Bagian Sembilan Belas

30 0 0
                                    

(Agham's PoV)   


Berbulan-bulan gue sudah mulai dekat dengan Kirana. Selain itu, gue juga mulai dekat dengan Tanaya. Hari ini, gue dan Mario mengerjakan tugas kelompok di Rumah Tanaya. Biasanya saat kita di rumah Tanaya, Kirana datang membantu. Tapi kali ini tidak. Dia tidak menampakkan batang hidungnya sekalipun. Aku tahu ini saat Tanaya sedang berbincang dengan asisten rumah tangganya—bi Minah.

Hari ini, selain ingin mengerjakan tugas kelompok, Mario mengatakan bahwa ia ingin menembak Tanaya walaupun kemungkinan untuk di tolaknya besar. Ia tahu bahwa Tanaya naksir gue. Tapi, bukan Mario namanya kalau pantang menyerah. Beberapa hari lalu, gue sempat curhat kepada Mario bahwa gue mau nembak Kirana. tapi, Mario mengatakan tunggu sampai dia menembak Tanaya dulu baru gue boleh menembak Kirana.

Saat sedang mengerjakan tugas, gue izin untuk ke kamar mandi. Alasan sebenarnya adalah ingin meninggalkan Tanaya berdua dengan Mario sehingga Mario dapat menembak Tanaya. Awalnya gue memang benar ke kamar mandi. Lalu, saat keluar dari kamar mandi guemendengar percakapan anatara Tanaya dan Mario.

"eh? Emm.. bu—bukan kok. Bukan Agham." Ucapan Tanaya membuat gue gusar.

"gapapa Nay, jujur aja. Gue gak akan marah kok sama lo. Lo suka sama Agham kan?" tanya Mario meyakinkan jawaban Tanaya.

akhirnya, gue meilhat anggukan kecil Tanaya dengan perasaan gusar. Suasana sempat terasa hening hingga akhirnya "maaf banget ya Yo. Bukan maksud gue mau nyakitin perasaan lo, tapi, itu perasaan gue yang sebenarnya. Kita tetep bisa temenan kan?"

"iya gak apa-apa kok. Tenang aja! You're still my best friend." Jawabnya dengan senyumanya.

"eh iya, gue cuma nanya aja sih. Tapi semoga lo ga ke singgung dengan pertanyaan gue" ucap Mario berhasil memberhentikan langkahku yang hendak menghampiri mereka.

"apaan?"

"kalau misalkan Agham nembak Kirana, dan ternyata perasaannya di bales sama Kirana, sikap lo gimana?"

"yaudah mau gimana lagi. Gue ga akan ngejauhin Kirana. Gue bakalan ngedukung apapun itu kondisinya. Walaupun sebenrnya hati gue bakalan hancur. Tapi, buat sohib gue, apapun gue lakuin." Ucap Tanaya dengan tatapan bahwa ia sebenarnya tidak ingin gue an Kirana bersama. Tapi, gue berfikiran bahwa gue akan tetap untuk menyatakan perasaan gue terhadap Kirana.

Sampai maghrib tugas kami belum selesai karena mentok di 5 soal terakhir. Awalnya kita sempat menyerah, tapi Tanaya bilang bahwa Kirana akan ke sini selepas Maghrib. Jadi, gue memutuskan untuk tetap tinggal di sini sambil menunggu Kirana. Tak lama kemudian..

"Assalamualaikum!" ucap dua orang yang memasuki rumah sambil berpeluk mesra.

'anjrit! Itu siapa yang ngerangkul Kirana?! mesra banget lagi. Anjir banget lah pokoknya!' rutukku dalam hati.

"eh lo masih di sini?" ucap Kirana kepada gue dan Mario yang dilanjutkan dengan anggukan yang berjamaah dari kita berdua.

"waalaikumsalam. ABAAAAAAAANG!!! GUE KANGEN SAMA LO!" teriak Tanaya kepada cowo di samping Kirana dan melanjutkan "tapi bohong! Wahaha" lalu tertawa terbahak-bahak.

'oh itu abangnya Tanaya. Tapi kok mesra banget sama Kirana sih? Apa mereka ada hubungan? Apa Kirana suka sama abangnya Tanaya?' pikiran gue semakin melambung jauh. Di sisi lain, Mario menyenggol tangan gue.

"ade kurang ajar lo ye! Untung aja gue masih punya ade cadangan." Ucapan itu berhasil membuat muka Kirana memerah.

"waalaikumsalam. Akhirnya abang pulang juga. Na, makasih ya udah jemput abang." Ucap Tantri—ibu Tanaya.

Pesan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang