lama aku menunggu sampai akhirnya bel masuk berbunyi dan baru kerumunan itu bubar. Tau ah, pokoknya aku harus melihatnya dulu sebelum masuk kelas. Kulihat papan pengumuman tersebut. Namaku… Ada di… Ah, kelas 12 IPS 2. Aku memang terlalu bodoh dan malas untuk mengambil IPA jadinya aku ambil saja IPS. Sedangkan Erick dan Rian lebih memilih IPA. Huh, tidak setia kawan tuh.

“Gak masuk kelas, Kak?” Terdengar suara seseorang bicara dari belakangku. Niken. Kuperhatikan rambutnya yang sudah panjang sepinggang. Dia memang sudah mulai memanjangkan rambutnya semenjak masuk SMA. Padahal waktu pertama kali aku berkenalan dengannya, rambutnya masih pendek sebahu.

“Ehehe, baru liat di kelas mana, ini baru mau masuk kelas. Lo sendiri?” tanyaku balik padanya. Niken belakangan ini sudah masuk dalam lingkup persahabatan Erick, Rian dan aku. Kami menjadi sangat dekat beberapa bulan terakhir ini. Yah, walaupun hanya aku dan Niken yang menjadi sangat dekat, sedangkan Erick masih belum mau terbuka pada Niken. Aku bahkan sudah bercerita bahwa aku menyukai Erick pada Niken. Hihi.  

“Mau ke ruang OSIS, Kak. Ada rapat, biasa.” jawabnya. Hiks aku jadi sedih mendengar jawaban yang diberikan Niken. Di antara kami berempat, yang belum pernah masuk OSIS hanyalah aku. Kenapa? Ya seperti alasan biasanya, karena nilaiku yang sangat tidak bisa ditoleransi, kata kepsek.

“Pagi-pagi begini rapat, Nik? Hari pertama pula, emang si Erick bener-bener deh. Kayaknya dia perlu gue omelin tuh, ckck.” ujarku sambil berdecak.

“Ehem, daripada kak Mikha urusin itu, mending kak Mikha masuk kelas deh. Itu di belakang ada guru piket.” tegur Niken sambil kemudian pergi menuju ruangan OSIS meninggalkanku. Apa barusan dia bilang? Di belakang ada guru piket? HAH!? Dengan perlahan aku coba menoleh ke belakang. Haduh, beneran ada guru piket.

“Hai, Pak.” Aku mencoba terlihat biasa-biasa saja melihat guru piket tersebut. Kenapa coba harus Pak Pete sih yang piket hari ini??? Pak Pete –namanya emang Pete, bukan diplesetin ato sejenisnya—, guru sosiologi yang galaknya minta ampun. Kumis tebelnya minta dicukur tuh, uh. Tanpa menunggu balasan sapaanku, aku segera berlari ngibrit meninggalkan Pak Pete. Ogah jadi bulan-bulanan si pete deh!

***

“Sori ya semuanya aku telat.” ujar Niken melihat aku dan Rian sudah berkumpul di meja kantin tempat biasa kami mangkal hehe.

“Gak pa-pa, Ken. Si Erick juga belom dateng kok.” Rian menanggapi ucapan Niken dengan santai, sambil mengambil bekal yang dibawa Niken untuk kami bertiga. Sudah biasa bagi kami untuk makan bekal yang Niken bawakan. Tapi gak setiap hari kok, hanya di hari-hari tertentu saja. Seperti hari ini, hari pertama menginjak tahun ajaran baru.

“Ih lo itu ya, Rian, main ambil-ambil aja. Punya lo yang kotak warna biru tuh, punya gue mah yang warna ungu.” ujarku sewot pada Rian. Aku ini memang maniak ungu. Niken juga tau, maka dari itu ia selalu membawakan khusus untukku kotak berawarna ungu.

“Ih apa sih lo, semuanya isinya sama tau. Udah sono lo ambil yang warna biru, ato gak ijo aja tuh.” balas Rian. Aku menatapnya sewot, tapi ia tidak peduli. Padahal dia juga tau kalau aku kan maniak ungu. Ketika kulihat tangan Rian akan mengambil kroket yang ada di bekal tersebut, dengan sigap segera kupukul tangan Rian dan merebut bekalnya. Haha rasakan tuh!

“Aduhhh, Mik! Lo ini ya, bener-bener. Kasian nih tangan gue, terluka cuma demi warna kotak bekal.” Aku tertawa kecil mendengar ocehan Rian.

“Lebay lo tau gak! Udah sono lo makan yang kotak biru.” Aku kemudian menjulurkan lidahku pada Rian. Makanya jangan suka menjailiku!

“Ya ampun, Kak Rian, Kak Mikha. Semua isinya udah aku samain kok, gak perlu rebutan gitu. Kak Rian ambil aja lagi, hahaha.” ujar Niken sambil menertawai kami. Eh salah ding, Rian lebih tepatnya hoho. Dengan kesal, mau tak mau Rian mengambil kotak bekal yang berwarna biru dan memakan bekalnya.

“Sori telat.” Ucapan maaf dari Erick yang baru saja datang menghentikan sejenak acara lomba makan yang baru saja dimulai –antara aku dan Rian pastinya, kami taruhan nih siapa yang kalah harus traktir nonton Sabtu besok—. Aku mengangkat kepalaku, kemudian menyodorkan bekal yang ada di meja ke arah Erick, bahkan tanpa menjauhkan sendok dari mulutku. Hehe, aku harus menang dong. Mana mau aku mentraktir nonton mereka bertiga, bisa-bisa aku bangkrut mendadak.

“Wahahaha! Gue selesai duluan!” Tiba-tiba Rian berteriak, membuat aku kaget dan sedikit tersedak. Aku menatapnya dengan terkejut, dan kesal tentunya.

“Kok bisa!? Curang lo Rian!” seruku sambil menarik-narik seragam Rian dengan kasar.

“Woi, woi, woi! Baju gue sobek nih nanti, jangan lo tarikin dong!” Mendengar ucapan Rian aku langsung melepas cengkramanku di tangan Rian dan senyum cengengesan. Tapi senyumku tidak bertahan lama, aku langsung kembali menatapnya dengan tatapan kesal.

“Lo pasti curang ih, mana mungkin lo bisa menang! Secara makan lo kan gak secepet gue!”

“People changes. Wakakaka.” ujar Rian yang sepertinya mengutip sebuah quote bijak.

“Gak nyambung lo!” protesku sambil meninju pundaknya. Rian hanya mengaduh kesakitan.

“Lo berdua sumpah bikin malu banget.” komentar Erick dengan ekspresi yang seakan berbicara ‘ckckck’.

“Udah, udah. Berhubung kemaren aku baru dapet duit jajan, jadinya aku gantiin Kak Mikha traktirin nonton dehh, gimana?” Ucapan Niken membuat mataku langsung berbinar-binar menatapnya. Waaaa! Niken baik sekali anda!

“Curang lo, Mik. Ken, jangan mau lo dimanfaatin si Mikha!” protes Rian. Aku tertawa melihat perlakuannya. Memang hanya orang baik yang diberi kemudahan *eh. Oh iya ngomong-ngomong, Adrian sudah 2 tahun belakangan ini menghilang, sejak hari itu. Kata kepala sekolah sih dia pindah karena neneknya sakit, tapi entah ke mana. Baguslah, aku sih berharap selamanya dia gak akan pernah balik lagi. Gak perlu malahan. 

Bestfriend or..?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang