Bagian Tiga Puluh

31 0 0
                                    


(Nizar's PoV)

Saat kami tiba di rumah, bi Lasmi memberi tahu bahwa Kirana belum pulang. Aku terus mencoba menelefon HPnya. Namun tidak ada jawaban sama sekali. Pikiranku buntu. Aku tak tahu harus kemana atau bertanya pada siapa. Adzan Maghrib berkumandang, teapt saat Kirana mengucapkan salam.

"Assalamualaikum" ucap Kirana dengan suara lemah.

"waalaikumsalam" jawab ku bersamaan dengan ayah.

"kamu darimana nak? Daritadi kita nyariin" tanya ibu yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"gak kemana-mana kok. Aku masuk kamar dulu ya." jawabannya terdengar sangat lemah. Jujur, aku gak kuat liat kondisi Kirana saat ini. Aku hanya takut penyakitnya kambuh.

"Sholat dulu dek, terus makan" teriakku sebelum Kirana menutup pintu kamar. Terdengar suara pintu terkunci. Tak ada suara apapun dari kamar Kirana setelah itu. Selepas Maghrib, Nilam datang ke rumah untuk menanyakan kabar Tanaya. kami menceritakan padanya kondisi Tanaya, dan tentu saja kondisi Kirana.

"biar aku coba ya. aku tahu, aku gak deket sama Ana, tapi semoga aja dia mau denger ucapan aku." Ujar Nilam. Lalu ia melangkahkan kaki menuju kamar Kirana.

Hampir 30 menit ia berada di kamar Kirana. Aku berharap Kirana mau menceritakan semuanya kepada Nilam, tapi aku sedikit pesimis karena mereka berdua tidak terlihat akrab. Setelah Nilam kembali ke ruang keluarga..

"gimana?" tanya ayah dan ibu bersamaan.

*flashback on*

Aku mengikuti Nilam menuju kamar Kirana.

Tok.. tok.. tok..

"dek, aku masuk boleh gak?" tanya Nilam kepada Kirana. tak ada suara, hanya suara kunci yang terdengar. Lalu Nilam masuk ke kamar Kirana, sedangkan aku hanya menunggu di balik pintu kamar. Pintu kamar di tutup namun tidak terlalu rapat.

"dek.." panggil Nilam. Tak ada respon apapun dari Kirana. "ada yang mau kamu ceritain?" tanyanya lagi kepada Kirana.

"ga" jawabnya begitu singkat

"yaudah, mba masih di sini kalo kamu mau cerita. Udah solat?" tanyanya lembut yang di balas dengan anggukkan.

"makan yuk. Ibu kan tadi siang masak ayam bakar. Ada lalapannya juga. Kamu kan biasanya seneng banget kalo ibu masak ayam bakar." Bujukan Nilam tak mempan terhadap Kirana. Ia hanya terdiam menatap tembok dan memeluk boneka kesayangannya. Tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Cukup lama terdiam, akhirnya Nilam mulai memanggil Kirana.

"dek.." panggil Nilam.

"GAUSAH BAWEL! KALO MAU DI SINI DIEM AJA GAUSAH MANGGIL AKU!" teriakannya-cukup-keras hingga terdengar sampai di ruang tamu. Tak lama, terdengar suara tangisan dari Kirana. Aku melihat dari celah pintu yang terbuka, ia mememluk Nilam dengan perasaannya yang sangat memilukan. Aku tak kuasa melihatnya begitu terpuruk. Aku memutuskan untuk menghampiri ibu dan ayah di ruang keluarga dan menunggu Nilam di sana.

*flashback off*

"Ana gak cerita apa-apa. Dia cuma nangis aja daritadi. Aku bingung mau bilang apa sama Ana. Maaf aku belum berhasil bujuk Ana. Aku nyuruh dia solat Isya." Ucapan Nilam. "eh iya! Pas aku mau buka pintu, dia manggil aku dan bilang 'bilangin mas, liat Line'." Aku langsung mengambil HP ku yang ada di kamar setelah ucapan terakhir Nilam tadi. Tak butuh waktu lama, aku kembali ke ruang keluarga.

