_A.D.H.I.T_
Menjelang pemilihan ketua OSIS aku semakin disibukkan dengan bermacam rapat koordinasi. Awal Agustus aku akan kampanye di depan seluruh siswa tentang program2 yang akan kulakukan jika terpilih sebagai ketua OSIS. Belum lagi rencanaku untuk membuat bazar pembangunan dalam rangka menyambut 17 Agustus. Setiap jam istirahat aku selalu menyempatkan diri menyelinap ke ruangan OSIS. Pulang sekolah kadang aku berkoordinasi dengan teman-teman dulu sebelum pulang. Kulihat Shila kelelahan mengikuti aktivitasku. Terkadang kulihat dia bermain basket berdua dengan Feri ketika menungguku. Kadang dia juga meminta izin untuk pulang lebih dulu dengan teman yang lain. Kadang kami bertemu sore hari, itu pun tidak lama karena dia sibuk dengan ekskul dramanya.
Shila pernah bertanya, kenapa aku terlihat begitu aktif di organisasi bahkan ngotot ikut pemilihan Ketua OSIS. Kubilang, itu caraku untuk belajar mengenal dan menghadapi banyak orang. Dia bilang, kalau hanya untuk itu, aku udah lebih dari terkenal dan pasti cukup kewalahan menghadapi mereka yang dia bilang, penggemarku.
"Ya, sih. Tapi bukan cuma itu. Kita juga belajar berdiplomasi, menyusun rencana-rencana kerja, atau belajar cari duit untuk kelangsungan organisasi. Suatu hari nanti aku berencana punya sebuah usaha yang mempekerjakan banyak orang. Pasti akan ada strategi, rencana, dan hal lain yang harus dilakukan supaya usahaku berkembang." Shila manggut-manggut mendengar penjelasanku. Menurutnya, pikiranku terlalu tua dan membosankan.
Kamu benar, Shil. Dan aku membutuhkan orang sepertimu sebagai penyeimbang. Supaya hidupku lebih santai dan bahagia.
"Shil, sabar, ya. Setelah 17 Agustus waktuku akan lebih longgar," kataku suatu ketika. Shila hanya tersenyum. "Nanti kuajak kamu jalan-jalan ke satu tempat. Terserah mau ke mana. Kamu yang nentuin. Atau kita keluar kota aja. Baturaden. Gimana?"
"Nyantei aja, Dhit, kita masih lama, kan sekolah di sini. Kecuali kamu ada rencana mau pindah sekolah, baru, deh aku larang kamu sibuk ini itu," jawabnya. Aku hanya tersenyum sambil mengucek poninya. Dia menatapku sekilas. Tatapannya sendu dan sarat beban. Seolah ada sesuatu yang mengganggu pikirannya dan berusaha dia sembunyikan dariku. Tapi apa yang harus disembunyikan? Kami sudah berjanji untuk saling terbuka dan tidak main rahasia-rahasia lagi.
Kuakui, sih akhir-akhir ini dia jarang tersenyum, sering melamun, dan tatapan matanya kadang sangat jauh. Tapi aku pikir itu karena dia kesal selalu aku tinggal terus-terusan. Dia bukan tipe cewek yang suka ngeluh. Kalau masih bisa ditahan dia nggak akan bilang ada apa. Jadi kalau dia tidak cerita, itu artinya dia tidak apa-apa. Aku juga nggak mau dibilang pacar yang posesif. Aku ingin dia merasa nyaman denganku.
Sabtu pertama di bulan Agustus, aku harus kampanye untuk menyampaikan program-program yang akan aku lakukan jika terpilih menjadi Ketua OSIS. Atas usul Shila, aku memasukkan darmawisata ke Bali dalam salah satu programku. Menurut Shila, kita butuh refreshing sebelum menghadapi EBTANAS. Dan Bali terlihat lebih mengasyikan ketimbang Jakarta. Sudah biasa, itu alasan Shila ketika kubilang kenapa bukan Yogya atau Solo yang lebih dekat. Menurut Shila, sewaktu SD dia sudah darmawisata ke Yogya dan Solo. SMP ke Jakarta. Kalau SMA ke tempat itu-itu lagi, lebih baik nggak usah ada darmawisata karena pasti peminatnya sedikit. Baiklah. Bali oke, Jakarta atau Yogya tidak masalah buatku. Membayangkan menghabiskan hari-hari bersama Shila sudah membuatku bahagia.
Aku dan dua kandidat yang lain sudah bersiap di tepi lapangan tengah. Pandanganku menyapu bersih seluruh lapangan dan koridor kelas. Ke mana Shila? Seharusnya dia berdiri paling depan untuk menyemangatiku.
Kulihat Febi berdiri di bawah pohon ketapang bersama teman satu kelas kami yang lain. Kuberikan isyarat padanya, bertanya di mana Shila? Febi menggeleng. Raut mukanya bilang tak tahu. Aku sedikit khawatir. Tapi mungkin dia sedang ke kamar mandi. Pasti dia merasa gelisah melihat aku harus tampil di podium hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain to You
عاطفية(Before Men in The Lockers) Shila, cewek yang kalo nangis bisa nurunin hujan. Yang kalo ketawa matanya bersinar-sinar. Ketika Adhit, cowok popular satu sekolah yang ganteng dan tajir mlintir, nunjukin tanda kalo suka padanya, Shila berusaha menyangk...