Flashback
DUARRR!!!
Suara tembakan itu menggelegar di pagi buta. Kontras dengan suasana pagi yang sunyi.
Tubuh Shimizu terpelanting ke belakang. Tubuhnya menabrak pintu gudang sehingga pintu itu hancur. Sakit yang luar biasa menjalari punggungnya.
Shimizu merasakan cipratan darah mengenai sebagian tubuhnya,
"Kakak!"
Shimizu menghampiri kakaknya yang terbatuk mengeluarkan darah. Shimizu berusaha mengabaikan rasa sakit yang menjalari punggungnya.
Gadis kecil itu memegang kedua pundak kakaknya, seperti ingin memberi kakaknya kekuatan.
"Kak Derren.."
Satu tangan Derren bertumpu pada lantai. Tangan lainnya memegang dadanya, seolah dengan cara itu ia dapat menghentikan pendarahan di dadanya.
Hingga beberapa detik kemudian ia kembali terbatuk, membuat Shimizu di sebelahnya ikut merasakan kesakitan kakaknya.
Shimizu melipat kedua tangannya. Berdoa. Hanya dengan cara itu ia dapat menyelamatkan Derren.
"Derren!!"
Gelas yang dibawa ibunya terjatuh.
"Derren! Kau tidak apa-apa, nak?!"
"Shimizu! Cepat bawa handphone ibu kemari! Ibu akan menelepon ambulans!"
---
Plak!
Ibu Derren menamparnya dengan putus asa,
"Apa kepentinganmu, Winston? Jika ada masalah kau hanya perlu bercerita kepada kami! Kenapa kau malah menembak anakku? Kau membunuhnya!!!"
Winston melepaskan kacamata hitamnya. Kedua matanya terpejam. Matanya cekung kedalam. Dibalik kelopak matanya tampak kosong. Tidak ada bola mata didalamnya.
"Aku tau kau buta! Lalu apa? Apa Kau ingin aku merasa simpati padamu?!"
"Tenang dulu, nyonya. Apa kau tidak tau apa yang menyebabkan aku buta?"
"Suamimu itu mengambil kedua mata biruku. Kau tau? Dia meyuruh dokter bedah untuk mengoperasi bola mataku dan memasangkannya pada mata Shimizu."
Ibu Derren tampak frustasi. Belum menerima kenyataan Derren telah pergi, sekarang satu kenyataan lagi telah menghantamnya.
Berbagai kenyataan pahit itu berputar-putar di kepalanya. Ia berteriak frustasi.
---
Gadis itu menggenggam tangan kakaknya yang dingin. Sedingin ranjang rumah sakit yang ditidurinya.
"Kak Derren! Jangan tinggalkan Shimizu!"
Gadis itu menelungkupkan kepala mungilnya di pinggir ranjang, kemudian menangis sejadi-jadinya.
Hingga ia terlelap, masuk kedalam alam mimpi.
---
Lorong itu putih. Dindinya tampak bercahanya. Ia menyukai suasana disini. Suasana yang tenang, tidak seperti di rumahnya yang selalu penuh dengan masalah.
"Shimizu."
Mata Shimizu membulat melihat seseorang yang memanggilnya. Lelaki itu masih muda, Tubuhnya masih mencerminkan tubuh anak-anak. Mata tajamnya melembut menatap Shimizu, wajahnya yang tampan menenangkan siapapun yang melihatnya. Membuat semua rasa cemas yang ada di hati sirna.
Anak lelaki itu tampak bercahaya. seperti malaikat.
"Kakak!"
Shimizu berlari, menabrakkan dirinya pada tubuh anak lelaki itu.
"Kakak..!"
Air mata membasahi matanya yang biru. Anak lelaki itu memeluk Shimizu erat. Membiarkannya tenggelam dalam dadanya.
"Shimizu, kau harus menjadi gadis yang kuat, oke? Kakak akan selalu melihatmu dari sini."
Shimizu mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia masih menangis sesenggukan.
"Sst.. Kalau nanti kau masih suka menangis seperti ini, siapa yang akan menenangkanmu?"
Elusan di kepalanya itu membuat tangisannya berhenti. Shimizu mengeratkan pelukannya. Mengusap-usapkan kepalanya di dada kakaknya. Bermanja-manja pada kakaknya memang sangat menyenangkan.
"Kakak, ini bukan mimpi, kan? Kakak masih hidup kan?"
"Kakak tidak lagi berada di dunia yang sama sepertimu. Tetapi kakak akan terus hidup disini."
Derren menunjuk dadanya. Tempat manusia meyakini dimana letak perasaan, rasa cinta dan sakit hati berada.
"Tidak mau! Shimizu tidak mau ke sekolah tanpa kakak! Mereka terus mengejek mata biruku, kak!"
"Apapun yang mereka katakan padamu, ingatlah, kakak sangat menyukai matamu. Apapun yang ada dalam dirimu itu baik, Shimizu. Kau hanya butuh bersikap lebih tegas."
Derren tersenyum pada adiknya. Tampaknya Shimizu mulai terpengaruh dengan perkataan Derren. Dengan begini, dia bisa pergi dengan tenang.
"Berjanjilah apapun yang menimpamu, kamu akan tetap bertahan, oke?"
Derren mengacungkan jari kelingkingnya pada Shimizu. Mata biru Shimizu membalas tatapannya. Tatapan kakaknya seolah memberinya kekuatan.
Kelingking kedua anak itu saling berkaitan.
"Janji."
Senyum Shimizu mengembang. Melihat kakaknya yang terlihat bahagia disini membuatnya bahagia.
Shimizu kembali tenggelam dalam pelukan kakaknya.
Pelukan itu nyaman, tetapi lama-lama tidak berasa. Warna hitam melingkupi Shimizu.
Kesadarannya perlahan-lahan kembali.
---
Shimizu mengerjap-ngerjapkan matanya. Sedikit tersentak merasakan dingin pada tangannya.
Ternyata ia masih menggenggam tangan kakaknya.
"Selamat beristirahat, kak. Shimizu akan selalu mengingat kakak."
Shimizu mengecup kening kakaknya untuk yang terakhir kali, sebelum kemudian meninggalkan kamar mayat itu dengan perasaan sedih yang dihiraukannya.
Dia berjanji akan menjadi gadis yang tangguh. Agar kakaknya di surga bangga padanya.
-End-
---
Jangan lupa tinggalin kesan dan pesan kalian ya ^_^
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Liquid
Science FictionSuatu hari, seorang profesor mencampurkan dua senyawa yang tidak berwarna. Matanya berseri ketika melihat hasil pencampuran kedua senyawa itu. Campuran itu berwarna biru, seperti warna laut yang dalam. Senyumnya terukir sempurna. Ya. Inilah yang d...