Bagian Dua Puluh Tujuh

18 0 0
                                    

(Nizar's PoV)

Setelah sampai di rumah sakit, aku menurunkan kedua orang tuaku dan orang tua Tanaya di loby. Aku dan Kirana mencari parkiran. Setelah mendapat parkiran, kami menuju ruang UGD, namun Tanaya sudah tidak ada di sana. Aku terpisah dengan Kirana karena ia sedang menangkat telefon. Aku mendapat kabar dari ibu, bahwa Tanaya sudah ada di ruang rawat. Aku mengahmpirinya ke sana.

Sesampainya disana, dokter tengah berbincang kepada orang tua Tanaya dan orang tua ku. Agham dan Mario hanya diam dan tak berkata apapun.

"bu.." panggilku saat dokter sudah pergi.

"kenapa mas?" tanya ibu.

"Anay gapapa kan?" tanyaku pada semua orang yang berada di sana.

"kamu temuin dulu deh." Ucap ayah kepadaku. Ku turuti ucapan ayah dan masuk ke ruangan.

"mas Nizar!" ucap Tanaya ceria.

"kamu gapapa?" tanyaku padanya.

"apaan sih. Aku gapapa kok mas. tenang aja!" ucapnya diiringi dengan senyum khasnya.

"aku keluar dulu ya dek." Ucapku yang diikuti anggukan dari Tanaya. Saat aku berada di luar ruangan,

"kasih tau ade mu ruangannya Anay" ucap ibu kepadaku. Ku ambil HP di kantong dan mencari nama 'Kiranaku'. Tak lama, telefonku diangkat olehnya.

"Anay udah di ruangan de" ucapku pada Kirana di sebrang sana.

"..."

"Melati 205"

"..."

Ku matikan sambungan telefonku, dan menatap sekitarku.

"jadi, Anay kenapa?" tanyaku tanpa basa-basi.

"amesia parsial. Tadi udah kita coba ingetin satu-satu, tapi, nama Ana gak disebut sama dia. Saat kita sebut nama Ana, dia sama sekali gak kenal." Ucap papa kepadaku.

"tapi, dia bilang kalo aku pacarnya dia. Udah aku jelasin, tapi dia tetep bilang kalo aku pacarnya." Ucap Agham melanjutkan omongan papa.

"kenapa bisa kaya gini? Kenapa bisa dia kena amnesia parsial? Kenapa Ana yang dilupain sama Anay?" ucap mama sambil menahan tangis.

"kita juga belum tau Ma." Papa menjawab dengan suara lemah.

"tapi kenapa dia bilang Agham itu pacarnya?" tanyaku dengan suara-yang sangat-lemah. Tak ada satupun yang menjawab ucapanku. Tak lama, aku melihat Kirana datang menghampiri kami.

"Anay.. kenapa?" Tanyanya pada kami.

"kamu temuin Anay dulu gih." Ibu mengatakan dengan sangat lembut. Kirana menuruti ucapan ibu dan masuk ke dalam. Tak sampai 10 menit ia berada di dalam, sudah kembali keluar. Kami semua langsung menatapnya dengan tatapan 'gimana?'. Tapi, hanya senyum paling kecut yang ia berikan kepada kami. Tanpa berkata apapun, ia pergi dengan tatapannya yang mengguratkan kekecewaan. Tak ada satupun dari kami yang memanggilnya. Aku tak ingin mengganggu adik kecilku dalam keadaan seperti ini. Tapi, aku harus menjaganya. Aku tak tau harus bagaimana. Kemudian aku terduduk di lorong dan mengeluarkan HP.

Nizarkurniaw : lo dimana?

AbiRG : taxi. Y*?

Nizarkurniaw : gue bingung.

AbiRG : Y?

Nizarkurniaw : Anay amnesia parsial. Dia lupa sama Ana. Saat ini Ana gatau kemana

AbiRG : becanda lo kelewatan.

Nizarkurniaw : ngapain becanda bego! Gue serius! Dan Anay bilang Agham pacarnya. Gue gatau Ana tau hal itu apa engga. Gue hrs gmn?

AbiRG : dunno.

Nizarkurniaw : percuma crita sm lo. udh lah, gue ajak ibu sm ayah plg aja.

AbiRG : ok

"ayah, ibu, kita pulang aja gimana? Kita harus pikirin keadaanya Ana juga. Aku khawatir Ana udah tau ini semua." Ucapku sambil berdiri. Tak lama aku melihat Agham dan Mario keluar dari ruangan Tanaya.

"tadi, Kirana keluar gak bilang apa-apa kan?" tanya Agham.

"engga. Emang kenapa?" tanyaku pada Agham dan Mario.

"tadi Tanaya tanya kenapa Agham gak langsung masuk pas nitip pesen sama Kirana. Dan Tanaya bilang kalo Agham itu pacarnya." Jelas Mario kepada kami, dan sukses membuatku down.

"Ma, Pa, mobil akubawa pulang ya. Besok mang Ujang yang ke sini jemput kalian. Bu, Yah, ayopulang." Ucapku setengah memaksa. Namun ibu dan ayah mengikuti perkataanku.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

* Y = why

Pesan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang