Bab. 2

93 4 0
                                    

Kantin lagi-lagi dipadati oleh ribuan zombie kelaparan. Mengincar nikmatnya Bakso Pak Kumis atau sedapnya Nasi Goreng Bu Endah. Para zombie itu akan berebut antrian, saling desak mendesak, ada yang mendumel, ada juga yang mengumpat. Semua itu ada di kantin.
Siang ini, matahari dengan gagahnya menunjukkan betapa panasnya dia. Awan-awan mendukung Sang Matahari, bersekongkol membuat para zombie kelaparan dan siswa yang sedang kebagian jatah jam olahraga merasakan dirinya dipanggang di wajan minyak panas atau dioven sematang-matangnya sampai kulit berubah lebih coklat daripada bebek peking. Siswa-siswa tragis-karena jam olahraga- berkali-kali mengelap cucuran keringat dari seluruh tubuh, meminum kurang lebih 2-3 botol minuman dingin. Dan, parahnya bau ketiak di mana-mana menyebar ke udara bebas. Itulah yang dirasakan Senja dan siswa kelas XI IPA 3. Terbakar di planet merkurius dan dikuliti di tempat pemotongan hewan. Mereka berealisasi hebat bukan?!
"Sumpah, Nja. Gile nih panas bikin gue flek hitam kelamaan." gerutu Ara sambil menyibakkan rambutnya yang tergerai.
"Gue tau, Ra. Seitem-itemnya gue, gue nggak mau berubah jadi abu gosok atau manusia Zimbabwe. Huft, kita memang  lagi kena waktu sial aja." dumel Senja yang sedari tahu mengipas-ngipasi dirinya dengan buku tulis.
"SENJA ALKHAIRA!!! TIARA DIANDRA!! CEPAT LARI 3X LAPANGAN SEPERTI YANG LAIN, ATAU KALIAN SAYA SKORS." jerit Pak Gusman, guru olahraga killer yang kekillerannya tiada banding. Genderuwo aja kalah tanding sama Pak Gusman.
Dengan TERPAKSA, mereka berlari mengejar teman-teman lain yang sudah duluan berlari meninggalkan mereka berdua yang tengah diamuk Rahwana Majalengka. Parah abis. Setelah, puas mengelilingi lapangan sekolah yang luasnya 400 meter sebanyak 3kali, Pak Gusman meminta semuanya melakukan pemanasan ringan. Peregangan istilahnya.
"Setelah ini, kita praktek lari marathon mengelilingi sekolah sebanyak 3x, waktu untuk putra 20 menit, dan putri 22 menit."
Sontak, mereka semua histeris, mengumpat, membelalak selebar mungkin, dan ada juga yang pura-pura sakit. Kita bukanlah mobil ferrari, kita hanyalah gerombolan itik yang bisanya hanya berjalan santai. Pak Gusman mengancam, siapa saja yang tidak melakukannya akan mendapat sanksi skoring sebanyak 10 point. Jangan bayangkan jika 10 point itu kecil, 10 point itu berakibat memberi efek spidol merah dalam raportmu. Gimana nggak nangis coba?!!
Merekapun akhirnya berlari, termasuk Senja. Ia terlihat kewalahan saat memasuki putaran ke 2. Wajahnya sudah pucat pasi, perutnya sangat perih, kepalanya pusing, semua terasa berputar di kepala Senja. Ia ingat bahwa tadi pagi ia lupa sarapan karena terburu-buru. Aku harus kuat, tinggal 1x putaran lagi. Batin Senja.
Di depan maupun di belakang Senja tidak ada seorangpun, sepertinya yang lain tengah semangat berlari. Namun, Senja tak dapat mengingkari bahwa sekarang pusing itu semakin berat dan pandangannya mulai buram. Dari arah pintu gerbang timur sekolah, ia seakan melihat sosok lelaki yang tengah berjalan. Senja ingin memanggilnya untuk meminta tolong, namun semua terlambat. Kepalanya tidak dapat diajak berkompromi, dan tubuhnya mulai terhuyung ke belakang, dan semuanya gelap. Di sisi lain, Senja merasakan ada yang menangkap tubuhnya sebelum ia pingsan total dan terkulai lemas.