"ada Line apa dari Ana?" tanya ibu kepadaku.

"dia ngirim pesan audio bu. Tapi aku tau isinya apa." Jawabku

"yaudah coba di buka. Ayah mau tau isi audionya apa." Titah ayah kepadaku.

Langsung ku putar audio yang dikirimkan Kirana kepadaku. Aku, Ayah, Ibu, dan Nilam dia mendengar audio tersebut.

*pesan audio on*

Agham: halo?

Kirana: Gham?

Agham: kenapa Na? kamu dimana? Kok tadi langsung pergi gitu aja?

Kirana: gak usah khawatir sama aku. Aku Cuma mau bilang beberapa hal sama kamu. Kamu dengerin baik-baik ya.

Agham: apa?

Kirana: aku sayang sama kamu, Gham. Tapi, saat ini kondisi lagi gak memungkinkan buat kita barengan. Mungkin saat ini Mama sama Papa minta kamu buat jagain Tanaya. Dan kamu pasti bingung mau jawab apa. Gham, aku udah pikirin ini semua baik-baik. Aku mau saat ini kita break dulu, dan kamu terima tawaran orang tuanya Tanaya buat jagain dia. aku mau, kamu jalanin hari kamu dengan Tanaya dan bilang kalo kamu pacarnya dia. Kamu gak usah khawatir sama aku. Masalah Mario, nanti aku yang omongin sama dia. Kalau kamu emang beneran sayang sama aku, aku mohon sama kamu, ikutin kemauan aku saat ini. Ini demi kebaikan kita semua. Gak ada jalan lain yang bisa kita ambil, walaupun sebenarnya terapi bisa bantu perlahan-lahan. Tapi kalau di bantu sama kamu, bisa jadi lebih cepet kan? Aku harap kamu bisa ngerti maksut aku dan ikutin permintaan aku. Masalah kelanjutan kita ke depannya, aku udah pikirin semua baik-baik. Kalau kita jodoh, pasti kita akan balik lagi. Kalau pada akhirnya tempat ternyaman buat kamu adalah Tanaya, aku gak apa-apa kok.aku bakalan ikhlas nerima itu semua. Kalau kamu nanya aku sedih, aku jawab ya aku sedih. Kalau ditanya kecewa, aku juga bilang iya. Tapi semua ini aku lakuin buat sahabat aku. Buat saudara aku. Buat adik aku. Jadi, aku harap kamu ngerti dengan keputusan aku.

Agham: aku gak mau kita putus Na.. Aku sayang sama kamu.

Kirana: aku tau kamu sayang sama aku, aku juga sayang sama kamu. Tapi aku lebih sayang sama Tanaya. Aku gak akan ngelarang kamu buat deket sama aku. Aku gak ngelarang kamu gak ngehubungin aku. Tapi aku minta sama kamu buat jaga jarak sama aku sampai Tanaya bisa terima aku apa adanya dengan kondisi dia saat ini.

Agham: oke, aku ikutin mau kamu. Aku sayang sama kamu Kirana.

Kirana: aku juga sayang sama kamu Agham. Titip salam ya buat Tanaya, Mama, sama Papa. Bilang sama mereka, aku gak marah kamu bantuin Tanaya buat pulihin ingatnnya tentang aku. Dan sampein juga, maaf kalo aku tadi pergi tanpa pamit sama kalian semua. Aku tutup ya telfonnya. Bye Agham.

*pesan audio off*

Ibu menangis di pelukan ayah mendengar permintaan Ana kepada Agham. Merasa belum puas dengan audio tersebut, aku membuka sosial media ku dan mencari akun Kirana. Semua akun sosmed Kirana berisi teks yang sama.

'I think this is the best thing I did. I'll never be disappointed with my choice. I'll do my options with sincerity'

"Bu, Yah, kayanyakita harus terima permintaan Ana. Saat ini mungkin dia sedih, tapi aku yakin kedepannya di bakalan kuat ngadepin semua ini." Ucapku pada Ibu dan ayah. Dan aku pasti akan membuat Ana selalu bahagia selama hidupnya.

Pesan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang