Part 2 Invisible

885 77 14
                                    

Arthur POV

“Arthur? Hey bro?? Bangunlah! Ini sudah siang.”

Mattew, aku mendengar suaranya yang semakin jelas. Dia juga menggoyangkan tubuhku. Mataku terbuka lebar dengan debaran tak karuan.

“Akkhhh!!!”

Aku yakin Matt sedang memandangku dengan tatapan aneh, dan mungkin juga khawatir. Tapi sungguh, ini terasa sangat menyakitkan.

Aku merebahkan separuh tubuh ke meja kerjaku. Rasa sakit ini sedikit berkurang saat aku bisa menekan dadaku dengan sesuatu.

Belakangan ini aku sering memaki Matt dan Jessy, rekan kerja sebelah mejaku, karena hal serupa. Apalagi saat mereka sibuk mengoceh, dadaku semakin sesak dibuatnya.

“Lagi-lagi, kau tidur di kantor?” Kata Matt.

“Lagi?!” Bisikku, setelah berhasil mengatasi dentuman keras di jantungku.

“Aku sengaja lembur.”

Aku merapikan berkas yang tercecer di meja dan sekelilingku.
Apa yang kulakukan semalam?

Seperti kandang kuda.

“Lembur lagi? Kau pasti jadi karyawan yang paling banyak lembur tahun ini.”

Matt terkekeh melihatku pontang-panting mengumpulkan ceceran berkas di lantai. Jam setengah 8. Lima belas menit lagi si bos datang, dia akan mengomel jika memergoki lapak kerjaku berantakan.

“Apa yang kau lakukan sebelum tidur? Kau melawan kertas-kertas tak berdosa ini dengan tenaga dalammu?” Kata Matt.

Shut up, Man!!!” Aku pergi menjauhinya.

Wajah ini perlu dibasuh agar kesadaran pemiliknya kembali sempurna. Aku melihat diriku di cermin. Pikiranku masih berputar mengingat kalimat gadis itu,

’... kau pasti akan mengingatnya.’

“Apa yang harus ku ingat?” Aku menyentuh bibirku, mengingatkanku padanya.

“Kau tak mengingat siapa gadis itu? Aku juga tak mengingatnya. Completely, I’m crazy.”

Gila.

Aku mulai berbicara sendiri di depan cermin.

Tanganku merogoh dasi yang biasa ku kantongi di celana.

Tak ada.

Mungkin tertinggal di laci. Setelah membasuh wajah, aku merapikan kemejaku. Kancing atasku hilang.

Terdengar gila, aku mulai kesulitan membedakan mimpi dan kenyataan. Keduanya terasa sangat nyata. Apalagi setelah aku melihat beberapa goresan luka di tanganku.

Aku benci atas kenyataan ini. Bahwa aku mungkin memang tidak sedang bermimpi. Kenyataan bahwa aku, memang berada di sana bersama gadis itu kemarin sore.

***
Pertama kali aku menyadarinya, ketika aku bertemu dengan para pembunuh ayahku, 17 tahun yang lalu.

Miami, Desember 1998.

Sudah 1 bulan ayahku menghilang. Polisi bahkan tak bisa menemukan jejaknya. Aku tak tau mengapa polisi begitu kesulitan mencarinya, sedangkan aku benar-benar bisa melihat ayah di depan mataku.

Aku melihatnya disiksa oleh beberapa orang berjubah hitam di rumah lama kami, Miami.

Aku melihat seorang perempuan di antara orang-orang itu. Dia tertawa riang sembari melirik ke arahku, dengan sorot mata yang sangat mengerikan.

Saat aku berteriak memanggil ayah, mereka melihatku. Ayah menyuruhku untuk lari. Tatapan yang menakutkan dari mereka, membuatku berlari sekuat tenaga. Tapi mereka cukup cepat hanya untuk menangkap anak berusia 10 tahun.

Aku mendapat cambukan di punggungku, sesaat sebelum kesadaranku hilang.

