2013 : Punya Pacar

393 15 0
                                    

Ketiadaan kabar dari Banyu membuatku kembali fokus pada kehidupan kampusku. Kembali berjibaku dengan buku dan sibuk mengikuti organisasi kampus.

Aku ingin segera lulus, ingin memakai toga diwisuda dengan tambahan selempang kuning bertuliskan "cumlaude". Aku ingin membuat kedua orang tuaku bangga pada saat wisuda nanti. Tak harus jadi lulusan terbaik, karna itu terlalu muluk. Yang penting aku bisa duduk di deret terdepan bersama lulusan-lulusan berselempang kuning lainnya.

Fokus di organisasi membuatku menjadi bertambah dekat dengan beberapa teman dari fakultas lain, salah satunya mas Abdul. Dia ketua senat di kampusku. Orang yang baik sekalipun wajahnya berbanding terbalik dengan kelakuannya. Wajahnya sangar kayak wajah preman pasar, rambutnya agak gondrong, minus tapi tidak pernah mau pakai kaca mata, di jok motornya selalu ada sarung dan sajadah tapi tidak pernah mau mengaku kalau dia rajin solat, katanya malu kalau diledekin yang lain. Dia aneh tapi berkarisma dan lebih anehnya lagi anak-anak yang lain bilang dia suka aku.

Mas Abdul suka menemaniku  wifian di kampus sampe sore. Dia sibuk bermain game online dan aku sibuk download drama korea. Karena kami sama-sama doyan makan kadang kami suka pergi mencari makan berdua, mulai dari makan di warung dekat pasar burung yang murah dan berporsi banyak sampai makan di kafe-kafe yang super mahal dengan makanan yang habis dalam tiga kali suap.

Aku selalu merasa heran bila ada laki-laki yang mendekati ku, bilang cinta atau mengeluarkan tanda-tanda suka. Aku selalu bertanya dalam hati apa yang mereka lihat dari aku? Cewek pendek, rambut sebahu, agak kelebihan berat badan, cuma pakai bedak bayi, jorok, kalau ingusan suka ngebersitin hidung tidak sadar tempat. Apa yang mempesona dari gadis seperti ku yang mengejar cinta seorang laki-laki dari umur satuan sampai dua puluhan tapi tidak dapat-dapat. Sampai sekarang aku tidak tau jawabannya. Toh aku juga tidak pernah bertanya tentang hal itu kesiapapun.

------------
Waktu menunjukkan pukul 16.30, aku masih ngendon di kampus terlalu malas untuk pulang. Padahal dikampuspun aku hanya duduk-duduk di ruang senat sambil men-download film, lumayanlah wifi kampus sedang lancar, aku bisa ngefull download sampe nanti habis magrib.

Aku tidak sendirian disini, ada beberapa adik tingkat yang juga sama asiknya dengan laptop mereka. Ada juga mas Abdul yang tidur dipojokan berselimut sarung buluk entah milik siapa.

Aku sangat-sangat menikmati saat seperti ini. Berasa di surga kalau sudah bertemu wifi dan colokan. Tiba-tiba kurasakan ada yang menepuk bahuku.

" Pulang yuk Ken udah mau jam lima " Ajak mas Abdul.

" Nanggung mas downloadan-ku kurang sepuluh persen" jawabku tanpa menoleh.

" Ya udah aku tungguin " ucap mas Abdul sambil menarik kursi di belakangku.

Aku tak menghiraukannya. Toh ini bukan pertama kalinya mas Abdul bertingkah seperti ini. Terkadang kami memang pulang bersama, dengan motor masing-masing. Atau kalau mas Abdul sedang setengah waras dia minta tebengan. Toh jalan pulangku melewati depan rumahnya. Dan jarak rumahnya dari kampus hanya setengah dari jarak kampus kerumahku.

Setelah downloadan-ku selesai aku segera berkemas. Berpamitan dengan anak-anak penunggu senat yang mungkin tidak akan bubar sampai besok pagi. Mas Abdul mengikuti ku sampai ke parkiran, kemudian menjulurkan tangan tanda dia meminta kunci motor.

" Aku nggak bawa motor Ken, nebeng nyampe rumah ya, tapi mampir makan dulu. Laper belum makan dari siang "

" Nggak bawa helm juga pasti " ucapku malas, hafal sekali dengan kebiasaannya yang tidak suka bawa helm.

Mas Abdul cuma nyengir dan mulai menstarter motorku. Sekalipun aku yang membonceng, aku sama sekali tak berniat memberikan helm ku padanya. Biar saja, toh dia lebih suka matanya kemasukan debu jalan dari pada pakai helm.