Hujan baru saja ingin pergi keluar untuk memfoto kopi lembar soal, namun dari jauh ia melihat seorang gadis terengah-engah dan menatap ke arahnya. Ia bingung. Namun, jika dilihat lebih jauh, sepertinya gadis itu ingin meminta bantuan. Hujan berjalan ke arah gadis itu, tanpa aba-aba ia merasakan bahwa gadis itu akan pingsan sebentar lagi. Hujan mempercepat langkahnya, berusaha berlari dan..
HUP!!
Ia tepat waktu untuk menangkap tubuh Senja saat ia langsung jatuh lemas di dekapan tubuhnya. Ia membiarkan lembar soalnya jatuh berserakan di jalanan.  Hujan menatap lekat-lekat wajah Senja. Terlihat pucat sekali, seperti mayat. Gadis ini pasti sedang jam olahraga, dan ia pasti kelelahan karena memutari sekolah ini. Pikirnya.
Hujan tidak mengenali Senja. Begitu asing bagi Hujan. Ia tak peduli. Yang penting sekarang ia harus menggendong Senja ke UKS. Perlahan, Hujan menggendong tubuh mungil Senja, membawanya melewati koridor, dan setibanya di UKS, ia merebahkan Senja diatas kasur dan menyelimutinya. UKS sepi. Hanya ada mereka berdua. Hujan membuatkan Senja teh hangat, ia berharap Senja akan meminumnya saat terbangun. Hujan ingin pergi, mengambil lembar soal yang dijatuhkannya saat menolong Senja, namun terbesit ketidakinginan untuk meninggalkan Senja sendirian. Ia takut Senja kenapa-napa. Khawatir dan cemas. Hujan mengkhawatirkan seseorang yang baru saja ia tolong, ia cemas dan kebingungan. Ia berharap, Senja segera membuka matanya dan tersadar agar Hujan bisa lega meninggalkannya. Beberapa menit kemudian, doa Hujan terkabul. Senja perlahan-lahan mulai membuka matanya, mencoba menyesuiakan cahaya, dan menggerakkan tangannya.
"Gue dimana?" suara itu mirip lirihan orang yang baru tersadar dari koma. Kecil dan tak terlalu terdengar.
"Apa? Lo ngomong apa? Maaf gue nggak denger." ucap Hujan seraya mendekat pada Senja.
"Ah gapapa, gue di UKS ya? Bodohnya aku." Senja merutuki dirinya sambil memukul kepalanya yang masih terasa pusing.
"Eh, lo jangan mukulin kepala lo. Itu nggak akan membuat sakit lo ilang, itu malah buat kepala lo tambah pusing. Payah." Hujan menatap dingin pada Senja. Ia mengalihkan pandangannya ke luar.
"Gue tahu kalo gue payah. Lo gak usah bilang, gue juga dah tau. Payah." Senja tersenyum simpul lalu mengedarkan pandangannya ke berbagai penjuru arah.
"Gue harus pergi." Hujan langsung beranjak keluar , pergi menjauh dari UKS, meninggalkan Senja sendirian.
Siapa dia? Gue belom bilang makasih ke dia. Batin Senja.
Setelah itu, ia bangkit dari atas ranjang, meminum teh hangat yang sudah tersedia, dan berjalan ke arah kelasnya.
Hari ini, Senja mendapat pengalaman baru. Di tolong saat ia pingsan. Yang pasti, ia dibawa ke UKS dengan cara digendong, kan? Pasti itu sangat menyenangkan. Dan satu lagi, cowo itu cukup tampan. Senja tak bisa berhenti tersenyum dan membayangkan dirinya yang tadi digendong oleh Hujan dan terpenting, ah ia tahu kalo sosok yang mendekapnya saat terjatuh adalah Hujan. Sayangnya, gue nggak tahu siapa namanya. Sesal Senja karena membuang waktunya tadi untuk bertanya hal yang bodoh.

HUJAN DAN SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang