Saat sebuah pertemuan tak pernah menyiratkan untuk bersatu, lalu untuk apa saling mengenal? Saling menilik hati? Saling bercuap mesra? Jika pada akhirnya tetap harus berpisah.
Ya, karena pertemuan tak tentu harus menyatu. Jika sekarang aku bisa melakukan itu semua, kenapa aku harus takut kehilangan itu juga.Bintang Zuhra. Nama gadis yang sekarang sedang mengembangkan senyum lebarnya, setelah menghapus seluruh airmatanya. Ya, senyum lebar yang palsu. Senyum yang tak pernah bisa semudah itu menghapus lukanya, bukan hanya goresan, tapi ini sudah sayatan. Namun, dia bukan gadis yang menjatuhkan lukanya dalam tangisan yang bertubi-tubi, dia juga bukan gadis yang mempamerkan kesedihannya.
"Iya Ma?"
Ucapnya setelah mengembangkan senyum. Bagaimana bisa wanita yang dipanggilnya Mama mengenalinya dijalan yang seramai itu, bahkan saat dirinya memilih jalan kaki."Apa yang kamu lakukan disini, Nak?"
Tanya wanita itu."Aku,"
Bintang mencoba cari alasan yang logis untuk menjawabnya.
"Mmm, mau ketemu sama temen Ma."
Jawabnya asal-asalan."Teman? Siapa? Dimana teman kamu?"
Tanya wanita itu, terdengar posesif."Di-didalaam, cafe itu Ma."
Jawabnya sembari menunjuk sebuah cafe.***
Senja Al-Faruq. Siapapun yang mendengar namanya, pasti punya pemikiran bahwa nama itu diambil karena kekaguman seseorang yang menamainya pada senja, disaat langit menguarkan warna kuning kemerah-merahan. Namun siapa sangka jika nama itu sengaja dibuat karena kesepakatan dua orang tua.
Di 19 tahun yang lalu, dua orang perempuan bernama Ani dan Ami memiliki kesepakatan dalam kehamilannya. Jika salah satu dari mereka melahirkan seorang putra, maka dia harus dinamai Senja, dan sebaliknya jika sisanya melahirkan seorang putri, maka dia harus dinamai Jingga. Kesepakatan yang lucu, karena kesepakatan itu tidak ada sedikitpun maksud untuk saling menjodohkan. Siapa yang tidak tau dua sahabat itu, mereka dua dari empat sahabat, yang lainnya Rumi, dan Rara yang juga sudah mempunyai anak pula.
Dan sebuah takdir ternyata sejalan dengan apa yang mereka inginkan, akhirnya Ani pun melahirkan seorang anak laki-laki yaitu Senja, dan Ami pun melahirkan Jingga yang nama panjangnya Jingga Fitrakala Kofadis. Waktu pun membawa kedua anak itu semakin dewasa."Udah, lu cepet pesan sana."
Ucap Senja. Yang sudah janji akan mentraktir Jingga jika foto anehnya sudah dihapus."Iya, iya.. Sabar kek. Kayak nggak ikhlas banget ngasih gratisan."
"Emang, ini semua kan karna kelakuan lu."
Senja pun mengingatkannya lagi, membuat Jingga harus tertawa lagi."Yaelah, mas. Takut pamor lu turun ya? Lagian pakek penutup wajah gih, atau cadar gitu biar fans-fans lu nggak kenalin lu disini. Capek gue, kalo harus jadi bodyguard lu mulu."
Sergah Jingga."Bisa diem nggak?"
"Bisa. Kalo traktirannya nambah satu kali."
Senja menghembuskan nafas dengan keras.
"Dasar, tukang porotin harta orang."
"Uuh, berasa pemeran protagonis yang suka dianiaya ya lu, lagian harta siapa sih? Kayak udah punya harta sendiri aja."
"Maka dari itu Jin, ini masih harta orang tua gue. Gue nggak mau nyusahin mereka cuman untuk nraktir lu doang."
Jawab Senja."Issh Jin lagi. Jadi badmood. Yaudah, berhubung ini masih harta orang tua lu, gue minta traktir satu kali ini aja."
Dan panggilan itu lah yang membuat Jingga selalu kesal pada Senja. Senja sendiri sudah mempatenkan panggilan itu miliknya."Oke. Cepet pesen sana."
"Iyaa, tapi pelayannya masih belum kesini. Mending lu aja yang ngasih kode."
KAMU SEDANG MEMBACA
Saat Senja Tak Lagi Jingga
Teen Fiction[ON GOING] Ketika sakit membuatmu jatuh. Ada cinta yang membantumu bangun, walaupun tertatih. Ini semua tentang cinta Jingga untuk Senja. Harapan Jingga bersama Senja. Jalan Jingga yang searah dengan Senja. Tapi, Senja tak pernah menyadari cinta Jin...