Jangan khawatirkan tentang polisi, operasi lalu lintas atau kena tilang disini. Di saat sore seperti ini hampir tidak ada polisi berpatroli di jalan-jalan. Lagi pula kami tidak cukup bodoh untuk melewati jalan besar saat tidak lengkap berkendara, kami melewati jalan tikus, yang kiri kanan jalannya hanya ada sawah, sungai dan sawah.

---------
Dalam perjalanan pulang, kami mampir ke warung mi ayam langganan kami.

" Aku ikut wisuda gelombang depan Ken " ucap mas Abdul tanpa aba-aba.

" Udah terancam di-DO ya mas, sampe akhirnya wisuda juga " jawabku sambil masih menikmati mi ayam ku.

Aku bukannya sarkastik, ini kenyataan, bahwa mas Abdul adalah mahasiswa semester 13 yang kalau tahun ini tidak lulus juga maka akan kena DO.

Aku sebenarnya heran kenapa mas Abdul belum lulus, aku pernah mengintip KHS(Kartu Hasil Studi) miliknya. Nilainya hanya bertebaran antara dua A dan B. Ip nya tidak pernah kurang dari 3,75 tapi anehnya sampai semester 13 ini dia baru mau akan lulus.

Mas Abdul menghela napas, terlihat lelah.

" Aku belum pingin lulus sebenernya, masih enjoy main di kampus, kumpul sama anak-anak senat. Tapi kasihan juga kalau orang tua ku harus bayari  kuliah terus. "

" Kuliah lagi aja " ucapku acuh.

" Pengennya si gitu, tapi aku nggak pengen jauh dari kamu " ucapnya lirih

Aku kaget, melongo, menatapnya aneh. Apa hubungannya dengan aku?apa jangan-jangan yang dikatakan anak-anak benar kalau mas Abdul ada rasa sama aku?

Tiba-tiba mas Abdul menggenggam tanganku yang berada dimeja. Matanya menatapku lurus.

" Aku suka kamu Ken. Eh bukan, aku cinta sama kamu "

Aku masih menatapnya heran. Ini salah, benar-benar salah. Dulu aku 'menembak' seorang laki-laki didepan toilet umum. Dan sekarang aku ditembak oleh laki-laki lain di warung mi ayam di pinggir jalan, dengan mulut masih menguyah mi pelan. Aneh sekali kisah cinta ku ini.

" Aku nggak tau harus ngomong apa " jawabku pelan.

" Kamu mau kita jalani saja? " tawarnya

Kalimat "jalani saja" agak terasa tidak mengenakkan ditelingaku. Aku bingung. Aku tak tau perasaan apa yang ku miliki pada laki-laki didepanku.

" Kamu nyaman sama aku kan Ken? " tanya mas Abdul.

Aku mengangguk.

" Gimana perasaan kamu waktu aku genggam tangan kamu begini? "

Aku diam berpikir, mas Abdul adalah laki-laki pertama yang menggenggam tanganku.

" Aneh, perutku mules " ucapku polos

" Kita pacaran aja ya. Aku nggak mau kita cuma berakhir dengan jalani-jalani aja yang ngegantung nggak jelas gitu. Kalau nanti ditengah jalan kamu nggak kuat kamu bilang ke aku. Aku bakal mundur. "

Aku terdiam menatapnya.

" Kalau nanti kamu ngerasa cocok sama aku, aku mau kita nikah. Kamu jadi istri aku "

Ya Tuhan, ini apa? Inikah laki-laki jawaban dari doa-doa ku? Atau bentuk ujian kesetianku pada Banyu?
Tapi bukannya Banyu sudah menghilang berbulan-bulan tanpa kabar. Lalu aku harus bagaimana Tuhan?

" Kamu mau kan Ken jadi pacar aku? " Tanya mas Abdul lagi.

Entah kekuatan apa yang mendorongku, aku pun menganggukkan kepala ku. Membuat laki-laki didepanku tersenyum manis dan mengecup punggung tanganku.

" Terima kasih, sayang " ucap mas Abdul dengan mata yang berbinar.

Sayang?
Aku beneran punya pacar ya?

--------------tbc
Alhamdulillah bisa update lagi.
Makasih ya buat apresiasi temen-temen semua.

Cerita ini full konflik batin Niken dalam mengejar cintanya Banyu. Kok ada mas Abdulnya?
Ya buat pemanis dikit gitu. 😁😁😁
Agak aneh nggak sih ceritanya menurut kalian?
Biarlah ya kalo absurd. Namanya juga amatiran.
Tengkiss ya semua 😘😘😘😘

DIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang