(Abi's PoV)
Sesampainya di rumah dan bercengkrama sedikit dengan Tanya, aku langsung menghambur ke kamar di lantai atas. Segera aku mandi dan mengganti pakaian. Selepas itu, aku mengambil HP dan me-Line Kirana untuk menanyakan Agham.
AbiRG : dek..
AbiRG : Agham yg mn?
Tak ada balasan darinya. Bahkan tanda 'read' pun tidak ada.
AbiRG : woy baca woy.
AbiRg : ade gue bolot nih. Buruan ketiduran ntar gue
Ini sudah lebih dari 20 menit sejak line pertamaku.
AbiRG : lbh lm nunggu jwbn lo drpd jomblo lo Na. haha
Akhirnya, pesan ku di baca olehnya. Dan secepat kilat ia membalasnya.
KiranaLW : anjir ngeselin bat lu. Males ah ngasih taunya. Haha :P
AbiRG : baper gila lau wkwk
KiranaLW : haha gak lah bang. Agham yg td pake kaos merah.
AbiRG : emg skrg udh ganti baju?
KiranaLW : belom lah gils-_- kan blm plg tuh anak-_- abang gue pe'a juga ye trnyt
AbiRG : lau ege yg pe'a.
Aku tertawa membaca Line darinya. Setelah itu, aku memutuskan untuk turun ke bawah menghampiri kedua adikku. Namun, mereka sudah tidak ada di ruang tamu. Saat aku membalikkan badan, terdengar suara orang berbincang dari balkon depan. Aku memutuskan untuk melihat siapa yang sedang berbincang.
Tenyata, mereka sudah pindah ke balkon depan. Mungkin saja tugasnya sudah selesai. Saat hendak melangkah menjauh, aku mendengar seseorang mengungkapkan perasaannya. Aku melihat Agham sedang berbicara mengungkapkan perasaannya yang entah di tunjukkan untuk siapa. Tak ada maksud untuk menguping, tapi rasa penasaranku sangatlah besar.
"Kir, ada yang mau Agham omongin sama lo"
"eh.. mm.. anu.." ucap cowo itu yang ternyata adalah Agham. "bintangnya ketutupan awan, tapi, pancaran cahayanya tetap saja terlihat. Seperti lo yang selalu tertutup di setiap sisinya, namun, gue masih bisa melihat pancaran cahaya lo." Agham menggantungkan kalimatnya. "Kir, gue sayang sama lo. Will you be my girlfriend?" pengakuan dari Agham tadi berhasil membuat ku diam beberapa saat. Tak ada suara apapun di antara mereka. Tiba-tiba suara Tanaya terdengar. Namun sebagian depannya aku tidak mendengar.
"..., persahabatan kita ga akan pernah bubar kok." Ucapannya terhenti beberapa waktu lalu dilanjutkannya "gue bahagia liat lo bahagia walaupun hati gue merasa sakit Kir." Suara Tanaya begitu sangat tulus kalau ia ingin melihat Kirana senang.
"udah sana buruan jawab. Kesian tuh yang nembak udah nungguin." Tak berapa lama, terdengar suara Kirana menjawab pertanyaan Agham. "yes, I'll".
Aku melangkahkan kaki menuju ruang tengah. Di sana sudah ada mama yang sedang memakan pudding favoritnya.
"ma, mau.." ucapku manja.
"ambil sendiri ah di kulkas." Jawabnya santai
"ah mama ga sayang aku nih. Masa gak mau ambilin buat aku. Yaudah aku besok pulang aja ah ke Surabaya." Ucapnku dengan nada seperti mengancam.
"ih gitu sih, udah tau mamanya kangen malah mau di tinggalin lagi. Yaudah bentar mama ambilin dulu." Ucapnya lalu menghilang dari bangku yang tadi di dudukinya.
"makasih mama sayang. Muah!" ucapku lalu mengambil pudding yang berada di piring mama dan memakannya.
'maafkan anakmu ma. Hehe' ucapku dalam hati. Sekembalinya mama mengambil pudding, ia memberikan piring kepadaku. Saat hendak mengambil piring puddingnya, ia menatapku dengan tajam.