“Itu hanya mimpi buruk, Arthur. Ibu di sini sekarang. Kau mau ibu tidur bersamamu?”

Terdengar kalimat lembut, setelah rasa letih yang sangat nyata datang ke tenggorokanku. Aku berusaha keras membuka mataku.

Rasa sakit itu, dentuman yang sangat keras di jantungku, membuatku mengerang di depan ibu. Keringat dingin ku rasakan sedang mengucur di seluruh tubuhku.

“Bu, ayah ada di Miami. Telfon polisi di sana Bu!!! Mereka akan menyakiti ayah lagi!”

Tubuhku gemetaran memegang tangan ibu.

“Honey, polisi sudah berulang kali mengecek tempat itu. Ayah tidak ada disana. Itu hanya mimpimu.”

Aku berusaha menceritakan tentang apa yang ku lihat. Tapi dia bilang itu hanya mimpi, dan menyuruhku kembali tidur.

Ibu memelukku agar aku bisa tenang, sekejap aku berjingkat menahan sakit di punggungku. Dengan cepat ibu membuka bajuku untuk melihatnya. Melihat bekas cambukan itu.

“Bu, aku tidak berbohong. Aku benar-benar melihat mereka menyiksa ayah, dan salah satu dari mereka mengejarku.”

Ibu kebingungan dengan luka memar di punggungku.

Dan benar saja, keesokan harinya polisi Miami menemukan jasad ayah di rumah lama itu.

“Promise me, Arthur!! Hanya aku yang tau. Kau paham?”

Kata ibu setelah menutup telfon dari polisi Miami. Ibu bergegas pergi dengan jaket bulunya. Saat itu New York sedang diselimuti salju.

“Kau tetap di rumah, Arthur. Tak usah ke sekolah. I’ll be back as soon as possible. Makanlah sesuatu di kulkas.”

Ciumannya mendarat di keningku. Wanita bertubuh jenjang itu menjauhiku untuk mencapai mobil tuanya.

Aku melihatnya menitikkan air mata sesaat setelah memasang seat belt.

Wanita itu tak pernah membiarkanku melihat kesedihannya. Selama ini, yang ku tau dia selalu menyembunyikannya dengan rapat.

***
Aku melihat ibu menerobos batas kuning yang terpasang mengelilingi jasad ayah.

Polisi berusaha menghentikannya, tapi ia ingin memastikan jasad pria di depanku. Langkahnya yang menggebu mendadak berhenti.

Dia melihatku seperti melihat hantu.

“Arthur?”

Perlahan ibu mendekatiku.

“Bukankah, Ibu menyuruhmu untuk tetap di rumah?”

Dia menekuk lututnya untuk mengimbangi tinggiku. Tangannya mulai menyentuhku. Terasa nyata. Aku bisa merasakan betapa dinginnya tangan ibu waktu itu.

“Arthur apa yang terjadi? Bagaimana bisa kau ada disini?”

Mata abu-abunya memandangku tak percaya.

“Aku menurutimu untuk tidak sekolah, Bu. Aku lelah lalu tidur di sofa.”

Dia masih terpaku menatapku, tanpa mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.

“Bu!”

Tanganku menunjuk jasad ayah yang masih dikerumuni oleh petugas forensik.

Tangan ibu bergetar. Dia melihatku dari atas ke bawah, berulang kali. Dia bangkit lalu menjauhiku. Tak lama kemudian dia menepuk pundak seseorang.

“Pak, apa kau melihat anak kecil di ruangan ini?”

Kenapa keberadaanku diragukan?

Pria itu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.

“Aku berada di sini sejak pukul 3, tadi pagi. Aku rasa tidak ada anak kecil yang berkeliaran. Apa anda kehilangan anak anda?”

Saat itulah aku mengetahui, bahwa aku.. tak terlihat olehnya.

THE TRAVELER - 7th Generations [COMPLETED - EDITED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang