Jam pelajaran telah selesai beberapa menit yang lalu. Sebagian besar para murid sudah meninggalkan sekolah. Hanya ada beberapa murid saja yang masih terlihat di dalam sekolah, termasuk Gessa. Gadis berambut gelombang itu betah mondar-mandir di depan ruangan dewan pimpinan ekstrakulikuler. Niatnya sudah bulat untuk mengikuti ekskul pada hari sabtu sore. Apapun jenis ekskul tersebut.
Tadi siang ia sudah sepakat bertemu dengan dewan pimpinan ekskul, Pak Mardi. Suara decitan pintu menghentikan langkah Gessa.
"Eh, Gessa, ayo masuk ke ruangan saya."
Gessa mengangguk sambil mengikuti Pak Mardi masuk ke ruangannya. Harum Stella tercium di setiap sudut ruangan Pak Mardi.
"Ada keperluan apa kok sampai ingin bertemu dengan saya?" tanya Pak Mardi ramah.
"Begini pak, saya kan belum ikut ekskul sama sekali, jadi saya mau daftar sekarang."
Pak Mardi mengernyitkan dahinya sambil membenarkan posisi duduknya. "Pendaftaran ekskul itu saat awal semester. Tengah semester begini mana bisa," jawab Pak Mardi.
"Nggak ada sama sekali, Pak? Segala jenis ekskul saya terima kok, Pak. Asalkan hari Sabtu sore," pinta Gessa bersemangat.
Pak Mardi membuka buku besar bewarna hijau. Gessa pikir itu adalah buku berisi agenda ekskul di sekolah. Gessa berharap cemas pada buku tebal itu. Kalau ia bisa mendapat ekskul pada Sabtu sore, ia yakin Adit tidak akan mengejeknya lagi. Setidaknya tujuan utamanya terpenuhi, menghindari ejekan Adit.
"Sabtu sore kamu bisa datang untuk ekskul barumu," ujar Pak Mardi sambil mengalihkan pandangannya dari buku.
Wajah Gessa berbinar. Tanpa ia sadar ia tersenyum kecil. "Ekskul apa, Pak?"
"Ini ekskul baru di sekolah, ekskul perpuswork," jawab Pak Mardi semangat. Pria paruh baya itu ikut senang mengetahui Gessa, siswi yang paling sulit untuk diajak ekskul akhirnya mendapatkan ekskul barunya.
"Perpuswork?"
"Iya. Tugasmu membantu ibu perpustakaan merapikan buku-buku, mengabsen murid yang datang dan mempromosikan pentingnya kegiatan membaca pada siswa-siswi di sekolah. bagaimana?"
Gessa menatap Pak Mardi tidak percaya. Dia sendiri anti dengan buku, bagaimana mungkin ia harus berhadapan dengan deretan buku-buku itu?
"Apa tidak ada ekskul lain, Pak? Maksud saya selain Perpuswork," ucap Gessa pelan. Kalau ia mengikuti ekskul tersebut, sama saja ia keluar kandang banteng masuk lubang semut.
Pak Mardi mendesah kesal. "Tadi kamu bilang segala jenis ekskul, kan? Jadi apapun harus kamu terima. Kalau ekskul umum, harus menunggu semester depan. Lagian nggak berat kok ikut perpuswork ini. Kamu datang setiap hari saat istirahat tiba dan membantu merapikan buku setiap Sabtu sore," jelas guru ramah tersebut.
Gessa berpikir sebentar sebelum menyetujui pilihannya. Ia mengira ini lebih baik daripada diejek oleh Adit setiap malam Minggu. "Iya deh, Pak."
Pak Mardi tersenyum dan mengambil lembaran formulir ekskul lalu menyerahkannya pada Gessa. Gadis itu menerimanya dengan berat. Setelah pamit dan mengucapkan terimakasih, Gessa segera pergi dari ruangan Pak Mardi.
Dalam hati ia ingin memaki dirinya sendiri. Lima jam berhada[an dengan buku saja sudah membuatnya pusing. Apalagi kalau ia ikut ekskul Perpuswork. Separuh minggu akan ia habiskan untuk melototi buku-buku tebal itu.
Gessa tiba-tiba menghentikan langkahnya. Dari kejauhan ia bisa melihat cowok yang ingin sekali ia maki tengah berjalan dengan santai. Cowok itu baru saja keluar dari ruang musik. Gessa ingin menyusul langkah Adit namun diurungkan. Ia melihat Adit sedang berbincang dengan cowok lain. Wajahnya tidak terlalu jelas di mata Gessa karena posisinya sedikit condng ke arah Adit. Meskipun begitu, Gessa yakin cowok itu terlihat asing.
Akhirnya ia melangkah menuju gerbang dan beruntungnya bus yang biasa mengantarnya pulang sudah stand by di sana.
Langsung dua part sekaligus, maaf lama update buat yang nunggu. oke, lagi-lagi vomment aku tunggu kok. makasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jones Has Taken || #wattys2018
Teen FictionHighest Rank #158 "Dasar Jones." "Kamu juga belum pacaran." "Kalau gue emang dasarnya pengen single. Single itu prinsip kalau jomblo itu nasib, sama kaya lo." Gessa Askara, siswi yang paling anti buku terpaksa masuk ekskul Perpuswork karena menghind...