"kamu ya udah mama ambilin masih aja embat punya mama. Sini ah punya kamu buat mama." Ucapnya sambil menggerakkan tangan untuk mengambil pring ditanganku. Namun, dengan cepat aku mengalihkan.
"ih mama udah tau abang lama gak makan pudding buatan mama. Boleh dong makan lebih banyak." Jawabnya santai.
"yaudah gih sana makan puddingnya." Jawabnya sambil tersenyum. Tak lama setelah aku menghabiskan pudding, Nizar datang menghampiri.
"Assalamualaikum Ma" ucapnya kepada mama.
"waalaikumsalam. Eh ada anak kedua mama. Dari mana tadi?" tanya mama kepada Nizar yang tadi sedang berada di luar.
"ah paling pacaran ma." Jawabku acuh tak acuh.
"haha tau aja lo bro. btw, apa kabar bro?"
'basa-basi ae lau' pekikku dalam hati.
"bae bro. ke kamar gue aja yuk. Udah lama nih ga olah raga tangan." Ucapku santai sambil menggerakkan jempol tangan.
"yaudah yuk. Ma, ke atas dulu ya." Ucap Nizar.
Saat berjalan menuju kamar..
"Zar, lo liat cowo yang pake baju merah tadi?"
"iya kenapa?"
"baru jadian sama ade lo." Jawabku dengan nada.
"sama Kirana? serius lo? Gue gak pernah setuju Kirana pacaran. Lo tau sendiri kan alesan gue?" jawabnya saat sudah di kamar dan aku sibuk mencari benda kesayanganku. Segera aku berlari keluar kamar sambil memanggil nama Tanaya dengan lantang.
"ANAY!! PS gue mana? Maen ambil aja lo dari kamar gue."
"noh di ruang tengah. Gue pinjem buat Agham sama Mario manin daripada bosen nunggu gue mandi." Jawabnya santai. "sering sih sebenranya haha" ucapnya-sangat-pelan namun masih bisa ku dengar.
"makanya jangan jadi ndoro yang mandinya lama." Jawabku membuat bibir Tanaya langsung mengerucut. Langsung aku melangkah masuk dan mengambil PS di ruang tengah. Lalu berjalan ke lantai atas menuju kamarku. Sesampainya di kamar, aku memasang game yang akan kita mainkan.
"gue tau alesan lo kenapa gak mau izinin Kirana buat pacaran. You're afraid that when Kirana already gone, he will fall down right?" jawaban dariku dengan penuh penekanan.
"nah itu. Tap—" ucapannya dengan cepat ku potong.
"tapi lo gak mau liat ade lo seneng sebentar aja dengan cowo yang dia sayang selain lo, ayah, papa, dan gue?"
"ya... mau sih. Tapi gimana ya Bi. Ada perasaan bersalah di diri gue kalau sampe cowo itu sakit hati dan malah berfikir engga-engga. Wait a moment. Do you tell it to Tanaya or Kirana maybe?" tanyanya seperti sedang mengintrogasiku.
"gue memenuhi janji gue terhadap ayah-ibu, mama-papa, dan lo. Gue ga bilang ke mereka. Santai aja mas bro." ucapku dengan nada setenang mungkin. Kalau ingat kejadian beberapat tahun lalu, selalu saja membuat dadaku terasa sesak.
"salah gak sih selamaini kita gak kasih tau penyakitnya Kirana?" Ucapan Nizar berhasil membuat kami berdua tediam tak adasuara kecuali suara dari kaset game yang sudah mulai. Dan akhirnya kami sepakatuntuk tidak membicarakannya terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesan Terakhir
Teen FictionKirana, sahabat terbaik Tanaya harus mendapat cobaan-yang cukup- berat. Segala cara ia lakukan demi sahabatnya tersebut tanpa kenal kata menyerah. Akan tetapi, takdir berkata lain. Keadaan kini berbalik kepada Tanaya. Apa yang harus diperbuat Tanaya...