Please, Don't Leave

127 26 1
                                    

Pagi hari, matahari sudah bersinar terang memasuki jendela-jendela rumahku. Dengan langkah terburu-buru, aku menuruni tangga rumahku menuju ruang makan yang ada di lantai bawah. Saat aku sampai, aku hanya mendapati ibuku tengah mengoleskan selai keju di roti sarapanku. Ah, rupanya ayah dan kakak perempuanku sudah berangkat terlebih dahulu.

"Pagi, bu!" Sapaku.

"Pagi sayang.. makanlah rotimu dulu, ayah dan kakakmu sudah berangkat duluan.. Oh iya, sepertinya sudah ada yang menunggumu di luar sejak tadi.." Ucap Ibuku sembari menyerahkan roti dan segelas susu kepadaku.

Aku langsung menyambar roti itu dan memasukkan semuanya ke dalam mulut dengan terburu-buru. Setelah minum susu, aku pun berpamitan pada Ibu.

"Aku berangkat!" Seruku.

Aku segera berlari keluar rumah. Ah, ternyata benar kata Ibu. Sahabatku, Seokmin sudah menungguku dengan sepeda motor kesayangannya sejak tadi.

"Terlambat bangun lagi? Eum?" Seokmin langsung bertanya.

Aku terkekeh malu. Tanpa menjawab pertanyaannya, aku pun langsung naik ke jok belakang motor hijau miliknya itu. Seokmin juga tak melanjutkan pertanyaan-nya. Setelah memakai helm darinya, kami pun berangkat menuju ke sekolah.

"Hey! Soonyoung! Sebaiknya kau itu harus menghentikan kebiasaanmu menonton koleksi drama picisanmu itu! Gara-gara itu kau jadi sering terlambat!"

Nah kan, Seokmin memang tidak akan mengomel saat di depan rumahku, tapi ia akan sangat cerewet saat di jalan seperti ini.

"Kenapa kau malah menyalahkanku?! Salahkan saja drama-drama itu yang terlalu seru, jadi aku selalu penasaran dan ingin terus menonton," Aku berucap dengan nada sebal.

Tanganku sibuk merapikan rambutku yang menghalangi pandangan. Dapat kudengar Seokmin terkekeh di depan sana.

"Ya lalu siapa yang harus disalahkan? Aku? Aku tidak menonton drama-drama seperti itu," Seokmin membalas.

Aku buru-buru menjitak kepala belakangnya. Kalau sudah seperti ini, tandanya aku sudah kalah, dan satu-satunya cara mendiamkan mulut cerewet laki-laki di depanku ini adalah memukulnya.

"Aisshh! Lebih baik kau percepat laju motormu! Kita sudah terlambat!" Omelku kesal dibalas dengan tawa renyah dari Seokmin, sebelum laki-laki itu mempercepat laju motornya.

-----------------------------

Aku meletakkan tas punggungku ke tempat dudukku. Untungnya aku dan Seokmin tidak terlambat walaupun memang sebentar lagi bel masuk akan berbunyi. Di sebelah tempat dudukku, sudah ada teman sebangkuku. Namanya Wonwoo. Dia tampak serius dengan buku novel tebal di hadapannya. Sesekali gadis berhidung bangir itu membenarkan letak kacamatanya yang melorot.

"Won-ie! Ayo kita ke kantin!"

Aku yang merasa lapar saat itu pun mengajaknya ke kantin. Tapi begitulah Wonwoo, jika sudah serius dengan bukunya, terutama buku-buku fantasinya itu, ia akan sulit diajak kemana-mana.

"Nanti dulu, Soon, aku lagi baca,"

Benar kan, ia menolak. Aku mengerucutkan bibirku karena kesal. Akhirnya, aku duduk kembali di kursiku lalu menelungkupkan kepalaku di atas meja. Wonwoo tetap tak bergeming dan tetap fokus pada novelnya.

Twenty FourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang