"Selamat Pagi! Ada yang bisa saya bantu, Nona?" Tanya penjaga lobby apartement.
"Pagi! Maaf, saya ingin bertemu rekan kerja saya, Alexa Veronna. Ruangannya ada dimana ya?" Jawab si gadis berkepang dua, yang diikuti pertanyaan balik.
"Oh, Nona Veronna. Dia ada di lantai 3, nomor 312. Mari saya antar." Tawar si penjaga lobby yang dibalas dengan anggukan gadis berkepang dua tadi.
Setelah menaiki lift dan menyusuri beberapa lorong, sampailah mereka pada ruang yang dimaksud.
"Ini ruangannya, Nona."
"Baik. Terimakasih atas bantuannya, Pak."Tok tok tok!
Ketuk si gadis pada pintu ruangan yang dilapisi wallpaper berwarna abu-abu tersebut.
"Hmm... siapa itu?" Tanya Veronna dalam hati.
Ia lalu mengintip siapa yang datang, melalui peephole. Dan kemudian membukakan pintu.
"Oh, Levert! Ayo masuk!" Ajak Veronna.
"Terimakasih, Veronna!" Jawab Levert sembari melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan bernuansa putih dan abu-abu tersebut."Aku suka kamarmu. Terkesan minimalis, namun elegan." Puji Levert.
"Itu ide dari ex-ku. Brilian juga rupanya. Hehehe" Balas Veronna.
"Itu dapurnya ya?"
"Yup! Ada glitter-glitter mencolok pada dindingnya yang sengaja kutambahkan pada saat renovasi"
"Terkesan mewah. Namun, simple. Kusuka!"
Yang dibalas dengan tawa kecil dari Veronna."Veronna, aku sudah mengambil map merah dari ruang Mr. Eird. Setelah kubuka, rupanya berisi tentang berkas penyelidikan rahasia terhadap Aimee Way. Seorang reporter asal Korea Selatan, yang Mr. Eird duga telah membunuh Dime Rosward. Kameramen yang sudah merekam kejadian saat Aimee Way menabrak seorang anak kecil berusia 4 tahun. Namun, Aimee tidak dinyatakan bersalah di pengadilan atas plei-doi yang ia nyatakan di persidangan. Dime, kebetulan merekam kejadian tersebut. Sehingga, Aimee kembali diproses dan dipenjara selama 14 bulan yang kemudian dicabut gugatannya oleh pihak korban."
Pernyataan tersebut dinyatakan Levert sembari membuka map putih yang diberikan Veronna -isinya tentang laporan keuangan organisasi kuliah jurusannya-.
"Apa?! Aimee Way?! Sudah kuduga, dia itu psychopath amatiran. Yang punya pikiran licik untuk melenyapkan segala kesalahannya. Eh, itu kan katamu dulu, Vert. Kok jadi kataku. Hehe..." Tanggap Veronna.
"Aku akan mulai penyelidikan mulai minggu depan. Kau harus membantuku untuk mengubah penampilanku, agar tidak terlihat siapa aku sebenarnya." Ujar Levert.
"Ah, itu mudah. Aku kan lakukan super make over pada dirimu. Selain, mengubah penampilanmu menjadi orang yang berbeda, aku akan mendandanimu menjadi lebih cantik. Oke?" Ucap Veronna menggampangkan permintaan Levert.
"Baiklah. Terimakasih sebelumnya. Kita selesaikan dulu berkas dalam map putih ini. Karena kalau tidak Mrs. Woordsley pasti akan memberi hukuman pada kita." Kata Levert. Yang dibalas dengan anggukan dari Veronna.
***
"Hmm... makanan sebanyak ini akan kuhabiskan sendirian? Banyak sekali. Oh, aku tahu. Akan aku bagikan ke beberapa tetangga. Tapi, tetangga-tetanggaku di apartement ini kan, pekerja penuh hari semua. Lalu, bagaimana ya?" Ujar si gadis berhijab dari balkon apartementnya.
Ia melihat-lihat ke arah bawah, samping dan depan. Berharap ada orang yang bisa ia beri makanan tersebut. Karena ia tak mungkin bisa menghabiskannya sendirian. Tiba-tiba pandangannya tertuju pada seorang pria yang ada di seberangnya.
"Sepertinya orang itu belum sarapan ya? Hmm, aku berikan kepadanya saja. Daripada sia-sia ada di sini dan tidak termakan."
Ia mengambil sebuah piring dan meletakkan beberapa bungkus nasi bakar yang sudah dia buat.
Ia berjalan dengan sedikit ragu, karena belum mengenal siapa pria itu. Hanya sebatas tetangga seberang."Permisi!" Ujarnya di depan rumah si pria.
Si pria langsung melihat ke arah bawah -dia sedang ada di balkon lantai 2-.
"Wah, gadis itu. Membawa makanan, lagi" gumam si pria.
Ia langsung turun dan menemui si gadis.
"Maaf. Tadi aku memasak makanan terlalu banyak. Aku ingin membaginya kepadamu. Ini masakan dari Indonesia. Semoga kau suka, ya!" Ujar si gadis berhijab sambil menyodorkan beberapa bungkus nasi yang ditata di atas piring berwarna biru tua.
"
Wah, terimakasih banyak. Kalau boleh tau namamu siapa?" Tanya si pria.
"Aku, Raras." Jawabnya singkat sambil menyunggingkan senyum manisnya.
"Oh, Raras. Aku Ray. Aku berasal dari Kanada. Yang di seberang itu apartement-mu, ya?"
"Oh, iya. Aku menyewanya untuk beberapa bulan."
"Ada keperluan apa? Kuliah? Atau pekerjaan?"
"Tidak. Awalnya, aku hanya ingin berlibur di sini. Namun, aku jadi tertarik untuk mempelajari kebiasaan dan kebudayaan orang-orang sini."
"Hmm, begitu. Unik juga ya. Aku disini unuk menyelesaikan sidang skripsiku. Aku mengambil kuliah jarak jauh. Jadi, baru ketika sidang skripsi aku benar-benar datang ke sini. Kebetulan, ini rumah nenekku, jadi aku bisa tinggal sepuasnya di sini."
"Begitu ya. Ya sudah, aku kembali ke apartement dulu ya. Kalau mau main, silahkan. Tapi, ajak kawan ya. Oh iya, sampaikan juga salamku untuk nenekmu."
"Baik, nanti akan aku sampaikan ketika dia sudah pulang dari Universitas Hogswart. Dia mengajar di sana. Terimakasih ya."
"Wah, nenekmu dosen di sana? Kalau begitu aku permisi ya."
YOU ARE READING
Notre Voix
Teen FictionKami berkarir sesuai bakat kami. Suara. Talenta dari Tuhan yang kami kembangkan menjadi kelebihan kami. Perjalanan karir yang tak semulus ekspektasi awal, bukan halangan bagi kami untuk terus melaju, mengejar segudang impian dan cita-cita yang ber...